Tak ada yang pernah sama. Suku, agama, budaya, bahasa, adat, dan banyak hal lainnya pun tak pernah sama. Tapi tak lantas ketika ada beda, kita jadi beda. Bagi saya, seberbeda apa pun, kita semua tetap sama.
Sejatinya, perbedaan itu demikian indah. Ibarat pelangi, benturan-benturan perbedaan spketrum itu bisa menimbulkan harmoni. Siapa yang tak suka harmoni? Harmoni warna dalam lukisan, harmoni nada dalam lagu, harmoni notasi dalam deretan rumus, atau harmoni-harmoni lainnya. Hebatnya, harmoni itu sanggup menebar energi positif bagi penikmatnya.
Ketika perbedaan itu dekat, sedekat batas antar spektrum warna pelangi, ia masih saja anggun. Ketika goresan-goresan abstrak dibenturkan di setiap sudut kanvas, nyatanya tetap indah juga dinikmati. Luar biasa. Demikian banyak Tuhan ciptakan hal yang berbeda, nyatanya semua berakar pada satu hal, keindahan. Keindahan yang juga berarti kedamaian.
So, marilah saling menghormati perbedaan satu sama lain.
Pages
Friday, March 23, 2012
Kepura-puraan
Dunia ini isinya bermacam-macam karena memang demikian yang Tuhan ciptakan. Tak terkecuali manusia, yang pada kodratnya sifatnya pun beragam. Manusia, sebagai makhluk yang dinamis, pasti berubah. Ia dituntut menjelma sesuai zamannya masing-masing. Perubahan itulah yang kadang kala kurang bijak disikapi.
Dulu, kebutuhan manusia bisa dikatakan cukup sederhana. Sementara kalau dibandingkan dengan era sekarang, tentulah bukan ukurannya lagi. Gadget mahal, mobil, internet, rekreasi, sudah menjadi kebutuhan yang dimutlakkan ada. Tak bisa dipungkiri memang, di setiap pergeseran zaman memang memiliki trennya masing-masing.
Pernah saya melihat akun facebook beberapa teman. Gaya hidupnya sekarang sudah sangat ibukota, sering clubbing, punya hoby fotografi sampai jalan-jalan ke luar negeri. Ratusan foto tak ketinggalan turut diunggah mengikuti statusnya,seolah ingin menunjukkan “Yeah, this is my style!”
Fenomena seperti itu hanyalah satu di antara sekian banyak indikasi macam-macam isi dunia. Apa yang tengah ‘in’ bisa dipastikan dikuti secara jamaah, seolah menjadi pembenaran bagi siapa pun yang terbawa arus. Yang tidak ikut-ikutan pun hanya bisa menonton apatis, merasa tidak perlu bertanggung jawab.
K H M Cholil Bisri dalam buku berjudul Menuju Ketenangan Batin menulis, dunia saat ini adalah dunia yang dipoles. Setiap orang bisa menunjukkan apa yang yang ingin ditunjukkannya. Citra, demikian mudah ia dibentuk sesuai kepentingan dan keinginan. Hendak jadi wakil rakyat, berbondong-bondong orang rajin berderma dan menunculkan diri sebagai pahlawan di masyarakat. Setelah mendapatkan jabatan, mendadak lupa dengan janjinya kepada tukang becak, penjual sayur di pasar, pasien rumah sakit yang tidak mampu, dan anak-anak putus sekolah.
Kepura-puraan itu menjamur di mana-mana. Di ruang kelas, di kantor pajak, di gedung-gedung wakil rakyat, di rumah, di masjid, di pasar. Wabahnya tak terbendung karena akarnya berasal dari diri sendiri. Ya, akarnya tak lain adalah penyakit hati. Na’uzu billahi min zalik. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
Wednesday, March 21, 2012
Journalist Wannabe?
Fi: "Gue kagak mau jadi jurnalis!"
X: "Apa betul Fi? Kalau seperti Andreas Harsono, Romo Mangunwijaya, Goenawan Muhamad? Apa masih nggak mau juga? Mereka semua kan jurnalis yang juga penulis luar biasa. Masak tidak mau mengkikuti jejaknya?"
*Itu tadi bisikan setan atau hati nurani ya? entah, kadang kala saya sangat enjoy menikmati pekerjaan sebagai wartawan. Penuh tantangan, banyak pengalaman, banyak tuntutan, terjun ke lapangan, menulis, berpacu dengan deadline, editing, dan banyak hal jurnalistik lainnya. Apalagi kalau melihat para jurnalis senior yang pernah saya temui dan mereka bekerja dengan ketulusan hati, jujur, saya iri dibuatnya. Mereka semua, bisa menjadi demikian luar biasa dalam bidangnya.
Lantas, pertanyaan itu muncul kembali.
X: "Wanna be a journalist?"
Fi: "Entahlah. Saya tidak sedang ingin memikirkan hal itu. Kuliah teknik saya harus selesai dulu. Bismillah, saya masih ingin mengaplikasikan keteknikkan saya. Sembari tetap menulis tentu saja:)"
Benar-benar Maaf
Ya, saya akui, kadang kala saya memang kurang adil. Maafkan saya untuk hal yang agak keras ini. Sudah saya coba bangunkan dirimu di awal-awal, nyatanya engkau enggan bangkit. Ketika semangat saya berkobar untuk perubahan yang lebih baik, dirimu menghilang entah kemana. Saya hendak mencari panutan kemana? Meski sadar saya bukan lagi anak kecil yang ingin disuapi, tapi berilah saya arahan, tuntunan, saya juga perlu sosok pemimpin yang punya wibawa, yang disegani. Maaf kalau selama ini saya salah mengartikan hubungan pertemanan. Maaf, benar-benar maaf ketika kesempurnaan itu jauh dari yang seharusnya.
Friday, March 16, 2012
La Seine
Pertama mendengar lagu ini, saya langsung jatuh hati tanpa peduli bahasanya (Prancis) yang memang tak saya pahami sedikit pun. La Seine, salah satu judul lagu film Monster in Paris, agaknya sukses membuat saya terkesan.
Elle sort de son lit
tellement sûre d'elle
la Seine, la Seine, la Seine
tellement jolie elle m’ensorcelle
la Seine, la Seine, la Seine
extralucide, la lune est sure
la Seine, la Seine, la Seine
tu n'es pas soul
Paris est sous
la Seine, la Seine, la Seine
Je ne sais, ne sais, ne sais pas pourquoi
on s'aime comme ça, la Seine et moi
je ne sais, ne sais, ne sais pas pourquoi
on s'aime comme ça la seine et moi
extra Lucille quand tu es sur
la Seine, la Seine, la Seine
extravagante quand l'ange est sur
la Seine, la Seine, la Seine
je ne sais, ne sais, ne sais pas pourquoi
on s'aime comme ça, la Seine et moi
je ne sais, ne sais, ne sais pas pourquoi
on s'aime comme ça la seine et moi
sur le pont des arts
mon coeur vacille
entre deux eaux
l'air est si bon
cet air si pur
je le respire
nos reflets perches
sur ce pont
-Vanessa Paradis-
Special Gift (3)
Pemberian spesial dari seorang sahabat.
Terima kasih juga atas segalanya selama ini.
Terima kasih juga atas segalanya selama ini.
Kick Day
Jumat adalah hari yang paling membahagiakan bagi setiap mahasiswa. Apalagi kalau bukan karena alasan keesokan harinya bisa libur kuliah. Sebagai mahasiswa, saya merasakan hal yang sama. Namun entah kenapa,Hari Jumat saya kemarin berjalan sedikit aneh. Bukan urusan kuliah tentu saja.
#Kick-1
Pukul 14.30 di salah satu kelas, tiba-tiba saja mendapat curhatan dari seorang kawan yang tengah galau berorganisasi. Air matanya tumpah tak terbendung.
