Pages

Wednesday, April 27, 2011

Mau Lebih Sejahtera

Part I –Laboratorium


Semuanya berawal ketika saya mendengarkan curahan uneg-uneg seorang Profesor dari Teknik Mesin di sela-sela wawancara. Sudah menjadi kebiasaan dalam setiap saya mewawancarai orang untuk selalu bisa mendengar. Atau sesekali dengan sengaja, saya menggiring mereka ke pertanyaan-pertanyaan di luar topik untuk sekedar mengakrabkan diri.

Topik utama saat wawancara berlangsung sebenarnya seputar sejarah ITS. Tapi saya maklumi juga kalau beliau membicarakan berbagai hal di luar konteks. Dari situ saya tahu perspektif mereka yang unik memandang berbagai sisi, mulai dari urusan kampus sampai urusan bisnis dan keluarga.

“Laboratorium kita sekarang alatnya sangat ketinggalan zaman. Bagaimana bisa kita melakukan riset untuk membuat publikasi internasional dengan peralatan seperti ini? Minder kita,” ujarnya semangat. Si Profesor melanjutkan ceritanya. Pernah suatu kali ia mendapat kunjungan dari universitas luar negeri. Salah satu agendanya adalah mengelilingi laboratorium. Dan pertanyaan yang keluar dari tamu luar negeri itu, “Kalian melakukan riset dengan alat seperti ini? Kenapa tidak menggunakan alat yang baru? Kan ada yang lebih canggih?”

Lantas Profesor Teknik Mesin mejawab. “Apa salahnya? Kalau dengan alat yang lama pun kita juga bisa mengukur dengan degan akurat?” ujarnya mencoba berargumen saat itu. Padahal dalam hati, ia berkata sebaliknya. “Padahal duik’e sing gak onok gawe tuku alat,” sebutnya sambil terkekeh kecil. Saya yang mendengarkan juga ikut tertawa jadinya.

Tak bisa ditampik bahwa sebagai sebuah institut berbasis teknologi, ITS memiliki jumlah laboratorium yang tak sedikit. Sementara jika hendak membandingkan dana yang khusus dialokasikan untuk laboratorium, jelas tak sebanding. Dana untuk membeli satu alat saja bisa jadi merupakan total dana untuk seluruh laboratorium di ITS. Saya hanya bisa berdecak.

Si Profesor kembali melanjutkan ceritanya. Sehari sebelum kami wawancara, ada perusahaan alat-alat laboratorium (dalam hal ini mesin) menawarkan sebuah mesin (saya lupa mesin apa namanya, sampai beliau menunjukkan brosur mesin seharga sekian M tersebut kepada saya).

Percakapan yang terekam:
Sales         : Ini ada mesin bagus untuk laboratorium Anda.
Profesor    : Iya saya tahu ini barang bagus karena saya pernah pakai saat saya kuliah di luar. Tapi bagaimana bisa beli? Dananya yang nggak ada.
Sales         : Saya dengar ITS menganggarkan sekian milyar untuk laboratorium?
Profesor    : Memang benar itu, tapi dana sekian M untuk seluruh laboratorium di ITS. Paling kita hanya kebagian sekian juta.

Dari situ saya membayangkan, “Berapa puluh tahun lagi ya ITS akan menjadi research university? Kalau permalasahan alat laboratorium saja masih sedemikian rumit terganjal dana” Tapi bisa dimaklumi juga sih. Tahap ke arah research university kan memang tidak instan dan perlu waktu. Sabar saja:)

Sunday, April 24, 2011

Kalo Tidak Gila, Bukan Cinta

 Penipuan terkejam dalam hidup adalah cinta. Pengkianatan terbesar dalam hidup adalah cinta.
“Love is overrated,” Cinta itu demikian dibesar-besarkan.

