Pages
Tuesday, December 27, 2011
Deliciouso
Rawon spesial buatan Bu Mahmulah (Guru BK saat SMA). Aaaa, kangen masakan beliau. Tiap kali maen ke rumahnya, pasti makan-makan.. hehe:))
Driving
Part 1:
Baru bisa masuk gigi 1, 2Tapi sudah lumayan bisa ngatur gas, porsneling, dan rem
Sudah bisa memutari lapangan berkali-kali sampai pusing
Sudah berani turun ke jalan meski cuma di lintasan lurus dan monoton
Voiiila, harus belajar lagi dan lagi :D
Nikahan Mbak Upik
Semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah, warohmah buat Mbak Upik dan Mas Didi. Amiiin.
Dua orang lelaki pada foto di atas, bisa dipastikan memiliki cerita panjang soal perjalanannya dari Surabaya. Yang jelas saya bersyukur mereka bisa sampai ke TKP (baca: lokasi resepsi) dengan selamat tanpa kurang suatu apapun.
Status Abang Januar Indra Yudhatama (batik hitam) sepertinya sedikit memberikan gambaran terkait trip madness bersama Abang Bahtiar Rifa'i Septiansyah (batik lengan panjang). Isinya seperti ini:
"Nyonya meneer berdiri sjk thn 1950an tp msh kuat. Ini br berdiri sesekali tp kok sdh KO. #standup commedy madiun-Surabaya"
Bersamaan dengan ini juga, saya doakan mereka berdua agar segera menyusul jejak Mbak Upik. Ups, semoga lulus dulu ya kakak-kakak. Lepas itu, boleh dah menyusul. hehe:)
Monday, December 19, 2011
Menangis
Ia menangis keras-keras. Rengekannya pun juga kian kuat. Si ibu kebingungan hendak menenangkan bocah perempuannya. Raut mukanya menunjukkan rasa bersalah yang besar. Si anak kenapa? Mau apa bocah kecil ini? Apa perutnya sedang sakit? Ataukah merasa lapar? Si ibu masih bingung. Bocah perempuan dalam gendongannya masih juga menangis. Hampir menetes juga air mata si ibu, tak tega mendengar tangisan anaknya. Ya, bayi yang belum genap satu tahun itu, memang belum bisa bicara, belum bisa mengungkapkan maunya. Sepanjang malam, si ibu tak henti menggendong, menyusui, dan sesekali menyenandungkan suara paraunya sambil menahan kantuk yang sudah tak karuan.
Oh Tuhan, maafkan hamba atas segala salah selama ini. Di usia sekecil itu, tanpa sadar, saya sudah sangat merepotkan ibu. Maaf ibu, terima kasih atas sayang dan cinta mu selama ini.
Oh Tuhan, maafkan hamba atas segala salah selama ini. Di usia sekecil itu, tanpa sadar, saya sudah sangat merepotkan ibu. Maaf ibu, terima kasih atas sayang dan cinta mu selama ini.
Pelarian
Saat batin merasa kosong, hanya satu tempat berlari. PadaMu.
Saat diri merasa limbung terbawa angin ke antah berantah, hanya satu tempat berlari. PadaMu.
Saat mata hanya bisa melihat bayangan kabur, hanya satu tempat berlari. PadaMu.
Saat rasa dan jiwa bagai menghablur ditelan rutinitas, hanya satu tempat berlari. PadaMu.
Duh Gusti, Adakah diriMu selama ini hanya berarti pelarian semata?
Sungguh, jiwa ini benar-benar sakit. Nyuwun pangapura ingkang kathah Duh Gusti.
Sunday, December 18, 2011
Garis Batas
“Putih membungkus segala penjuru. Awan gelap menggelanyut. Jurang menganga di bawah tampak begitu menyeramkan. Perjalanan menembus gunung-gunung Tajikistan membuat saya merasakan secuil angan-angan tentang nirwana.” (Garis Batas)
Agustinus Wibowo sukses membawa saya melintasi negara-negara pecahan Uni Soviet lewat bukunya, Garis Batas. Negara berakhiran ‘stan’ ternyata memiliki ribuan cerita. Mengejutkan. Itulah sedikit kata yang mampu menggambarkan Tajikistan, Uzbekistan, Kirgiztan, Kazakhtan, Turkmenistan, negara-negara pecahan yang kini tengah membangun peradabannya kembali. Sempat terkubur karena timbunan paham komunisme karya Lenin dan Stalin, membuat mereka perlu sedikit kerja keras menggali identitasnya kembali.
