Pages

Monday, December 31, 2012

Terima(lah) Kasih

Beliau mungkin tidak bisa mengucapkan terima kasih. Tapi saya bisa membaca betul dari gurat wajah dan dari dalam tatapan matanya. Sebuah buku yang saya berikan, dibolak-balik secara perlahan. Tangannya sudah tidak setangkas dulu lagi. Tapi tetap saja, halaman demi halaman dicermatinya satu persatu.

Sesekali saya memberikan narasi, sekedar menjelaskan sekilas tentang isi buku. Dan lagi, agar keheningan sore itu pecah. Karena sejak awal menerima kedatangan saya, tak sedikit pun beliau bisa berkata-kata. Ya, penyakit stroke menghalanginya melakukan hal itu.

Tiba-tiba tangisnya pecah, air matanya berhamburan. Ia menangis seperti anak kecil kala membuka halaman berisi foto Pak Munaf. Saya terdiam sejenak, hampir saja terhanyut ikut meneteskan air mata. Saya memegang pundak beliau, berusaha menenangkannya lalu menanyai, "Bapak teringat Pak Munaf?" Beliau hanya mengangguk. Sudah sampai pada halaman akhir, beliau kembali membuka buku dari halaman awal. Pecahlah lagi tangis beliau untuk kedua kalinya. Kembali saya pegang pundak beliau.

"Ini untuk Bapak. Harapan kami, semoga generasi di ITS tidak hanya mengenal Pak Munaf sebagai nama sebuah aula," tutup saya di penghujung pertemuan itu.

No comments:

Post a Comment