Part I –Laboratorium
Semuanya berawal ketika saya mendengarkan curahan uneg-uneg seorang Profesor dari Teknik Mesin di sela-sela wawancara. Sudah menjadi kebiasaan dalam setiap saya mewawancarai orang untuk selalu bisa mendengar. Atau sesekali dengan sengaja, saya menggiring mereka ke pertanyaan-pertanyaan di luar topik untuk sekedar mengakrabkan diri.
Topik utama saat wawancara berlangsung sebenarnya seputar sejarah ITS. Tapi saya maklumi juga kalau beliau membicarakan berbagai hal di luar konteks. Dari situ saya tahu perspektif mereka yang unik memandang berbagai sisi, mulai dari urusan kampus sampai urusan bisnis dan keluarga.
“Laboratorium kita sekarang alatnya sangat ketinggalan zaman. Bagaimana bisa kita melakukan riset untuk membuat publikasi internasional dengan peralatan seperti ini? Minder kita,” ujarnya semangat. Si Profesor melanjutkan ceritanya. Pernah suatu kali ia mendapat kunjungan dari universitas luar negeri. Salah satu agendanya adalah mengelilingi laboratorium. Dan pertanyaan yang keluar dari tamu luar negeri itu, “Kalian melakukan riset dengan alat seperti ini? Kenapa tidak menggunakan alat yang baru? Kan ada yang lebih canggih?”
Lantas Profesor Teknik Mesin mejawab. “Apa salahnya? Kalau dengan alat yang lama pun kita juga bisa mengukur dengan degan akurat?” ujarnya mencoba berargumen saat itu. Padahal dalam hati, ia berkata sebaliknya. “Padahal duik’e sing gak onok gawe tuku alat,” sebutnya sambil terkekeh kecil. Saya yang mendengarkan juga ikut tertawa jadinya.
Tak bisa ditampik bahwa sebagai sebuah institut berbasis teknologi, ITS memiliki jumlah laboratorium yang tak sedikit. Sementara jika hendak membandingkan dana yang khusus dialokasikan untuk laboratorium, jelas tak sebanding. Dana untuk membeli satu alat saja bisa jadi merupakan total dana untuk seluruh laboratorium di ITS. Saya hanya bisa berdecak.
Si Profesor kembali melanjutkan ceritanya. Sehari sebelum kami wawancara, ada perusahaan alat-alat laboratorium (dalam hal ini mesin) menawarkan sebuah mesin (saya lupa mesin apa namanya, sampai beliau menunjukkan brosur mesin seharga sekian M tersebut kepada saya).
Percakapan yang terekam:
Sales : Ini ada mesin bagus untuk laboratorium Anda.
Profesor : Iya saya tahu ini barang bagus karena saya pernah pakai saat saya kuliah di luar. Tapi bagaimana bisa beli? Dananya yang nggak ada.
Sales : Saya dengar ITS menganggarkan sekian milyar untuk laboratorium?
Profesor : Memang benar itu, tapi dana sekian M untuk seluruh laboratorium di ITS. Paling kita hanya kebagian sekian juta.
Dari situ saya membayangkan, “Berapa puluh tahun lagi ya ITS akan menjadi research university? Kalau permalasahan alat laboratorium saja masih sedemikian rumit terganjal dana” Tapi bisa dimaklumi juga sih. Tahap ke arah research university kan memang tidak instan dan perlu waktu. Sabar saja:)
Profesor : Iya saya tahu ini barang bagus karena saya pernah pakai saat saya kuliah di luar. Tapi bagaimana bisa beli? Dananya yang nggak ada.
Sales : Saya dengar ITS menganggarkan sekian milyar untuk laboratorium?
Profesor : Memang benar itu, tapi dana sekian M untuk seluruh laboratorium di ITS. Paling kita hanya kebagian sekian juta.
Dari situ saya membayangkan, “Berapa puluh tahun lagi ya ITS akan menjadi research university? Kalau permalasahan alat laboratorium saja masih sedemikian rumit terganjal dana” Tapi bisa dimaklumi juga sih. Tahap ke arah research university kan memang tidak instan dan perlu waktu. Sabar saja:)
pak joko poenya
ReplyDelete