#Kick-2
Pukul 15.00 di kantor ITS Online, tiba-tiba ada staf rekan saya yang curhatannya tumpah di kantor. Saya ada di situ dan tanpa sadar terlibat dan memang ‘dilibatkan’ untuk mendengar dan dimintai pendapat. Saya juga diminta membaca surat segala. Lagi-lagi klasik, urusan aramsa!
#Kick-3
Pukul 16.00 teman baik sekantor menculik saya dalam launching sebuah zine di Masjid Manarul. Lepas sholat ashar, saya duduk manis mengikuti jalannya acara. Sambil mendengarkan, saya bertanya-tanya apa yang akan terjadi berikutnya lantaran si pemilik acara di depan mengatakan di awal, forum itu memang tidak jelas dengan orang-orang yang tidak jelas. Nah lho!
Entah, apakah saya korban penculikan yang beruntung atau sial sore itu. Yang jelas, dari forum tidak jelas tadi, saya mendapat pencerdasan soal postmodernisme, politik, sampai ekonomi Islam. Topik-topik yang jarang saya sentuh karena memang kurang saya minati.
#Kick-4
Pukul 18.30 Pak Bekti, Pimred ITS Online mengajak kami rapat komunal bersama Eureka TV terkait struktur kelembagaan ITS yang baru. Di luar dugaan, rapat baru selesai sekitar pukul 22.00.
#Kick-5
Saya harus lari-lari dari lantai 6 Perpustakaan ITS ke Serambil Selatan Manarul untuk mengambil salinan quotes dari Panitia Susur Sungai, Teknik Lingkungan. Mereka meminta kesediaan saya menjadi juri dalam lomba itu.
Sebenarnya saya meminta mereka mengantarkannya ke kantor saja, tapi katanya takut kalau ke area perpus malam-malam. Ya sudah, akhirnya kami sepakat bertemu di Manarul saja. Awalnya, saya sepakat bertemu sekitar pukul 21.00 tapi gara-gara rapat yang molor, jadilah mereka ‘ngoyot’ menunggu saya. Maaf sekali ya adik-adik TL.
#Kick-6
Merasa sedikit shock terkait merger yang ditetapkan Pak Bekti, saya meluangkan waktu sejenak untuk melepaskan uneg-uneg ke Cep Iman dan Izz. Meski tidak menemukan solusi secara konkrit, setidaknya beban saya sudah lumayan terbagi (sedikit).
#Kick-7
Satu curhatan (lagi) mewarnai saya malam itu. Lagi-lagi urusan hati. Saya hanya bisa menghela nafas, berdoa semoga teman saya yang kuat ini semakin dikuatkan hatinya.
#Kick-8
Malam itu, gerbang selatan ITS sudah ditutup, terpaksa saya harus putar balik menuju gerbang utama. Keluar dari kampus sekitar pukul 23.00 lebih. Jalanan sepi, motor saya melaju tidak secepat pikiran-pikiran di otak. Bla bla blab la, it’s running in my mind.
#Kick-1
Pukul 14.30 di salah satu kelas, tiba-tiba saja mendapat curhatan dari seorang kawan yang tengah galau berorganisasi. Air matanya tumpah tak terbendung.
#Kick-2
Pukul 15.00 di kantor ITS Online, tiba-tiba ada staf rekan saya yang curhatannya tumpah di kantor. Saya ada di situ dan tanpa sadar terlibat dan memang ‘dilibatkan’ untuk mendengar dan dimintai pendapat. Saya juga diminta membaca surat segala. Lagi-lagi klasik, urusan aramsa!
#Kick-3
Pukul 16.00 teman baik sekantor menculik saya dalam launching sebuah zine di Masjid Manarul. Lepas sholat ashar, saya duduk manis mengikuti jalannya acara. Sambil mendengarkan, saya bertanya-tanya apa yang akan terjadi berikutnya lantaran si pemilik acara di depan mengatakan di awal, forum itu memang tidak jelas dengan orang-orang yang tidak jelas. Nah lho!
