Pages
Tuesday, February 18, 2020
Galungan Kedua
Rasanya baru kemarin saya menginjakkan kaki di Pulau Bali. Eh sudah mau hari raya Galungan lagi ternyata. Di Februari ini kali kedua saya melewati Galungan di Bali. Penjual pernak-pernik hari raya khas umat Hindu sudah bertebaran di pinggir-pinggir jalan. Penjor pun mulai menghiasi kanan kiri jalan, termasuk rumah-rumah penduduk. Sedap dipandang.
Layaknya sebuah hari raya, tradisi pulang kampung menjadi hal yang wajib. Jelang hari raya, kota Denpasar mulai agak sepi, sekolah negeri libur dan banyak warga yang mudik ke kampung halamannya untuk merayakan Galungan bersama keluarga besar. Saya? Karena bukan pegawai negeri tentu saja saya masih kerja. Beraktivitas seperti biasa..hehe
Bali memang dikenal sangat kental dengan agama Hindu. Sepuluh bulan tinggal di sini membuat saya sedikit memahami kebudayaan Bali. Upacaranya banyak sekali. Setiap upacara atau ibadah yang dilakukan memiliki filosofi masing-masing. Kalau bisa disimpulkan secara umum, umat Hindu Bali sangat menjunjung prinsip keseimbangan. Ibarat Yin dan Yang. Semesta harus hidup secara berdampingan dalam sebuah harmoni.
Galungan sendiri diperingati setiap 210 hari menurut kalender Bali. Umat Hindu memaknai Galungan sebagai hari kemenangan kebaikan melawan kejahatan atau dharma melawan adharma. Kalau umat muslim mungkin mirip-mirip Idul Fitri, hari kemenangan.
Setelah Galungan, 10 hari berikutnya umat Hindu memperingati hari raya Kuningan. Yang bikin wow adalah liburnya nyambung. Dari Galungan sampai Kuningan, sekolah negeri bisa libur sampai 2 minggu lamanya.
Hari Raya Kuningan sendiri dimaknai sebagai upacara untuk memohon keselamatan dan perlindungan dari para dewa. Pernah saya tanya ke anak salah satu mitra Ketua Arisan, apa bedanya Galungan dengan Kuningan. Dengan polosnya bocah kelas 3 SD tersebut mengatakan, “Kalau Kuningan makan nasi kuning, kalau Galungan nggak.” Dan emaknya hanya tertawa mendengar penjelasan tersebut.
Masih banyak sekali hari-hari libur di Bali. Namun tidak semua mereka yang tinggal di sini, khususnya para pendatang memiliki ketertarikan untuk mengetahui filosofi dari setiap upacara-upacara di sekitar lingkungan mereka. Kalau saya sih karena pada dasarnya kepo dengan budaya lokal, jadi selalu ingin tahu. Ditambah lagi kerjanya ngurusin komunitas, wajib kenal dengan kearifan lokal.
Rahajeng Rahina Galungan lan Kuningan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment