Pages

Tuesday, May 22, 2012

Nasional(isme)?

20 Mei, saya mendengar banyak kata 'nasionalisme' digumamkan hari ini. Di kampus, di televisi, di koran, di buku, di percakapan, dan entah dimana lagi saya lupa.

Sore itu saya menemani Rizka, salah satu staf PRC untuk menemui Pak Tri di Sekretariat Jurusan. Saat memasuki ruang sekre, tak dinyana malah bertemu Pak Rosyadi, salah satu dosen senior Tekkim. Beliau memberikan sebuah kertas berisikan nasionalisme.

Kebangkitan Nasional(isme)? Judul itu berjajar manis di deret paling atas bagian kertas. Isinya, ada beberapa pandangan dan ungkapan Bung Karno, Bung Hatta, sampai Ho Chi Minh tentang semangat kebangsaan.

"...syarat yang amat penting untuk pembaikan kembali semua susunan pergaulan hidup Indonesia itu ialah kemerdekaan nasional..." -Bung Karno-

"...lebih baik Indonesia tenggelam ke dasar lautan daripada menjadi embel-embel bangsa lain..." -Bung Hatta-

"...kami akan menang perang... kami meempunyai senjata rahasia yaitu nasionalisme..." -Ho Chi Minh-


Saat membaca kalimat di atas, terasa ada yang mengganjal dalam pikiran. Saya masih ingat, demikian sederhananya pemahaman saya tentang hal satu ini saat SD dulu. Sebuah pertanyaan di pelajaran PPKn yang kerap keluar saat ujian adalah: sebutkan contoh sikap cinta tanah air! Tanpa pikir panjang, saya menuliskan 'rajin mengikuti upacara bendera setiap Hari Senin' di lembar jawaban. Yakin. Mantab. Seolah hanya itulah jawaban keramat yang mampu menggiring saya meraih nilai 100.

Sekarang, saya hanya tersenyum mengingat kisah itu. Ketika sudah kuliah, masihkah ada agenda mengikuti upacara bendera rutin? Tentu tidak. Kalau tidak ada kuliah pagi, saya mungkin lebih memilih tidur (dasar mahasiswa!).

Pemahaman semangat kebangsaan memang seharusnya tak lagi sesempit pemikiran anak SD (seperti saya). Nasionalisme bisa diwujudkan dalam hal apapun. Tak perlu perubahan besar, semangat untuk menjadi pribadi bermanfaat menurut saya sudah mewakili nasionalisme. Semangat untuk berkarya, bekerja, hingga berbudaya adalah nasionalisme luar biasa yang mungkin tak terlihat.

20 Mei malam, sebelum tidur, saya sempat menengok Radio Show di TV One. Acara yang menyandingkan sajian musik-musik cadas band indie berbarengan diksusi itu mengundang Pandji sebagai salah satu bintang tamu. Bukan untuk mendengarkan dia ber-stand up comedy, melainkan membicarakan bukunya tentang nasionalisme.

Pandji sendiri mengartikan nasionalisme dengan sangat 'kini'. Nasionalisme anak muda menurutnya adalah kiprah dan kemanfaatan. Mereka yang berkiprah di bidang seni, di dunia hiburan, dan dimana pun dianggap sudah mengusung nasionalisme. Bisa menginspirasi orang lain, sudah cukup untuk membuktikan kecintaan pada bangsa sendiri. Pemahaman soal satu ini memang unik. Saat bangsa kita tak perlu lagi berperang melawan penjajah maka perang melawan kekurangan bangsa sendiri adalah sebenar-benar nasionalisme.

*intermezo
"Maba itu kamu ajari apa? Ajari nasionalisme, suruh baca ini juga!"
Pak Rosyadi mengingatkan kami dengan nada agak serius. Saya tak bisa berkata-kata. Hanya menimpalinya dengan senyum, senyum kebingungan lantaran tak punya jawaban 'klop' atas anjuran tadi. Sama saat saya bingung menuliskan jawaban quiz TRK beliau.. hehe

No comments:

Post a Comment