Entah, apakah saya korban penculikan yang beruntung atau sial sore itu. Yang jelas, dari forum tidak jelas tadi, saya mendapat pencerdasan soal postmodernisme, politik, sampai ekonomi Islam. Topik-topik yang jarang saya sentuh karena memang kurang saya minati.
#Kick-4
Pukul 18.30 Pak Bekti, Pimred ITS Online mengajak kami rapat komunal bersama Eureka TV terkait struktur kelembagaan ITS yang baru. Di luar dugaan, rapat baru selesai sekitar pukul 22.00.
#Kick-5
Saya harus lari-lari dari lantai 6 Perpustakaan ITS ke Serambil Selatan Manarul untuk mengambil salinan quotes dari Panitia Susur Sungai, Teknik Lingkungan. Mereka meminta kesediaan saya menjadi juri dalam lomba itu.
Sebenarnya saya meminta mereka mengantarkannya ke kantor saja, tapi katanya takut kalau ke area perpus malam-malam. Ya sudah, akhirnya kami sepakat bertemu di Manarul saja. Awalnya, saya sepakat bertemu sekitar pukul 21.00 tapi gara-gara rapat yang molor, jadilah mereka ‘ngoyot’ menunggu saya. Maaf sekali ya adik-adik TL.
#Kick-6
Merasa sedikit shock terkait merger yang ditetapkan Pak Bekti, saya meluangkan waktu sejenak untuk melepaskan uneg-uneg ke Cep Iman dan Izz. Meski tidak menemukan solusi secara konkrit, setidaknya beban saya sudah lumayan terbagi (sedikit).
#Kick-7
Satu curhatan (lagi) mewarnai saya malam itu. Lagi-lagi urusan hati. Saya hanya bisa menghela nafas, berdoa semoga teman saya yang kuat ini semakin dikuatkan hatinya.
#Kick-8
Malam itu, gerbang selatan ITS sudah ditutup, terpaksa saya harus putar balik menuju gerbang utama. Keluar dari kampus sekitar pukul 23.00 lebih. Jalanan sepi, motor saya melaju tidak secepat pikiran-pikiran di otak. Bla bla blab la, it’s running in my mind.
Sunday, March 11, 2012
Friday, March 9, 2012
New Generation
ITS Online 2011 |
Semoga mereka bisa survive, bisa menjadi generasi yang taft, dan yang paling saya harapkan, mereka benar-benar bisa menjadi keluarga. Jalinan kekeluargaan itu, harusnya bisa lebih erat dari generasi-generasi sebelumnya. Be a good team guys! Ke depan, kalianlah penerus ITS Online.
*Daripada gak ada kerjaan di sela-sela sakit, iseng-iseng bikin foto ini:)
Thursday, March 8, 2012
Compilation: PhotoPoems in Black and White
Sebagai seorang mahasiswa, saya masih terbilang kere dalam urusan finansial (meski sudah tidak pernah meminta uang jajan ke kedua orang tua tentunya). Termasuk dalam urusan membeli buku. Setiap kali ke Gramedia, saya hanya bisa ngiler melihat buku-buku panduan fotografi berjajar rapi. Oh man! Rasanya ingin memboyongmu ke rumah. Menikmati lembar demi lembar pesona tatanan warna, bentuk, dan feel dari setiap jepretan para fotografer jempolan.
Untuk mengobati rasa kecewa dalam diri, jadilah saya nangkring di Gramedia, membolak-balik buku besar dan tebal karya Henry C Widjaja. Celebrating The Moment, buku yang terlelak di rak paling bawah khusus bertema fotografi itu menarik mata saya sejak awal.
"Black and White Photography, sepertinya seru," gumam saya. Menariknya lagi, buku ini menyajikan dua karya sekaligus. Kompilasi puisi menyertai setiap foto di dalamnya. Jangan bayangkan puisi panjang berbaris-baris lho, di sini pembaca akan menemukan beberapa baris puisi saja. Singkat, padat, berisi. Dan tentu saja, bermakna. Ciamik pokoknya!
