Pages

Sunday, October 23, 2011

Antara Tugas dan Kado Pernikahan

I wrote this note unseriously,
just wanna describe and remember the past when we were at Senior High School.



 

Sabtu itu berjalan layaknya Sabtu-Sabtu kemarin. Tapi selalu saja ada sensasi berbeda ketika sudah tiba hari H. Kelas TIK menjadi kenangan tersendiri bagi saya dan kawan-kawan XII IA 4. Dari situlah kami banyak belajar, mulai dari kemandirian hingga keberanian yang berbuah cerita konyol masa SMA, khusus yang terakhir mungkin hanya dialami Genk Kwaci .

Dua jam senam jantung di jam pelajaran Bahasa Inggris milik Pak Eko usai, bel tanda istirahat pun berbunyi. Dari ruang 14, semua berbondong-bondong pindah ke kelas berikutnya, TIK. Khusus kelas satu ini, kami menempati laboratorium komputer di lantai satu, kecuali untuk saat-saat tertentu, sesekali juga menempati laboratorium lantai 2.

Tak berapa lama kemudian usai jam istirahat, pelajaran dimulai. “Jaringan berdasarkan area bisa terbagi atas LAN, MAN, dan WAN,” suara di depan mengalir mengisi ruangan penuh komputer yang kami tempati. Terdengar asing bagi saya dan anggota Genk Kwaci lainnya yang juga udik dengan bahasa informasi ala Mr Nasrun.

Mr Nasrun? Ya, itulah nama guru muda yang mengajar kelas TIK kami. Dan menurut pendapat kami semua, kelas TIK menjadi berasa lebih hidup semenjak kehadiran sosok guru satu ini beserta sejuta tugas asingnya. Pak Nasrun, demikian kami semua menyebutnya. Belakangan Rina, salah satu teman sekelas saya lebih senang memanggilnya dengan sebutan ‘Sweetie’, nama yang saya anggap lebih cocok untuk merk sabun bayi. (Dan pada kenyataannya, bukankah memang ada sabun bayi dengan merk seperti yang saya sebut tadi?)

Cukup sudah guru ini membuat pusing seisi kelas. Bukan karena skandal hot macam video porno Ariel Peter Pan, tapi sekali lagi karena sederet tugas aneh yang ditempakan pada kami, murid-murid gaptek di SMA yang notabene jadi patokan kabupaten Magetan tercinta.

Dan benar saja, tugas kali ini adalah mencari informasi mengenai bagaimana cara membuat sebuah jaringan dalam sebuah ruangan. “Buat makalah tentang jaringan, gampangannya cari tahu bagaimana mendirikan warnet,” jelasnya tanpa beban sedikit pun di hadapan kami semua.

Singkat cerita, beliau meminta kami menerangkan dan merangkum secara detail soal jaringan. Tak ketinggalan dengan mendata berbagai perangkat yang diperlukan sampai menghitung biaya setiap komponen. ”Sebagai contoh, ada berapa jenis kabel yang digunakan, butuh berapa meter, berapa harga tiap meternya, dan bagaimana cara pemasangannya, semua harus jelas,” terangnya lagi. Belum cukup puas memberi beban sekian puluh ribu Newton, si Sweetie menambahi lagi dengan satu lagi istilah extra ordinary di telinga kami. “Makalah harus dibuat dengan format pdf,” imbuhnya.

Dooooooorrrrrr !!!! Seisi kelas meledak. Suara riuh rendah pasar mendadak berpindah dari Pasar Sayur ke dalam Laboratorium Komputer SMA 1 Magetan. Saya sendiri yang sedari tadi ngah-ngoh soal tugas membuat makalah jadi tambah kehilangan minat. “Heh, format pdf ki piye?” Dan jawaban klasik hampir seisi kelas, “Mboh ora ruh,”  Sebuah pertanyaan dan jawaban yang terngiang-ngiang di telinga sampai bel pulang berbunyi. Kalau Mbet yang mengeluhkan pasti sydah berujar demikian, “Mbet piye iki?” (Hehehe, peace Mbet)

Itulah sedikit oleh-oleh yang kami dapat di Sabtu yang indah. Genk Kwaci yang notabene juga tergabung dalam satu kelompok, tak satu pun paham dengan tugas yang diberikan barusan because all of us are gaptek.

