Rindu itu tak tertahankan. Tapi apa daya tetap tak terucapkan.
Di percakapan antara saya dan ummi via telefon, saya bertanya kapan mereka akan pulang ke Magetan. Saat ini keduanya sedang berada di Surabaya. Ummi bilang abah masih mau menunggu saya ke Surabaya dulu karena saya janji mau membawakan madu. Saya bilang tidak memungkinkan pulang weekend ini karena harus mengisi acara kopdar kantor di hari Minggu-nya. Terdengar suara di seberang menenangkan, “Ya sudah nggak papa. Nggak usah pulang kalau memang nggak bisa.”
Seketika muncul perasaan bersalah di situ. Makin dewasa, rasanya makin jauh sama orang tua. I just feel so bad. Kadang kesibukan kerja membuat saya lupa berkabar dengan orang rumah. Pernah hampir empat hari saya nggak sempet nelfon atau lebih tepatnya nggak nyempetin nelfon karena ada agenda kantor yang buyarnya malem banget berturut-turut.
Jadi inget kalau saya pulang, ummi semangat banget masak macem-macem. Dan saya nggak peka. Seolah itu hal biasa. Nyatanya, itulah bahasa kerinduan orang tua. Mereka tidak pernah menyuruh anaknya pulang hanya karena merasa rindu. Seolah sudah sangat paham anaknya kerja di rantau, nggak mungkin sering-sering pulang.
Dan satu lagi yang mungkin saya lewatkan adalah ketika saya pulang mereka berdua sudah tak lagi sama. Bertambahlah kerutan dengan rambut yang kian memutih. Oh God, they’re getting older and older. Di masa-masa mereka bertambah tua, saya tidak di sana.
Rindu kami tak tertahankan, Nak. Tapi apa daya tetap tak terucapkan.
Teruntuk diri sendiri, seringlah merindu pada orang tuamu!
No comments:
Post a Comment