Tiga Cinta

Ada tiga cinta yang kita kenal selama ini, yakni romantic love, friendship love, and fatherly or motherly love. Romantic love mensyaratkan kebersamaan, lebih mengarah pada fisik, bentuknya seperti keinginan untuk selalu bersama dan dekat.

Friendship love adalah keindahan persahabatan. Ia memberikan rasa kangen dan ingin bertemu. Keberlangsungan pernikahan lebih ditentukan oleh friendship love, bukan seberapa dalam, seberapa besar romantic love yang ada saat pernikahan. Karena sejatinya kekuatan pernikahan lebih ditentukan oleh indahnya persahabatan dan indahnya mempunyai rasa saling rindu.

Sedangkan fatherly or motherly love adalah cinta orang tua kepada anaknya, juga cinta seorang kakak kepada adiknya.

Unconditional Love

Kalau seorang Inggit mampu memberikan segalanya demi seorang Bung Karno maka itulah yang dinamakan unconditional love, cinta tanpa syarat. Tapi cinta tanpa syarat sejatinya adalah warisan Tuhan. Tidak ada yang mewarisinya kecuali satu wanita mulia bernama ibu. Unconditional love seorang ibu adalah kecintaan pada anak-anaknya.

Indikator Cinta Gila

“If it’s not crazy, it’s not love. Love is crazy, but it’s beautiful,”


Dikatakan bahwa cinta itu gila. Lantas apa indikatornya? Yang jelas, orang yang gila karena cinta, tidak menyadari bahwa dirinya gila. Yang bisa mengatakan bahwa ia gila adalah sudut pandang orang lain. 

Seorang anak tengah gila karena cinta. Dan orang tuanya mengetahui bahwa si anak ternyata tertarik pada orang yang salah. Itulah kegilaan. Ia hanya bisa dilihat dari kacamata orang lain.

Ketika kegilaan yang salah itu terjadi maka perlindungan keluarga adalah jalan keluarnya. Keluarga adalah landasan utama dalam pembangunan ketepatan hidup masa depan. Yaitu masa depan anak-anaknya.

Biarkanlah anak-anak bercermin pada keluarga sehingga mereka akan mencari pasangan seperti figur ibu dan ayahnya yang baik, yang perhatian kepada pasangan, dan juga menyayangi anak-anaknya.

What will You Do if….

Jika wanita pujaan Anda akan dilamar oleh pria lain maka apa yang akan Anda lakukan?
a. Mengajak kekasih Anda kawin lari
b. Mengajak duel pria yang akan melamar kekasih Anda
c. Cinta ditolak, dukun bertindak

Penonton 1         : “Saya pilih A karena itu yang paling memungkinkan,”
Mario Teguh : “Jadi paling tidak, kalau mau melakukan pilhan A ini, Anda harus memilih istri yang suka lari atau minimal jogging pagi-pagi ya?”

---Tertawa seisi ruangan---

Penonton 2 : ”Saya pilih opsi B. Tapi karena badan saya kecil, saya takut adu fisik. Cukup duel otak saja,”
Mario Teguh : “Cerdas cermat begitu?”
---Tertawa seisi ruangan---

Penonton 2  : “Kalau fisik mungkin semacam duel olahraga,”
Mario Teguh : “Olahraganya apa? Catur?”
---Tertawa lagi ---

Penonton 3   : “Nama saya Lukman Pak. Saya pilih opsi C karena itu lebih aman saja,”
Mario Teguh : ”Lukman itu nama orang beriman lho. Ini malah pilih C,”
---Tertawa lagi ---

Jadi sudah cukup bukti bahwa ketika seseorang gila karena cinta maka sesuatu yang tidak wajar dilakukan menjadi wajar. Karena itu, berhati-hatilah dengan cinta dan saat jatuh cinta.