Ide awal untuk menutupi kekurangan diri (lho?) adalah bertanya. Bertanya pada mbah Google dan bertanya langsung pada sang ahli topologi jaringan. Memilih bertanya pada sumber yang pertama bisa dibilang susah-susah gampang. Gampangnya informasi yang dicari jumlahnya berada di kisaran berjuta-juta sampai tak hingga. Sementara susahnya, bisa jadi karena saking banyaknya bikin kepala pusing memilah-milah. Oke lupakan sejenak sesi wawancara ekslusif dengan mbah Google. Mari memulai kisah romantis saat wawancara bersama para narasumber yang kedua (maksude opo?).

Tokoh pertama yang menjadi sasaran kami untuk menggali informasi adalah sebuah toko komputer yang berlokasi dekat dengan TKP (baca: SMA 1 Magetan). Sontak kami berempat pun grudukan memadati toko yang bahkan sampai sekarang saya tidak tahu namanya (Parah Jeh, ada yang tahu?tempatnya di sebelah barat Pom bensin). Belum apa-apa kita malah sudah ditawari Flash Disk (FD). “Mau beli FD yang berapa giga?” tanya pria separoh baya yang barusan keluar dari Avanza hitam. Kami berempat jadi makin keki mau bertanya lebih soal tugas, malu karena ke situ ternyata tidak berniat membeli apapun.

Bukan Genk Kwaci namanya kalau menyerah dan mundur hanya karena rasa malu. Akhirnya, dinekat-nekatin juga dah memulai percakapan soal niatan mulia menunaikan tugas dari Sang Hyang Guru Sweetie. Beruntung Pak Heri, pemilik toko yang menanyai kami tersebut bersedia berbagi ilmu. Sesi wawancara pun dimulai, beliau memberi tahu kami mengenai biaya dari berbagai peralatan yang diperlukan untuk merangkai sebuah jaringan.

Tak cukup puas dengan hanya satu sumber, kami berlima melanjutkan investigasi ke lokasi dekat TKP. Kali ini yang menjadi pilihan kedua adalah bakal calon Warnet Azema. Bisa dikatakan, kami lah saksi berdirinya warnet satu ini. Bagaimana tidak, warnet yang belum di-launching dan masih dalam tahap renovasi itu sudah kami datangi (kurang gawean men sing nekani? batinku). Tak apalah, sekali lagi inilah bukti pengorbanan kami mencari ilmu meski hanya dengan separo niatan.

Beberapa orang tampak sibuk di bakal calon warnet yang berada tepat di depan SMA 1 Magetan tersebut. Kami pun memberanikan diri menemui salah seorang diantara beberapa mas-mas yang (kelihatan) sangar. Satu orang yang agak gendut lah yang menjadi pilihan kami. Rupanya ia tengah sibuk dengan komputer server di depannya. Tanpa perkenalan dan basa-basi sedikit pun (yang jelas ini tentu sangat tidak sopan, menurut yang saya pelajari, salah satu etika wawancara adalah memeperkenalkan diri terlebih dulu) kami langsung mencecar si mas yang agak gendut tadi dengan berbagai pertanyaan soal pendirian sebuah warnet.

“Wah, aku gak ngerti nek masalah kuwi,” jawabnya polos dan sedikit terkesan tanpa usaha. Namun ia mau sedikit bermurah hati agar kami tidak terlalu kecewa mendengar ucapannya barusan. Spontan, dengan berselancar ria browsing, ia mencarikan contoh proposal untuk mendirikan warnet. Disuguhi informasi demikian kami hanya bisa tersenyum dan berterima kasih. Dan tak disangka-sangka, mas agak gendut itu tadi malah menawarkan promosi, ”Nanti kalau Azema buka perdana kesini ya, biar dapat gratisan,” iklannya. Satu lagi budi baik yang kami terima dari mas agak gendut adalah rekomendasinya atas narasumber yang ketiga. Siapa mereka? Cekidot!!!

