Pages

Thursday, June 27, 2019

Toleransi

Pengalaman berpindah-pindah kota membuat saya menyadari, tidak ada tempat yang lebih toleran selain Bali. Tidak hanya dari satu aspek ya, misal seperti bagaimana masyarakat Bali sangat welcome dengan wisatawan baik lokal maupun asing. Tapi saya baru mengenal satu sisi baru makna kata toleran yang lebih dalam di sini. Dari mana? Dari cerita-cerita orang Bali sendiri.

Siapakah yang berkisah kepada saya tentang toleransi? Mereka, mitra ketua arisan yang dengan terbuka berkisah apa makna toleransi yang sudah mereka jalani sendiri.

Bagi saya, menjalin hubungan dengan mitra ketua arisan artinya merajut kekeluargaan. Mengenal ketua arisan artinya mengenal sosok ibu rumah tangga, mengenal juga anak-anaknya, mengenal kesehariannya, dan budayanya.

Saat saya berkunjung, selalu ada cerita berbeda. Ya, karena tentu saja tiap keluarga punya cerita. Di setiap obrolan dan candaan bukanlah sekedar basa-basi untuk closing atau dealing. Saya percaya, bisnis itu akan tumbuh dengan sendirinya tergantung bagaimana kita menjalin hubungan baik dengan siapapun. Konteks kunjungan bagi saya selalu berangkat dengan niat membantu mitra ketua arisan agar bisa memaksimalkan potensi mereka. They grow, our business grow. Demikian siklusnya.

Bicara soal toleransi, saya menangkap beberapa cerita dari mitra ketua arisan, yang kalau ditarik benang merahnya, semuanya hampir sama.

Ketiga mitra saya adalah wanita asal Bali. Ketiganya dibesarkan di lingkungan keluarga beragama Hindu. Namun semuanya memutuskan mengikuti keyakinan sang suami saat menikah. Ada yang menjadi mualaf, ada yang pindah Nasrani, ada juga yang pindah Katolik.

Lantas bagaimana hubungan mereka dengan keluarganya? Harmonis. Semuanya saling menghargai. Sebelum pindah keyakinan, mereka melakukan upacara mepamit yang artinya berpamitan atau perpisahan. Ritualnya dilakukan di sanggah pihak wanita, untuk berpamitan kepada para leluhur.

Tentu saja pilihan untuk berpindah agama pada awalnya memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Tapi di Bali, khususnya bagi perempuan, mengikuti keyakinan suami bukanlah hal yang baru.

“Dulu saya sudah hampir jadi pemangku. Tapi ternyata takdirnya berbeda. Untungnya, orang tua saya sangat open minded. Jadi semua hubungan baik masih terjaga hingga saat ini,” ujar bunda Angel, salah satu mitra ketua arisan.

Lain lagi dengan bunda Gusti Putu Ayu. Dia berpindah keyakinan sampai dua kali. Awalnya dia mengikuti suami yang beragama Nasrani. Sayang pernikahannya tersebut tak bertahan lama. Di pernikahan keduanya, ia kembali mengikuti keyakinan sang suami yang beragama Islam. “Awalnya sempat diragukan sama orang tua karena sudah pindah keyakinan dari Hindu tapi akhirnya harus berpisah. Sekarang dapat yang beda keyakinan lagi. Tapi syukurlah, karena orang tua sudah mencari tau banget latar belakang calon suami, jadi diizinkan untuk ikut suami,” kisahnya.

Mitra ketiga saya bernama Bunda Ayu. Beliau adalah istri salah satu anggota TNI. Di sela-sela obrolan kita berdua soal arisan sore itu, kita juga sempat membahas budaya Bali yang banyak sekali tradisi dan upacaranya. Dengan detil, beliau bisa menjelaskan pritilan yang harus disiapkan untuk upacara.

Ternyata, sebelumnya bunda Ayu memang pemeluk Hindu dan sekarang mengikuti keyakinan sang suami yang beragama Katolik. “Bagi saya, baik itu Hindu maupun Katolik sama-sama mengajarkan kebaikan. Hanya saja caranya berbeda,” ujarnya berbagi pandangan.

Satu lagi mitra ketua arisan saya di Singaraja. Nama aslinya adalah Mardlatilah Maring asal NTT. Saya menanyakan namanya di perumahan Secata Singaraja tidak ada yang kenal dengan nama aslinya tersebut. Ternyata nama panggilannya adalah Bunda Komang. Beliau pindah agama mengikuti sang suami yang asli Bali beragama Hindu. Ya, di Bali, anak laki-laki adalah penerus keluarga, yang mewarisi Pura leluhur keluarga, jadi wajib untuk mempertahankan keyakinannya.

Kalau disimpulkan, kecenderungannya perempuan Bali mengikuti suami. Begitu pula sebaliknya, Laki-laki Bali cenderung mengajak sang istri ke Hindu. Tapi sekali lagi itu hanya kecenderungannya. Tidak berlaku di semua.

Apa yang saya tulis di atas, tentunya hanya sekelumit cerita. Karena sebenarnya, apa yang mereka sampaikan tak sesingkat itu karena dibumbui dengan roman pertemuan dengan pasangan masing-masing. Ditambah cerita penyedap dengan kelucuan-kelucuan receh karena jetlag perbedaan di awal-awal berkeluarga.