And He’s The One Man

Bagaimana cara mengetahui bahwa dia adalah pasangan yang Tuhan tentukan bagi kita?
Jawabannya, perhatikan apakah dia sesuai dengan Anda? Apakah dia menjadikan Anda suka pada sesuatu yang menaikkan? Dan membuat Anda suka pada sesuatu yang membaikkan diri?
Tapi lepas dari semua itu, kita juga harus berserah pada Tuhan. Karena bisa jadi, kita juga salah pilih. 

Sepenggal Doa

Ya Tuhan, jika sudah kau ciptakan ia yang menjadi pendampingku maka pertemukanlah aku dengannya di saat yang tepat
Ya Tuhan, izinkanlah aku memuliakan diriku dahulu sebelum menemuinya
Hingga pada suatu saat kita bertemu maka aku juga akan menjadi pemulia ia yang berperilaku mulia


So, 
Cara terbaik untuk dicintai adalah mencintai
Cinta yang baik adalah cinta yang menuntun kita pada kesukaan melakukan kebaikan
Because,
Falling in love, that’s when we learn the beauty and the power of love
Falling in love, that;s when we expire to be come more, to be higher and bigger than our self
Falling in love, that’s when we begin to dare the dreams even it’s possible to achieve
Falling in love, that’s when we begin to see the life

Friday, April 22, 2011

Buku Saya




 
Buku-buku ini perasaan saya baca kayak bayar utang aja ya?
Pake nyicil! Sehari satu bab atau bahkan cuma satu lembar karena ketiduran=)

Resep Warisan


Lutfia :  “Kalau susah menulis opini, konon penyebabnya cuma satu hal,”
Upik   :  “Apa itu?”
Lutfia :  “Faktor internal aja kok, yaitu diri sendiri.,”
Upik   :  “Kok bisa?”
Lutfia :  “Iya donk, pengalaman pribadi soalnya, hehehehe=)”
Upik   :  “Terus biar bisa lancar nulis opini?”
Lutfia :  “Kuncinya ya harus MAU,”
Upik   :  “Kalau udah MAU tapi belum ada ide ber-opini tentang sesuatu?”
Lutfia :  ”Gampang, saya kasih tahu rahasia alias resepnya,”
Upik   :  “Apaan fi?”
Lutfia :  “Ini sih resep warisan (warisan ikut pelatihan maksudnya), diinget baik-baik ya? Resepnya adalah…….., ”
 
BERSAMBUNG…
 
Ups, saya lupa ini bukan sinetron, maka saya wajib melanjutkan dan tidak boleh membiarkan Upik beserta kawan-kawan pembaca merasa penasaran. Benar demikian?

Resepnya simple, 
 
Sudahkah Anda membaca?
Sudahkah Anda berdiskusi atau berdebat?
Seberapa sering berinteraksi?
Seberapa besar rasa keingintahuan Anda?
Kalau belum melakukan beberapa poin di atas, sepertinya memang sulit mengail ide apapun untuk ber-opini.

Belajar Jeprat-Jepret


Kenjeran Park adalah salah satu spot wisata di Surabaya yang saya kunjungi bersama saudara, Jumat (22/4). Bagi masyarakat asli Surabaya, kawasan wisata ini mungkin tidak begitu menarik hati. Kebetulan, saya berkepentingan meliput kegiatan menanam pohon mahasiswa ITS di sana.

So, daripada meliput sendirian, sekalian saja saya ajakin dua kakak saya. Karena DSLR punya kantor ada di tangan, hasrat buat motret-motret ala fotografi amatir pun jadi. Obyeknya juga nggak jauh-jauh, ponakan-ponakan sendiri…. Hhahahaha:))

Maklum masih pemula. Belajar teknik fotografi cuma dari referensi internet, soalnya saya hobby nongkrongin situs-situs fotografi. =)
Taraaammmm…… Dan Inilah hasilnya!!

Jepret 1: Foto ponakan aye namanya Rara, model amatir+fotografer amatir. Jadinya?




