Pages

Saturday, November 23, 2019

Solo Travelling

Bepergian bagi saya nggak harus selalu rame-rame. Sendiri pun jadi. Kadang memang kondisi yang memaksa harus bisa jalan sendirian, tapi ada saatnya memang ingin jalan sendiri.

Memaknai perjalanan bareng temen ataupun sendiri tentunya beda banget sih. Saat jalan bareng temen artinya kita akan berbagi dalam banyak hal, baik itu cerita, hal-hal kecil yang perlu diputuskan bersama, sesimpel mau makan apa misalnya ataupun barang yang akan kita beli juga bisa jadi panjang cerita kalau ada temennya. Tapi itu seninya jalan rame-rame, akan selalu seru!


Sejak awal bulan November ini banyak kegiatan kantor yang sifatnya jalan-jalan bareng team. Habis regional meeting, keesokan harinya kita lanjut main bareng ke taman safari, udah kayak wisata keluarga bahagia gitu, hehe. Lanjut camping bareng ala-ala survival di tepi pantai dan tidur di tenda. Seriusan, ini camping yang kita ribet bawa tenda sendiri, tidur pakai matras, tanpa ada listrik. Sumber cahaya hanya berasal dari layar handphone, senter, dan lampu camping solar cell aja. Bawa pop mie segambreng, kopi, dan aqua berliter-liter. Masaknya? Kita cuma masak air bawa kompor camping mini berbahan bakar bensin.

Dan tentu saja, kita semua jadi banyak ngobrol dan banyak cerita. Sepanjang perjalanan di mobil, sepanjang tracking, saat mendirikan tenda, menjelang tidur, mandi di pantai, semuanya nggak lepas dari ngobrol! It was really fun. Di sana kita semua yang sudah akrab jadi makin nggak karu-karuan akrabnya. Level apa tuh kalau udah akrab nggak karu-karuan? Haha

Minggu depannya, setelah balik ke Bali saya dapat kunjungan dari HO si Ardianta dan mbak Puput untuk keperluan research project. Butuh 10 sampling Mitra Ketua Arisan untuk kita visit. Okay, karena sudah sangat rutin dapat kunjungan, saya sudah sangat profesional mengatur jadwal, haha. It’s gonna be tiring, 10 orang bakal depth interview buat gali insight, belum lagi ada tambahan visit ruang berbagi di beberapa Mitra yang memang ingin sekali dikunjungi. What can I do selain memberi mereka kesempatan memang ingin bertemu tim dari HO? The show must go on gaes!

Kita bertiga menjelajah Denpasar-Badung selama 3 hari dengan motor dari satu rumah ke rumah yang lain. Sengaja cuma sekitar Denpasar-Badung aja karena kita nggak punya cukup waktu untuk melanglang buana ke seantero Bali. Entah gimana caranya saya harus dapat sample sesuai kriteria di kedua wilayah itu.

Well beneran itu rasanya tiga hari udah kayak anak jalanan. Pekerjaan saya sehari-hari saja kalau visit nggak sampai segitunya. Nah giliran kena kunjungan tim research harus segitunya banget kerjanya.

Singkat cerita energi untuk ketemu banyak orang sudah terserap habis. Weekend saya hanya memilih bobok cantik di kosan.


Solo travelling adalah salah satu cara saya untuk recharge energi setelah berinteraksi dengan banyak orang. I don’t need to depend to anybody else. I can decide everything by myself. Dan tentu saja dengan jalan sendirian saya jadi lebih mengenal diri sendiri. Seolah kayak ngetes limit saya tuh sejauh apa sih?

Mungkin sebagian orang berpikir kok bisa sih jalan-jalan sendirian? Apa nggak bingung nggak ada yang diajak ngobrol? Kalau saya sih sebenernya nggak perlu mikir kita akan kesepian saat perjalanan karena kita bisa memilih waktu kapan saja untuk berinteraksi dengan orang lain saat kita travelling.

Sama siapa biasanya saya ngobrol? With local people, dengan anak-anak kecil yang kadang dijumpai di perjalanan, dengan pemilik warung, dengan barista yang bikinin kopi pesanan kita, atau dengan sesama pelancong. Mereka akan cerita hal-hal yang saya pengen tau, ada apa aja di sini dan sekitar sini.

So, travelling sendirian bukan berarti kita nggak jadi pribadi yang open. Justru sebaliknya, saya bisa dapat banyak sudut pandang dan pengetahuan mengenai kearifan lokal. Karena nggak mungkin saya ngobrolin topik yang nggak nyambung sama mereka. Beda cerita kalau hangout sama temen kerja, eh pembahasannya pasti ada aja yang nyangkut soal kerjaan, padahal lagi jalan-jalan. What a life!

Jadi mau jalan rame-rame ataupun sendirian, buat saya tetap harus ada maknanya :)

Friday, November 22, 2019

Kadar Gula

Sejujurnya saya sendiri bingung kenapa harus menuliskan “Kadar Gula” sebagai judul. Tapi memang belakangan saya khawatir sih kalau-kalau kadar gula saya naik. Meskipun pada kenyataannya saya nggak check up ke dokter untuk membuktikan beneran naik atau nggak, hehe.

Kalau soal makanan, saya suka yang manis-manis, tapi bukan manis yang kebangetan juga. Harus yang pas takarannya. Sudah bisa ketebak kan, saya lebih seneng jajan dibanding makanan berat. Faktanya gitu. Jajanan pasar adalah salah satu favorit saya. Kalau minuman, semacam thai tea atau kopi yang light, ada susunya. Tapi makin ke sini, kayaknya saya harus segera menyadari, bukan hal yang baik kalau saya nggak membatasi yang sweety sweety itu tadi.

Saya baru kepikiran sih kalau di setiap kunjungan ke rumah Mitra Ketua Arisan, selain mendapat sambutan kehangatan, saya juga mendapat welcome drink. Dan minuman ini bukanlah air putih saudara-saudara melainkan bisa teh, sirup, jus, ataupun kopi. Minuman ini karena emang dasarnya dibuatin, saya nggak bisa ngontrol berapa sendok gula yang dipakai. Lebih seringnya, minumannya manis maksimal.

Saat disuguhi minuman, saya selalu menghabiskannya. Sayang kalau nggak diminum habis, ujungnya nanti pasti dibuang. But the problem comes when I have to visit more than 1 Mitra Ketua Arisan. Sehari saya kunjungan 3 Mitra, 3 gelas pula yang harus saya habiskan. OMG!!! Tau nggak dalam hati apa doa yang saya panjatkan saat minum? “Ya Tuhan, niat saya baik menghabiskan minuman ini karena saya menghargai tuan rumahnya dan sayang kalau harus kebuang kalau nggak diminum. Mudah-mudahan kadar gula saya nggak naik karena minum ini.”

Hahahaha konyol sekali tapi itu serius saya panjatkan dalam hati doanya. Jadi ingat culture shock saat saya dulu dapat penempatan di Bandung. Saat bertamu, saya agak kaget karena yang disuguhkan tuan rumah adalah air putih hangat. Bukan apa-apa karena sudah jadi kebiasaan di Jawa kalau suguhan minum lebih sering dibuatkan yang manis-manis, nah ini air putih doang. Ditaruhnya di gelas yang bagus banget lagi. Tapi kalau dipikir-pikir air putih emang lebih sehat sih.

Jadi merindukan disuguhkan air putih. Kalau bertamu, sejujurnya saya lebih happy ketika dikasih aqua gelas. Saat minum nggak pakai mikir, udah jelas air putih itu baik buat kesehatan. Betul apa betul?