Tokoh berikutnya yang beruntung kami datangi adalah pemilik NEY Comp, toko penjual barang-barang berbau elektronik IT. Sekali lagi kami harus kembali menemui mas-mas. “Mas Arief bukan?” demikian sapaan awal salah satu dari kami, tentunya dengan gaya sok kenal dan lagi-lagi tanpa perkenalan diri dulu. Untungnya, kami tak salah orang, dia lah pemilik NEY Comp yang mas warnet agak gendut tadi maksudkan.

Tanpa babibu dan menunggu lebih lama, niatan wawancara untuk melengkapi tugas TIK segera kami ceritakan. Syukurlah, Mas Arief yang juga agak gendut sedikit mau menerima kami berempat yang tidak jelas asal-usulnya ini. Usai menggali sedikit informasi dengan menanyakan bebearapa hal. Mas Arief juga menyuruh membuat list pertanyaan dan meminta kami datang lagi keesokan hari di rumahnya jika ingin bertanya lebih.

Persis seperti yang dijadwalkan, besoknya kami menuju rumah narasumber ketiga untuk wawancara lebih lanjut. Namun apa dikata, kami harus menelan pil pahit (lebay, baca: rasa kecewa) karena yang dicari tidak ada. Eh, malah dihadapkan pada mas-mas lagi.

Sepintas wajahnya memang mirip dengan Mas Arief. Hanya saja mas yang kami jumpai kali ini lebih putih dan lebih kurus. Dia memperkenalkan diri, namanya Mas Nur, yang ternyata adalah kakak dari Mas Arief. “Koyok kembar, tapi ngganteng sing iki,” batin saya. Kami juga baru tahu kalau di rumahnya, ternyata juga membuka servis komputer dan lain-lain. Dari Mas Nur pula kami tahu kalau Mas Arief tengah sibuk menyiapkan resepsi pernikahannya. Karena itulah Mas Nur bersedia meladeni niatan wawancara kilen adiknya kemarin. Tak sampai setengah jam tanya soal ini itu, kami pun berpamitan. “Matur nuwun nggih Mas,” ujar kami kompak dan masih dengan gaya cengar-cengir.

Karena bingung bagaimana hendak membalas budi baik narasumber ketiga, kami berempat pun sepakat membelikan kado pernikahan untuk Mas Arief. Entah dari mana asalnya ide konyol macam itu tercetus. Padahal kalau dilogika, harusnya kami memberikan barang yang tidak hanya dikhususkan untuk satu orang saja. Sudah lupakan saja masalah ini, mari memilih kado yang tepat untuk resepsi pernikahan. Singkat cerita, pilihan kami pun jatuh pada satu paket gelas seharga Rp XXX,00 (Maaf saya lupa nominalnya). Dengan dibungkus kertas kado seadanya kami juga turut menyertakan ucapan Selamat Menempuh Hidup Baru.

Paket itu pun kami antar langsung untuk diberikan. Dengan gaya malu-malu dan ragu-ragu, akhirnya kado pernikahan itu berhasil juga diberikan lewat Mas Nur. “Opo iki? Wis gak usah gak popo,” ujar Mas Nur (Jujur, uisn puol Jeh pas kuwi). Kami berempat hanya bisa tersenyum dan menahan malu untuk kesekian kalinya. Pemberian kami sore itu disambung ucapan terima kasih Mas Nur dan beberapa kerabatnya di rumah (Sumpah, tambah isin pindho soalae akeh wong pas ngekekne).

And finally, kelompok kami pun berhasil menelurkan sebuah makalah berjudul JARINGAN WIRELINE, JARINGAN WIRELESS DAN TOPOLOGI. Parahnya setelah sekarang file yang masih nangkring di komputer saya itu  coba saya baca ulang, hasilnya sama sekali tidak memenuhi standar penulisan sebuah makalah. Sementara isinya? Blas bablas, sing nggawe dhewe ae gak mudeng opo maneh wong liyo… hahahaha

No comments:

Post a Comment