Jepret 2: Menangkap ekspresi ponakan saya, As’ad




Jepret 3: Sekitar Taman Bermain, sengaja lebih menonjolkan background









  Jepret 4: Warna-Warni





Setelah saya melihat foto-foto di atas, barulah terpikir bahwa Kenjeran tidak jelek-jelak amat di beberapa spot. Malah kesannya seperti taman-taman di luar negeri (maksud saya ini, di fotonya lho!)…. hhhehehe=))

Wednesday, April 20, 2011

Kartini Saya Bukan Siapa-Siapa

Kita tidak pernah kehilangan sosok Kartini.
Sosok yang konon adalah pembawa pembaharuan.
Katanya pula, ia adalah penuntut kesetaraan.
Dan lagi-lagi konon, ia adalah tokoh emansipasi.
Benar atau tidaknya, saya sendiri kurang tahu.
Karena selama ini saya hanya baca dari buku sejarah.
Selama ini juga saya hanya dengar apa yang guru saya sampaikan.
Bahkan saya juga ikut-ikutan lomba baca puisi sekolah pas Hari Kartini.
Tapi semakin dewasa, saya justru tidak semakin kagum dengan sahabat karib  Abendanon, si noni Belande.
Tak apalah, mungkin ini efek tak pernah belajar sejarah di bangku kuliah.. hhahaha:)
Toh, di hati saya masih penuh dengan cinta kepada Kartini.
Kartini saya bukan siapa-siapa
Kartini saya adalah ia yang merawat saya sedari kecli dan membiarkan saya bertumbuh hingga saat ini.
Kartini nomor satu saya ya ibu.
Ini bunga persembahan untuk Kartini sejati di hati saya
Ya, setangkai bunga untuk ibu.

Friendly Punkers

Apa yang Anda pikirkan ketika melihat orang bertato duduk di samping Anda? Merasa takut? tidak nyaman? atau berprasangka buruk terhadapnya? Saya kira pasti hampir semuanya dirasakan. Jangankan duduk berdampingan, melihat dari jauh saja sepertinya sudah merasa demikian. Setidaknya, itulah stigma yang dimiliki masyarakat kita. Tampang sangar dengan atribut ala punkers seolah benar-benar mencitrakan image 'jalanan' dan paham kebebasan milik diri sendiri.

Apa yang mereka suka? Jelas, musik rock adalah genre wajib bagi kalangan mereka. Rambut yang sudah bertatan jabrik pun jadi tambah jabrik karena berjingkrak mengikuti kerasnya hentakan musik. Muisk rock, konon dimunculkan kaum terpinggirkan yang sangat ingin meluapkan 'ekspresi'-nya. Rock adalah bentuk eksistensi kalangan bawah. Mereka ingin menunjukkan sentilannya akan kebebasan terhadap kaum ekspatriat yang saat itu hanya mau menikmati sajian seriosa dan orkestra. Ada juga yang menyebut bahwa rock adalah 'Musik frustasi'.


"Now, all is different. Rock become universal. It's not just showed by one community,"

Lantas bagaimana dengan punkers saat ini? Masih identikkah dengan tato, kekerasan, dunia jalanan dan corat-coret fasilitas umum? Sebagian masih demikian, tapi tidak dengan sebagian yang lain. Pernah melihat punkers menolong seorang nenek menyeberang? Atau melihat komunitas mereka berwisata keliling Indonesia karena kekagumannya pada alam tanah air? Senang sekali pasti jika Anda berkesempatan melihat hal itu. Dan stigma negatif masyarakat pada umumnya tersebut, bagi saya hanyalah stigma. Pars prototo!!! Bukan Totem pro parte:)

Nge-teh


Nge-teh itu asyik. Bisa buat relaksasi.
Nge-teh itu asyik saat jam-jam santai.
nget-teh pas cuaca dingin, apalagi pas musim hujan, tambah mantap lagi.
Jadi iseng deh buat motret ini teh yang biasa saya seduh di kantor.
Udara kantor dingin karena ada Ac nyala. Ya sudah saya seduh saja teh biar menghangatkan.
Hangatkan suasana hati tepatnya.
Lumayan lah buat ngilangin penat sehabis kuliah dan kadangkala manjur juga usir suntuk kalo kebetulan lagi mampir gak ngenakin hati.

