Pages

Sunday, December 18, 2011

Garis Batas


“Putih membungkus segala penjuru. Awan gelap menggelanyut. Jurang menganga di bawah tampak begitu menyeramkan. Perjalanan menembus gunung-gunung Tajikistan membuat saya merasakan secuil angan-angan tentang nirwana.” (Garis Batas)

Agustinus Wibowo sukses membawa saya melintasi negara-negara pecahan Uni Soviet lewat bukunya, Garis Batas. Negara berakhiran ‘stan’ ternyata memiliki ribuan cerita. Mengejutkan. Itulah sedikit kata yang mampu menggambarkan Tajikistan, Uzbekistan, Kirgiztan, Kazakhtan, Turkmenistan, negara-negara pecahan yang kini tengah membangun peradabannya kembali. Sempat terkubur karena timbunan paham komunisme karya Lenin dan Stalin, membuat mereka perlu sedikit kerja keras menggali identitasnya kembali.

Dalam bukunya, Agustinus Wibowo menyajikan catatan perjalanannya dengan sangat detail. Deskripsi, flashback dengan menengok sejarah, dan tentunya opini alias pemikirannya tentang ‘Garis Batas’ itu mewarnai ulasannya setebal 500-an halaman.

Garis Batas berarti pemisah.  Agustinus Wibowo menggambarkan salah satu kekuatan garis pemisah itu antara dua negara: Afghanistan dan Tajikistan. Hanya dipisahkan oleh Sungai Amu Darya dan sim salabim, 180 derajat, kultur berubah demikian drastis. Dalam benak masing-masing orang Tajik dan Afghanistan, yang ada hanyalah fantasi. Masyarakat  Ishkasim Afghanistan berangan-angan, betapa bebasnya hidup di Tajikistan sana. Sementara orang-orang  Ishkasim Tajikistan mengagumi Afghanistan yang semakin kaya. Kedua negara, walau hanya terpisah sekian meter secara fisik, jurang pemisah itu nyatanya menganga lebih lebar.

Lain lagi dengan Turkmenistan. Negara ini enggan terbuka dengan dunia luar. Seluruh akses informasi benar-benar ditutup. Tak terkecuali dengan internet. Di negara ini, hanya ada satu warnet. Itu pun disertai pengawasan ketat oleh negara. Laman-laman yang bisa dikunjungi pun hanya boleh yang tertentu saja.

Pastinya, negara ini dalam bayangan orang asing adalah buah dari kediktatoran terselubung orang nomor satu.  Bayangkan, buku bernama Ruhnama, karya sang Turkmenbashi (Presiden Turkmenistan sebelum Gurbanguly) merupakan bacaan wajib. Ia bukanlah sebuah buku, bukan pula seperti Al-Quran. Tapi ia wajib diimani setiap warga negara. Ruhnama diajarkan di sekolah-sekolah, bahkan ia juga menjadi bahan ujian saat tes pegawai negeri dan saat ujian sarjana.

Uzbekistan, Kazakhtan, Kirgiztan juga punya banyak cerita. Minuman vodka, ironi kemiskinan, sampai birokrasi korup tingkat dewa, dapat dipastikan membuat para pembaca tercengang.  So, silahkan dibaca ya. Very recommended! Setidaknya, saya menyadari satu hal: Destinasi bukan hanya sekedar sampai dan pernah berkunjung. Tapi destinasi sejati adalah saat kita bisa mengenal budaya, berbaur, dan mengerti lebih dalam akan mereka.

No comments:

Post a Comment