Gambar di atas adalah cover buku Clebrating The Moment. Kalau saya tidak salah ingat, foto itu merupakan foto salah satu Keluarga Suku Badui yang awalnya menolak dipotret. Namun setelah memohon akhirnya mereka bersedia juga. Setelah diiyakan, spontan banyak kamera yang mengabadikan moment kehidupan keluarga kecil tersebut. "Tuh kan minta lagi kalau diiyakan," ujar si Bapak yang kembali diminta menjadi objek foto.
salah satu karya di dalam buku |
Bagi saya, buku ini cukup spesial. Apa yang dipotret Henry adalah hal-hal kecil di sekitar kita yang kadang terlewat. Kalau boleh mendeskripsikannya dalam satu kata, saya memilih 'meaningful' sebagai kata yang mewakili.
Wednesday, March 7, 2012
Bromo with Online
Malam-malam handphone saya berbunyi. Sms dari bang hoe yang setelah saya baca, isinya ajakan rame-rame ke Bromo. Tanpa pikir panjang, saya balas 'oke'. Beberapa detik kemudian, si empunya gawe malah balik mengirim sms. Intinya, dia salah jarkom. Harusnya sms itu untuk si lhp. Namun karena nama kami hanya beda huruf 'a' saja di akhir, smsnya malah nyasar ke saya. Alhamdulillah, ternyata berkah buat saya, meski buat bang hoe sepertinya bencana. hehe
Usut punya usut, setelah saya kroscek, bang hoe ternyata hanya mengajak skuad cowok-cowok (entah tulen entah tidak, tanyakan pada mereka masing-masing) ITS Online. Tapi seperti biasa, kalau sudah punya kemauan kuat, sulit melarang saya untuk tidak ikut. Bang hoe setuju saya ikut (akhirnya), sebagai konsekuensi, saya harus mendapatkan satu korban cewek yang harus diculik buat ke Bromo. Saya beruntung, ran bersedia diajak mbolang. Sementara rekan seangkatan saya, lis, tidak bisa diganggu gugat dari kesibukan PKMnya. Fz dan esy mereka harus menunaikan tugas mulia mencari kitab suci ke Barat (Jakarta).
Turut serta dalam rombongan kali itu adalah hoe, saya, ran, qly, ali, ais, ims, ram, izz, serta beberapa anak Siskal yang juga teman satu kontrakan si ali. Jarkom dari koordinator hoe menginstruksikan kami berkumpul Jumat malam pukul 23.00 di Bundaran ITS.
Jumat itu saya beraktivitas seperti biasa. Kuliah serta mengerjakan banyak hal sedari pagi hingga malam hari. Merasa tidak punya tanggung jawab dan beban apapun, saya santai saja. Soal hitung-hitungan motor serta jumlah orang yang ikut adalah urusan koordinator (kasian, jadi tumbal! hehe).
Menjelang maghrib saya memutuskan pulang. Niatnya, menyiapkan keperluan yang akan dibawa serta tidur sejenak sebelum berangkat. Sampai pukul 21.00 nyatanya saya harus rela direcoki urusan motor oleh bang hoe. Motor kurang, si A tiba-tiba tidak bisa ikut, motor si X tidak bisa dipinjam, si Y masih belum ada barengannya, motor si Z mogokan jadi tidak bisa dipakai. Jambreeeeeettt!!!! Gak sido turu aku jeh!
*dalam hati, saya ngedumel juga seperti si kooordinator
Setelah melalui berbagai usaha, akhirnya kami bisa berangkat juga dengan tenang. Eits, ternyata belum sepenuhnya tenang sebelum kami menemukan jalan yang benar. Ya, the leader of the tim, Ali, menuntun kami ke jalan yang belum sepenuhnya benar. Menuju Bromo harusnya lewat Sidoarjo--Pasuruan--Probolinggo. Namun ia menuntun kami menuju arah Krian. Ia baru tersadar setelah satu jam berlalu. "Setelah dari sini, saya bingung mau kemana," ujarnya.