Dalam bukunya, Agustinus Wibowo menyajikan catatan perjalanannya dengan sangat detail. Deskripsi, flashback dengan menengok sejarah, dan tentunya opini alias pemikirannya tentang ‘Garis Batas’ itu mewarnai ulasannya setebal 500-an halaman.
Garis Batas berarti pemisah. Agustinus Wibowo menggambarkan salah satu kekuatan garis pemisah itu antara dua negara: Afghanistan dan Tajikistan. Hanya dipisahkan oleh Sungai Amu Darya dan sim salabim, 180 derajat, kultur berubah demikian drastis. Dalam benak masing-masing orang Tajik dan Afghanistan, yang ada hanyalah fantasi. Masyarakat Ishkasim Afghanistan berangan-angan, betapa bebasnya hidup di Tajikistan sana. Sementara orang-orang Ishkasim Tajikistan mengagumi Afghanistan yang semakin kaya. Kedua negara, walau hanya terpisah sekian meter secara fisik, jurang pemisah itu nyatanya menganga lebih lebar.
Lain lagi dengan Turkmenistan. Negara ini enggan terbuka dengan dunia luar. Seluruh akses informasi benar-benar ditutup. Tak terkecuali dengan internet. Di negara ini, hanya ada satu warnet. Itu pun disertai pengawasan ketat oleh negara. Laman-laman yang bisa dikunjungi pun hanya boleh yang tertentu saja.
Pastinya, negara ini dalam bayangan orang asing adalah buah dari kediktatoran terselubung orang nomor satu. Bayangkan, buku bernama Ruhnama, karya sang Turkmenbashi (Presiden Turkmenistan sebelum Gurbanguly) merupakan bacaan wajib. Ia bukanlah sebuah buku, bukan pula seperti Al-Quran. Tapi ia wajib diimani setiap warga negara. Ruhnama diajarkan di sekolah-sekolah, bahkan ia juga menjadi bahan ujian saat tes pegawai negeri dan saat ujian sarjana.
Uzbekistan, Kazakhtan, Kirgiztan juga punya banyak cerita. Minuman vodka, ironi kemiskinan, sampai birokrasi korup tingkat dewa, dapat dipastikan membuat para pembaca tercengang. So, silahkan dibaca ya. Very recommended! Setidaknya, saya menyadari satu hal: Destinasi bukan hanya sekedar sampai dan pernah berkunjung. Tapi destinasi sejati adalah saat kita bisa mengenal budaya, berbaur, dan mengerti lebih dalam akan mereka.
Monday, December 12, 2011
Rainbow
Kereta kelas ekonomi melaju dari arah Malang menuju Surabaya. Sore hari sedikit mendung. Tapi pemandangan di luar, di sepanjang perjalanan benar-benar bisa memanjakan mata. Karya Maestro semesta memang tak ada tanding. Lepas gerimis, semburat warna-warni menghias langit. Lengkungnya seolah menyentuh bumi dari dua ujung sisinya. Aiiih, mesra benar. Saya terpana dibuatnya.
Dalam imajinasi saya, lengkung busur warna-warni jadi terbalik. Seketika ia menjelma bagai sebuah senyuman. Semoga kelak, saya bisa membagi senyum itu kepada Tuhan serta orang-orang terkasih di sekitar saya. Amin
Ironic
Malang Olympic Garden (MOG), December 10 2011
I didn’t know his name. I thought he was an elementary school student. Near parking place of the big mall, he sat. In his hand, there was a little light. But it didn’t like a flashlight. Absolutely that’s not enough light to brighten his book. In his knee, there were two books. I could see clearly, he read Atlas carefully and wrote then. While some people passing by beside him, he just studied. Such lived in an isolated place, he didn’t care anything. He just accompanied by his cat that slept soundly behind. A few packs of bread filled his precious box. I knew, he might sell it all and still took time for studying. Superb child! Seeing your spirit and hardwork, it made me ashamed boy, really.
Behind him, there are a symbol of capitalism, welfare, and high lifestyle. Inside it, we can see consumerism are spread widely. He studied, others ate pizza. He studied, others hunt for the discount. He studied, others accompanied their children at kids playing area. He studied, I was in hurry to go home. Ironic! I am really really sorry good boy :(. I hope you can reach your dream someday. I pray for it.
UM, IELSP, and the Interview
Alhamdulillah saya berkesempatan merasakan interview beasiswa Indonesia English Language Study Program (IELSP). IELSP adalah program beasiswa kursus Bahasa Inggris di universitas-universitas di Amerika Serikat selama delapan minggu.Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris peserta, khususnya English for Academic Purposes.