Sunday, April 17, 2011

Ber-bahasa

“We engineers are the masters of the language of mathematics but when it comes to the language for interpersonal communication many of us are found wanting,”
 
Saya tersenyum membaca tulisan di atas. Ya, secara tidak sengaja saya menemukannya terselip diantara beberapa browsing-an siang itu. Artikel yang hanya sekitar 300 kata itu mengatakan bahwa keahlian berkomunikasi demikian penting. Entah itu secara lisan maupun tulisan.
 
Teman saya sesama reporter pernah mengeluhkan satu hal kepada saya. Ia mengatakan upgrading atau pelatihan yang dikhususkan untuk men-training kami tidak asyik. Satu-satunya pembicara yang mengisi tidak bisa mengkomunikasikan materinya dengan cukup baik alias ‘garing’ kalau mengutip pernyataan teman saya itu.
 
Wartawan bisa saja menyampaikan cerita dengan sangat baik lewat tulisannya. Serentetan hasil reportase lapangan pun bisa jadi terangkai apik ketika diolah di meja redaksi. Tapi bagaimana saat harus   menyampaikannya secara lisan? Menuturkannya secara langsung dan runtut tanpa membuat pendengarnya tersesat? Itu soal lain Bung.
 
Pernah membaca jurnal-jurnal penelitian? Itulah salah satu bentuk komunikasi. Mereka, para pakar atau peneliti, mengkomunikasikan berbagai temuannya melalui media semacam jurnal ilmiah. Tapi sekalipun sudah berbentuk riil dan tertulis di atas kertas, bukankah transfer secara lisan pun juga masih sangat dibutuhkan? Adakah orang yang membuat sebuah riset tanpa ada pengkaji lainnya? Paling tidak, si peneliti harus mempertanggungjawabkan tulisannya tersebut dalam forum ilmiah juga. Yang perlu dilakukan mutlak presentasi, sama artinya dengan berkomunikasi secara lisan.
 
Pada dasarnya, inti dari komunikasi adalah transfer informasi. So, sebagai calon (semoga) engineer, kita juga dituntut dapat berbahasa dengan baik. Karena soal ngomong bukan cuma urusan orator, politikus, ato presenter tapi juga para engineer. Dan karena soal nulis bukan cuma urusan jurnalis, novelis, ato sekretaris tapi juga insinyuirs (yang ini maksa). Hahaha;))

Serba Facebook

Terkadang sangat mengesalkan memang ketika semuanya menjadi serba facebook. Bayangkan saja, promosi barang jualan selalu lewat facebook, menginfokan kegiatan lewat poster juga di facebook,  bahkan banyak organisasi pun membuat forum juga di facebook. Dunia jadi minim interaksi. Kapan pun dan dimana pun facebook seolah sudah menjadi candu. Sejak mata ini membuka mata hingga kembali akan beranjak tidur, membuka facebook seolah sudah menjadi rutinitas, entah sekedar ingin mengecek notifikasi atau update status.
 
Demam alias wabah facebook ini bukan tanpa efek. Menurunnya sosialisasi adalah satu diantara banyak dampak yang ditimbulkannya. Mendengarkan ceramah sambil facebookan, nonton TV, sambil facebookan juga, nonton konser sudah tentu sempat nengok facebook (hlah, buat apa beli tiket konser kalau tidak total untuk menikmatinya?)
 
Dan jeleknya, saya adalah seorang fesbuker, yang juga menjadi bagian dari facebook addict ini. Memang konyol dan kadang kesal sendiri!