Pages

Sunday, October 6, 2019

Working for Impact


Ceileeee judulnya working for impact. Klise banget nggak sih kelihatannya? Menurutku sih iya. Emang ada kerjaan kayak gitu? Bantuin orang tanpa pamrih?

Well kerja di dunia sales udah pasti identik sama target lah ya. Namanya aja sales, kerjanya apalagi kalau bukan kejar target jualan. Tapi entah kenapa sales di kerjaanku saat ini kayaknya punya definisi lain. Setidaknya, itu sih yang aku rasain.

Working process sekarang berbeda 180 derajat dengan lima bulan yang lalu dimana dulu tuntutannya adalah nge-lead tim internal yang namanya sales. Sekarang tantangannya adalah nge-lead mitra yang notabene eksternal. Push and pull is a BIG NO here. It’s never gonna be worked for both of us.

Emang sih kalau dirunut lagi, perubahan adalah sebuah keniscayaan. Tinggal kitanya mau stretch atau nggak dengan kondisi kekinian. Nggak cuma buat sekarang aja, bisa jadi perubahan itu sendiri adalah bentuk antisipasi di masa mendatang. Setidaknya itu dulu sih yang harus dipahami biar bisa selalu positif di pekerjaan. Dan aku sih setuju 100%.

Ngomong-ngomong soal working for impact, kayaknya dengan model sekarang ini deh aku ngerasa bahwa kata-kata itu nggak klise. I mean, bukan sekedar polesan untuk bilang bahwa perusahaan ini punya misi sosial.

Aku nggak pernah ngebayangin sebelumnya bakalan ngajarin mitra Ketua Arisan atau dalam hal ini emak-emak untuk berkembang bareng kita dan hasilnya mereka terbantu secara perekonomian lewat tambahan penghasilan. I used to lead my team in a professional way. Nah sekarang harus nge-lead emak-emak dengan cara yang lebih humanis, paham gaya mereka, tanpa kehilangan sisi profesional sebagai representasi perusahaan. Is that easy? No!!!!

Meskipun nggak sampai harus hapal harga cabe hari ini berapa, setidaknya aku harus paham gimana kesibukan emak-emak dalam kesehariannya. Jangan salah, mereka bisa lebih sibuk dari orang kantoran lho! Jadwal antar jemput ada, jadwal ke pasar ada, jadwal masak ada, jadwal ke pengajian ada, jadwal kerja ada, semuanya ada.

Pernah nih aku tanya ke salah satu mitra, “Bunda jam-jam longgar nya jam berapa ya? Saya mau nelfon,” tanyaku. Bunda di seberang dengan polosnya menjawab, “Jam segini dah kalau mau telfon, saya sudah santai. Tapi nggak tau kalau nanti tiba-tiba keganggu mbak Lutfi, soalnya saya sendiri nggak tau jam-jamnya anak saya rewel jam berapa.” Spontan aku ngakak karena ada jadwal ngurusi anak rewel yang jamnya ternyata nggak bisa diprediksi. OMG, welcome to the jungle Lutfia!! Haha

Selalu ada hal-hal kecil yang membuatku takjub setiap harinya. Tapi satu hal sih yang aku nggak dapat saat nge-lead tim internal adalah ketulusan emak-emak ini untuk membantu sesama mitra Ketua Arisan beda banget. Bukan berarti kalau tim internal yang bantuin artinya nggak ikhlas ya. Tapi beda banget aja rasanya. Paham nggak maksudku? Ketika mereka mau bantuin, semangatnya buat ngajarin itu beda. Indescribable feeling lah pokoknya.

Satu lagi, mitra Ketua Arisan yang aku mentori ini tadi, mereka punya semangat yang berapi-api buat mencapai goalnya. Udah kayak Goku yang mau ngumpulin 7 Dragon Ball. Hehe

Termasuk semangat untuk belajar hal-hal baru. Aku tuh sampai terharu. Jadi aku bilang bahwa besok akan ada field visit dari tim HO di wilayahnya si ibu yang aku mentori. Dia panik dan nervous karena di kunjungan itu nanti dia yang akan menjelaskan program terbaru ke ketua arisan di wilayahnya. Tebak apa yang dia lakukan di malam sebelum field visit? Dia latihan presentasi di depan suaminya, suaminya yang pegang buku catatannya buat ngoreksi. Kalau ada yang kurang pas, suaminya ngasih masukan. Ya ampun, aku langsung meleleh dengerin ceritanya. Segede itu loh semangat si ibu buat belajar.

Ada lagi mitra yang mendapat dukungan penuh dari suaminya untuk berkembang. Mereka keluarga kecil dengan satu anak. Dengan sabar, sang suami menemani sang istri dan jagain anak mereka yang masih berusia 4 tahun, sementara ibunya sedang memimpin kopdar Ketua Arisan. Ya ampun, aku terharu lagi.

Contoh lainnya, nggak pernah kebayang juga sebelumnya kita bakal bisa ngajarin emak-emak buat jadi active user dari Gopay. Kita ngajari mereka untuk transaksi secara cashless perlahan-lahan karena kita tahu ke depan semuanya akan serba digital.

Dari situ aku makin yakin kalau ada istilah women empowerment itu bukan cuma isapan jempol. Banyak perempuan di luar sana yang punya semangat luar biasa untuk belajar dan berkembang. Bukan tidak mungkin kan perempuan bisa bantu perekomian keluarga? And yes, working for impact is real!