Selain itu, peserta akan memiliki kesempatan belajar secara langsung kebudayaan dan masyarakat Amerika Serikat. Peserta akan mengikuti program immersion dalam kelas internasional dimana mereka akan bergabung dengan peserta lain dari berbagai bangsa dan negara. Dalam program ini, peserta tidak hanya akan belajar Bahasa Inggris, namun juga akan mengikuti berbagai program kultural yang akan memberikan pengalaman yang sangat berharga.
Tahapan pertama adalah seleksi berkas. Sekitar dua-tiga minggu dari ketentuan deadline pengumpulan, pihak IIEF akan mengumumkan peserta yang lolos ke tahap wawancara. Saya dan teman-teman kemarin, dihubungi via telepon untuk lokasi tes wawancara.
Tahun ini, total ada 821 mahasiswa yang lolos ke tahap wawancara. Dari ITS sendiri, ada 17 mahasiswa. Di Jawa Timur (Jatim), tes dipusatkan di Gedung D8 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM).
Menunggu dan menunggu |
Juned, rekan sejurusan saya yang juga lolos tahap wawancara |
It's show time
Akhirnya tiba saat yang ditunggu. Para interviewer sudah membawa segepok berkas. Ya, berkas kami lah yang tengah berada di genggaman mereka. Satu, dua, tiga, dan beberapa interviewer keluar ruangan dan berlalu cepat sambil membawa list nama-nama kami yang akan diwawancarai. Beberapa ada yang langsung memanggil nama-nama peserta agar mengikuti mereka. Namun ada juga yang segera ngacir menuju ruang interview, lantas menempel list peserta di depan pintunya.
Room satu, dua, tiga, empat sudah saya cek, tapi masih juga belum saya temukan ruangan yang di depan pintunya tertulis nama 'Lutfia'. Ternyata, ruang interview tersebar di lantai 1 dan 2. Dan benar, setelah naik ke lantai 2, di sana tertulis: 'Lutfia Room 7 urutan 15'. Ya, hampir berada di giliran terakhir, but that's okay.
Dari balik pintu kaca, seorang wanita mengenakan kerudung putih tampak sibuk menyiapkan berbagai berkas. Ia berkacamata. Pembawaannya serius tapi saat wawancara berlangsung, si ibu sangat ramah dan hangat. Interview berlangsung dalam Bahasa Inggris sekitar 15 menit. Meski English saya tidak bisa dikatakan bagus, saya bersyukur bisa melalui wawancara dengan lancar.
Interview sudah selesai, tinggal berdoa dan menunggu pengumuman. Semoga diberikan yang terbaik. Amin Ya Allah
Satnight, PS Malang
We spent satnight at PS Malang. I only ordered Pisang bakar cokelat keju and orange juice. But if you wanna try something different, you can order Tape bakar in various taste like cheese, strawberry, chocolate, and many more. I think PS is not too special. But wherever you are, together with friends, of course it's always nice.
With them all: Wangling (black shirt), Winny (pinky hijab), Rendi (blue shirt), and Juned (boy with an eyeglasses) |
Thursday, December 8, 2011
Semoga
Semoga belum berada di batas tepi
Semoga masih memiliki kekuatan hati
Semoga tak jadi belenggu diri
Semoga bisa menepati janji
Semoga tak menjadikan risau hati
Semoga berujung pada kebaikan ilahi
Semoga masih memiliki kekuatan hati
Semoga tak jadi belenggu diri
Semoga bisa menepati janji
Semoga tak menjadikan risau hati
Semoga berujung pada kebaikan ilahi
Monday, December 5, 2011
Hujan
Sabtu sore hujan. Rintik air turun satu, dua, hingga beribu-ribu. Gemericiknya menentramkan hati dan memanjakan telinga. Bunyinya khas. Kian lama kian keras. Coba kudengar lagi, ritmenya mulai tak beraturan. Tapi tak bisa dipungkiri, harmoninya kental.
Hujan. Merasakannya lekat-lekat, menerbangkan angan ini kemana-mana. Melankolis, dingin, angkuh, kehangatan, semua bertubrukan. Tetes-tetes kehidupan itu perlahan habis. Tuhan menyimpannya di atap-atap langit biar aku bisa merasakan lagi harmoninya di lain hari.
Hujan. Pikiranku dihujani hujan. Hanya hujan. Ya, sekali lagi memang cuma hujan. Aku tulis karena hari sedang hujan.
Subscribe to:
Posts (Atom)