#eeeeeaaaaa, %^&**%$#@@$%*****
Kami putar balik jamaah. Hampir satu setengah jam terbuang sia-sia. Padahal kami menargetkan tiba di Bromo sebelum matahari terbit. Oh man, bencana!!! Tak apalah. Hitung-hitung buat keperluan cerita. Itu galau perjalanan kami yang pertama.
Konvoi dengan tujuh motor, kami tersendat-sendat di jalan. Isi bensin, buang bensin (hlo?). Yang menjadi guyonan kami dini hari itu, ada tarif toilet seharga goceng. Gilak! Itu mah kalau mahasiswa, sudah lumayan buat beli makan.
Sekitar pukul setengah empat pagi kami tiba di Probolinggo. Ada sebuah patokan berupa tugu untuk menuju arah Bromo. Yak, belok kanan dan tinggal ikuti jalan. Satu, dua, tiga, empat, lima, dan entah berapa desa sudah kami lewati. Saya yang dibonceng bang hoe sudah malas menghitung lantaran sibuk menahan hawa dingin di pagi buta. Jalanan gelap, tak ada lampu, berkelok-kelok, penuh bayangan pepohonan kanan serta lembah di kiri, dan dinginnya ampun!
bang hoe: "Fi, tanganku mati rasa."
*bergumam dalam hati, lebay! hehe
Lama nian rasanya perjalanan kala itu. Alhamdulillah, sekitar pukul 04.30 kami sudah tiba di (pintu masuk) Bromo. Sholat shubuh di masjid terdekat dan lepas itu lanjut perjalanan (sebenarnya).
Galau kedua dimulai. Tiba di lautan pasir, kami tersesat. Menerka-nerka arah menuju kawah karena semua masih gelap gulita. Yang kami lakukan bisa dirangkum sebagai berikut: berkumpul--berdiskusi--tidak menemukan solusi--akhirnya bertanya pada bapak penyewa kuda--mendapat sedikit pencerahan--jalan--terseok-seok di lautan pasir--berhasil--berhasil--horeee (ala Dora the Explorer).
Dan inilah beberapa pemandangan yang saya dan rekan-rekan jepret. Voilllaaaa!!
Karena hampir semuanya belum tidur sedikitpun sejak Jumat pagi maka kami beristirahat di Masjid sebelum kembali ke Surabaya. Alhamdulillah pulang pergi lancar, tak ada kendala berarti kecuali ban bocor dan sulit berkoordinasi di jalan.
*keesokannya, saya tepar total!
Usut punya usut, setelah saya kroscek, bang hoe ternyata hanya mengajak skuad cowok-cowok (entah tulen entah tidak, tanyakan pada mereka masing-masing) ITS Online. Tapi seperti biasa, kalau sudah punya kemauan kuat, sulit melarang saya untuk tidak ikut. Bang hoe setuju saya ikut (akhirnya), sebagai konsekuensi, saya harus mendapatkan satu korban cewek yang harus diculik buat ke Bromo. Saya beruntung, ran bersedia diajak mbolang. Sementara rekan seangkatan saya, lis, tidak bisa diganggu gugat dari kesibukan PKMnya. Fz dan esy mereka harus menunaikan tugas mulia mencari kitab suci ke Barat (Jakarta).
Turut serta dalam rombongan kali itu adalah hoe, saya, ran, qly, ali, ais, ims, ram, izz, serta beberapa anak Siskal yang juga teman satu kontrakan si ali. Jarkom dari koordinator hoe menginstruksikan kami berkumpul Jumat malam pukul 23.00 di Bundaran ITS.
Jumat itu saya beraktivitas seperti biasa. Kuliah serta mengerjakan banyak hal sedari pagi hingga malam hari. Merasa tidak punya tanggung jawab dan beban apapun, saya santai saja. Soal hitung-hitungan motor serta jumlah orang yang ikut adalah urusan koordinator (kasian, jadi tumbal! hehe).
Menjelang maghrib saya memutuskan pulang. Niatnya, menyiapkan keperluan yang akan dibawa serta tidur sejenak sebelum berangkat. Sampai pukul 21.00 nyatanya saya harus rela direcoki urusan motor oleh bang hoe. Motor kurang, si A tiba-tiba tidak bisa ikut, motor si X tidak bisa dipinjam, si Y masih belum ada barengannya, motor si Z mogokan jadi tidak bisa dipakai. Jambreeeeeettt!!!! Gak sido turu aku jeh!
*dalam hati, saya ngedumel juga seperti si kooordinator
Setelah melalui berbagai usaha, akhirnya kami bisa berangkat juga dengan tenang. Eits, ternyata belum sepenuhnya tenang sebelum kami menemukan jalan yang benar. Ya, the leader of the tim, Ali, menuntun kami ke jalan yang belum sepenuhnya benar. Menuju Bromo harusnya lewat Sidoarjo--Pasuruan--Probolinggo. Namun ia menuntun kami menuju arah Krian. Ia baru tersadar setelah satu jam berlalu. "Setelah dari sini, saya bingung mau kemana," ujarnya.
#eeeeeaaaaa, %^&**%$#@@$%*****
Kami putar balik jamaah. Hampir satu setengah jam terbuang sia-sia. Padahal kami menargetkan tiba di Bromo sebelum matahari terbit. Oh man, bencana!!! Tak apalah. Hitung-hitung buat keperluan cerita. Itu galau perjalanan kami yang pertama.
on the way |
Konvoi dengan tujuh motor, kami tersendat-sendat di jalan. Isi bensin, buang bensin (hlo?). Yang menjadi guyonan kami dini hari itu, ada tarif toilet seharga goceng. Gilak! Itu mah kalau mahasiswa, sudah lumayan buat beli makan.
Sekitar pukul setengah empat pagi kami tiba di Probolinggo. Ada sebuah patokan berupa tugu untuk menuju arah Bromo. Yak, belok kanan dan tinggal ikuti jalan. Satu, dua, tiga, empat, lima, dan entah berapa desa sudah kami lewati. Saya yang dibonceng bang hoe sudah malas menghitung lantaran sibuk menahan hawa dingin di pagi buta. Jalanan gelap, tak ada lampu, berkelok-kelok, penuh bayangan pepohonan kanan serta lembah di kiri, dan dinginnya ampun!
bang hoe: "Fi, tanganku mati rasa."
*bergumam dalam hati, lebay! hehe
pray shubuh first |
Lama nian rasanya perjalanan kala itu. Alhamdulillah, sekitar pukul 04.30 kami sudah tiba di (pintu masuk) Bromo. Sholat shubuh di masjid terdekat dan lepas itu lanjut perjalanan (sebenarnya).
galau part 2 |
Galau kedua dimulai. Tiba di lautan pasir, kami tersesat. Menerka-nerka arah menuju kawah karena semua masih gelap gulita. Yang kami lakukan bisa dirangkum sebagai berikut: berkumpul--berdiskusi--tidak menemukan solusi--akhirnya bertanya pada bapak penyewa kuda--mendapat sedikit pencerahan--jalan--terseok-seok di lautan pasir--berhasil--berhasil--horeee (ala Dora the Explorer).
togetherness |
guess, who are maba? |
my partner in crime, ran |
very cool! really!! |
silly thing were done by ais |
silly thing (again) |
this pic taken by ais. wow, nice pic!! is it because of the model? hehe |
Dan inilah beberapa pemandangan yang saya dan rekan-rekan jepret. Voilllaaaa!!
view 1 - taken by me |
view 2 - taken by me |
view 3 |
view 4 - taken by me |
view 5 - taken by me |
Karena hampir semuanya belum tidur sedikitpun sejak Jumat pagi maka kami beristirahat di Masjid sebelum kembali ke Surabaya. Alhamdulillah pulang pergi lancar, tak ada kendala berarti kecuali ban bocor dan sulit berkoordinasi di jalan.
took a rest at masjid for a while |
*keesokannya, saya tepar total!
Subscribe to:
Posts (Atom)