Hanya secuil cerita soal toleransi di Bali, tapi membuat saya makin jatuh hati. Seberbeda apapun, Bali tetaplah Bali dengan pembawaan yang damai enggan berkonflik.
 
Because our heart is not belong to us. It’s belong to Him

Tuesday, June 25, 2019

Silly Compilation

Sepertinya belum genap 2 bulan saya tinggal di Bali, tapi rasa-rasanya sudah banyak sekali asam garam yang disajikan pulau ini. Mix and random! Saya terlempar ke sini di bulan puasa, belum 10 hari sudah dapat field visit dari Jakarta, dan dengan kepedean tingkat dewa menjelajah jalanan besar sampai gang kecil-kecil menggunakan motor ber-plat L. Kalau ditanya siapakah teman setia selama di sini? Tentu saja google maps tercinta! Aku padamu google! Hahahaha

Selama ini saya hanya mengenal Bali dari berbagai keelokan wisatanya. Itu saja sudah cukup membuat saya jatuh hati. Sekarang, saya harus mengenalnya lebih dekat dalam konteks pekerjaan. Mitra kami, ketua arisan tersebar di seantero Bali di seluruh kabupaten dan kota. Hingga hari ini setidaknya saya sudah mlipir ke wilayah Denpasar, Badung, Singaraja, dan Gianyar. Mlipir ini nanti harus naik tingkat menjadi eksplor. Dan saya pastikan 6 bulan di sini, saya sudah sampai di level itu. Butuh sedikit keberanian dan effort untuk keluar dari zona mager kalau istilah zaman now-nya.

Jadi ceritanya, tawaran mutasi pindah ke Bali sempat membuat hati galau. Mutasi artinya keluar dari zona nyaman tinggal di Surabaya dan memulai lagi untuk kost, adaptasi, dan eksplor sana-sini di tempat baru. Pindah kota dalam rentang waktu yang pendek bukan jadi soal sih karena pada dasarnya saya gampang beradaptasi. Alhamdulillah kegalauannya tidak berlangsung lama, saya putuskan untuk menerima tawaran tersebut. Kenapa? Simpel saja, karena tawarannya Bali!

Selama saya di sini, banyak hal konyol yang terjadi, terutama saat visit ke rumah ketua arisan. Sengaja saya tulis di sini agar tidak lupa. Setidaknya, punya cerita lah selama di Bali.

Doggie
Jadi setiap saya visit, tidak ada yang bisa saya andalkan selain peta di google. Dalam hal mencari alamat, alhamdulillah tingkat nyasarnya minim. Yang menjadi masalah adalah saat google maps nya yang ngaco. It’s terrible!

Saya pernah nyasar di Sidakarya, deket kosan cuma gara-gara mbah google mengarahkan saya ke gang buntu. Gang buntu nggak masalah sih, tapi di situ ada 3 anjing gede. Ketiganya kompakan menggonggong gaes! Sengaja kayaknya biar saya terintimidasi. Mereka kayaknya juga tau saya takut sama dogie yang jagoan. Makin nyaring lah mereka menyalak. Duh, saya nggak punya pilihan selain cepet-cepet putar balik di ujung gang buntu itu. Dan wuuuuusssss secepat kilat melewati dogie-dogie yang menggonggong dan pasang kuda-kuda kayak mau ngejar.

Sebenernya saya udah pasang tampang tenang kayak sok sok nggak takut sama mereka gitu. Tapi kayaknya insting mereka kuat, jadi tau mana yang pura-pura nggak takut sama yang takut beneran. Jadi gagal deh. Hehe

Tapi ngomong-ngomong soal dogie, banyak banget anjing yang lucu-lucu di Bali. Bawaannya jadi pengen main sama mereka. Tapi kadang kasihan kalo pas ngelihat dogie yang tampangnya melas dan kurang terawat gitu. Kalau di Jawa, sama kayak kucing gitu kali ya. Bedanya karena ini Bali jadi banyakan dogie deh.

Carilah Masjid Sampai KUA
As we know, mayoritas keyakinan di Bali adalah Hindu. Jadi kalau mau nyari masjid tentunya nggak semudah di Jawa, yang di tiap sudut ada. Tapi bukan berarti nggak ada masjid sama sekali ya.

Nah pengalaman unik waktu nyari masjid terdekat di sekitar Sukawati Gianyar adalah masjidnya KUA. Awalnya nggak curiga apa-apa saat mau ke sana. Sampai akhirnya menemukan papan bertuliskan “Pengumuman Nikah Rujuk”


Oke deh fix dapat disimpulkan masjid ini benar-benar bernuansa KUA.

Children
Saya tuh suka nggak tahan lihat anak kecil yang lucu. Bawaannya pengen toel-toel dan berinteraksi. Karena pekerjaan saya lingkupnya adalah emak-emak, bisa dipastikan lingkupnya sama anaknya emak-emak juga. Kayaknya saya harus bikin postingan khusus yang judulnya: Children Compilation.

Usianya beragam, mulai dari yang masih baby unyu-unyu sampai yang udah abege. Emang dasar bocah, ada yang malu-malu, ada yang SKSD, ada yang cuek, ada yang caper, ada yang pendiem, ada yang ceriwis. Momen sedih adalah saat saya harus undur diri. Nggak sabar jumpa sama (emak) mereka lagi!!


Kalau yang nyapa udah kayak yang ini mana tahan!!! My cute pie, saya langsung ngefans maksimal sama nih bocah!!