Pages
Monday, September 5, 2011
Hari Pertama Kuliah Semester Lima
September hari kelima, artinya hari pertama masuk kuliah, waktu yang belum genap hingga tujuh hari untuk lebaran ketupat. Bagiku, 5 September merupakan hari pertama masuk di semester lima. Ya, tahun ketigaku di Teknik Kimia ITS.
Banyak mahasiswa yang memilih bolos. Teman saya bahkan secara 'vulgar' memasang ajakan menambah jatah libur paling tidak sampai lebaran ketupat di kampung halaman usai. Ada juga yang mengambil jatah bolos di awal. Tak tanggung-tanggung, seminggu! Alamaaak, lama sekali pikir saya. Tapi di kelas saya tadi, banyak juga yang masuk, termasuk saya. Yang tidak masuk hanya sekitar tiga orang.
Saya hanya ingin berbagi cerita seputar pengantar kuliah sebelum benar-benar mempelajari materi inti (ngeri sendiri bayangin materi beratnya, hehe).
Kuliah pertama, Teknik Reaksi Kimia I.
Setelah menyimak pengantar dari Pak Dosen, saya bisa mengatakan, di mata kuliah TRK I ini isinya full reaktor. Perlunya mempelajari ilmu ini, tak lain karena seorang chemical engineer dituntut memiliki kemampuan design, construct, serta operate peralatan yang terlibat selama proses. Dalam hemat saya, pasti penuh perhitungan. Bukan hanya perhitungan melogika suatu problem melainkan juga pasti akan dipenuhi perhitungan integral. Omigot!!!
Di setiap kuliah selalu saja terselip berbagai cerita out of topic. Kali ini soal berita larangan impor garam dari India. Orang awam mungkin akan berkata, "Buat apa kita impor garam. Bukankah 2/3 wilayah Indonesia berupa lautan. Apa kita tidak sanggup memenuhi kebutuhan domestik dengan produk dalam negeri?"
Sabar. Tahan dulu Bung argumen Anda, kita bicara baik-baik. Bukan tanpa alasan, pabrik-pabrik abu soda mengimpor garam dari luar untuk bahan bakunya (bahan baku abu soda adalah garam). Pengotor (impurities) garam di Indonesia terbilang sangat tinggi jika akan digunakan sebagai umpan (feed). Kalau hendak dipaksakan pakai 'garam sendiri' tetap tidak mungkin. Bisa-bisa reaktornya langsung rusak. Kurang lebih demikian lah alasannya.
Dari India, kita berganti topik ke Kanada. Tahukah Anda bila belerang yang digunakan PT Petrokimia sebagai bahan baku pembuatan asam sulfat untuk pupuk urea didatangkan nun jauh dari Kanada sana? Sekali lagi orang awam akan berkata, "Bukankah Indonesia kaya dan punya banyak sumber belerang? Kenapa mesti jauh-jauh impor dari luar?"
Sebentar-sebentar. Lagi-lagi ini cuma soal sifat (properties) bahan baku. Soal pengotor juga. Ternyata belerang dari Kanada merupakan hasil samping pemurnian minyak bumi di kilang-kilang minyak. Minyak bumi yang mereka (Kanada) impor dari Arab Saudi mengandung kadar belerang tinggi sehingga perlu dimurnikan dulu sebelum diolah lebih lanjut.
Orang awam berkata lagi, "Kita sama-sama impor minyak bumi juga, kenapa kita gak punya hasil samping belerang?" Nah ini dia, di Indonesia (tengok Pertamina Cilacap) tidak memakai proses pemurnian ini. Minyak bumi yang masuk langsung diolah. Kenapa bisa demikian? Sudah bukan rahasia, aturan polusi masih belum ketat di Indonesia. Beda dengan Kanada sana. Ternyata oh ternyata demikian ceritanya.
Kuliah kedua, Bahan Konstruksi dan Korosi
Material Science and Engineering tidak hanya dipelajari oleh orang teknik kimia saja tetapi juga orang mesin, metalurgi, elektro, dan orang science murni. Perbedaan mendasar antara orang science dan engineering dalam menerapkan ilmunya ini hanya soal skala dan start-nya saja. Science bertugas mengamati serta mencatat sifat dan struktur material. Umumnya mereka bekerja pada skala laboratorium. Sementara ilmu bahan bagi para engineer berawal dari adanya keperluan. "Saya ingin membuat reaktor yang kuat, tahan suhu tinggi, dan tidak korosif." Contoh keinginan semacam itu menuntut para engineer mengetahui ilmu bahan. Kasarannya biar gak ketipu lah kalau mau belanja bahan, hehe.
Terselip cerita lagi. Kali ini seputar teknologi Amerika. Inti pembicaraan siang itu adalah bagaimana kita harus berguru pada alam. Back to nature.
Perusahaan lem di Amerika saja berusaha meniru prinsip kerang laut. Selama ini jika hendak menempel dengan lem, salah satu syaratnya adalah benda tersebut kering. Ternyata kerang laut demikian menginspirasi. Pasalnya, ia bisa menempel kuat dalam keadaan basah. Teknologinya berhasil ditemukan dan tentunya jadi rahasia perusahaan donk!
Ada lagi cerita mengenai lalat. Lalat kecil ini punya kemampuan luar biasa. Teknologi pesawat saat ini saja masih kalah jika dibandingkan dengan lalat. "Bayangkan kalau suatu negara memiliki pesawat segesit lalat dengan manuver luar biasa. Bisa bahaya kalau dipakai perang," ujar dosen saya. Spontan seisi kelas tertawa. Dibandingkan dengan salah satu pesawat canggih milik Amerika yaitu pesawat siluman (stealth aircraft) berbentuk segitiga, masih menang si lalat sepertinya, hehe.
Cerita-cerita bapak dosen di sela-sela kuliah selalu sukses membuat saya melek. It was fresh!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment