Pages

Friday, April 12, 2013

First and Last Experience, Shisa!


Pelatihan Youth Initiative and Civic Engagement (YICE) menyisakan banyak cerita konyol. Salah satunya adalah nyasar ke sebuah kafe shisha di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Malam itu personil yang memilih hangout ke luar dari sarang penginapan adalah saya, kak Kiki, kak Rukita, Dialita, Donnie, dan Shila. Seperti biasa, kami ke luar untuk mengisi perut. Oke, semua sukses menuju D’ cost. Setelah kenyang, Donnie yang notabene gak bisa diem, mengajak kami jalan-jalan sebelum pulang. Pertanyaannya, destinasi apa yang bisa dikunjungi yang dekat dengan D’cost? Kak Kiki menawari kami pergi ke Shisha Café. Jujur, saya sendiri tidak tahu banyak mengenai shisha. Seingat saya, shisha adalah sejenis alat untuk menghirup opium yang digunakan warga Timur Tengah. Informasi itu saya dapatkan saat membaca Buku Selimut Debu.

suasana Shisha Cafe
Tidak ada café yang murah di kawasan seperti Kemang. Anda masuk, setidaknya harus memesan segelas minuman. Hal itu pula yang kami rasakan saat memasuki Shisha Café. Kesan yang saya tangkap adalah suasana remang-remang ala Timur Tengah. Para pelayan berkostum ala negeri Aladin menawari kami dengan ramah. Melihat banderol harga berbagai jenis shisha yang alamak, kami memutuskan membeli shisha dengan harga termurah sekitar Rp 40 ribu kalau tidak salah. CMIIW. Kami memilih shisha campuran antara rasa cokelat, mint, dan banana. Rasa penasaran saya pun musnah sudah setelah mencoba sisha secara langsung. Menghirup shisha hanya seperti merasakan sensasi aroma buah.

kika: kak Rukita, kak Kiki, Shila, Donnie, saya, Dialita

Di antara kami berenam, hanya Donnie yang terbatuk-batuk setelah mencoba. “Ih gila ya, itu pasti ada nikotinnya,” ujarnya saat itu. Menurut Shila, rasanya tidak seberat seperti saat menghisap rokok. Well, sensasi menikmati shisha mungkin berbeda-beda untuk setiap orang.

Sepulang dari Jakarta, saya pun iseng mencari informasi mengenai shisha. And guess, what I found? Here it is!
Kata shisha berasal dari bahasa Persia, shishe, yang berarti gelas. Shishe merujuk pada tabung gelas alat merokok ala Timur Tengah. Tradisi shisha berawal dari India utara di kawasan Persia, Iran, tepatnya di kawasan perbatasan antara India dan Pakistan, di Negara Bagian Gujarat, Rajasthan, dan Sindh.

Saat Raja Akbar memimpin Kekaisaran Mughal, India (1542-1605), pakar fisika Abdul Fatah Jaelani, keturunan Abdul Qadir Jaelani, datang ke India dan menciptakan shisha.

Shisha disajikan seusai bersantap baklava atau kue-kue basah dan minum teh beraroma daun mint di sore hari.

Dari India, shisha menyebar ke Iran, Turki, Irak, dan Mesir. Selanjutnya meluas ke Asia Tengah dan sebagian Afrika Utara dan sejak dua tahun belakangan shisha meluas ke hampir seluruh belahan dunia.

Tahun 1554, Hakim dari Alepo dan Hems dari Damaskus membuka bar shisha pertama di Kerajaan Ottoman. Shisha pun cepat berkembang di banyak kedai kopi di Turki. Di masa pemerintahan Murat IV (1623-1640), shisha mencapai puncak keemasannya dan digunakan oleh mayoritas rakyat Turki.

Di abad ke-17, shisha mulai tampil seksi bersama sajian musik, hidangan mewah, dan tari perut. Di era pemerintahan Raja Salim III, di abad 19, shisha menjadi produk industri kerajinan, yaitu setelah dibukanya pabrik gelas di Beykoz oleh Mehmet Dede.

Di Mesir, di awal abad ke-20, shisha berkembang menjadi bagian dari budaya kosmopolit. Kafe shisha terpopuler di awal abad itu adalah Kafe Jamaluddin al-Afghani dan Kafe El-Fishawi.

Pelanggan mereka adalah Abdullah al-Nadim, sang orator revolusi Mesir 1919, Saad Zaghlul, perdana menteri pertama Mesir, serta sastrawan Mesir peraih Nobel 1988, Naguib Mahfouz.

Di akhir tahun 1980, seorang pedagang tembakau di Mesir mencampur tembakau shisha dengan sari buah. Langkah ini ternyata membuat shisha mendadak mendunia.

Kini, pengguna shisha bisa menikmati tiga jenis tembakau. Tembakau dengan campuran madu atau sirup yang disebut maasal (Arab), tembakau murni yang disebut tumbak atau ajami (Turki), serta tembakau yang dicampur ramuan tumbuhan dan minyak yang disebut jurak (India).

Tetapi di sisi lain....

Shisha merupakan sebuah “gaya” merokok dari Timur Tengah. Memiliki nama lain seperti Nargilla, Hubby-Bubly (imut ya? :D ), atau Hooka. Perbedaan mencolok antara shisha dengan rokok terletak pada “cara penyajian” tembakau-nya. Jika rokok dilinting, sedang sisha menggunakan tembakau basah yang dimasukkan ke dalam tabung khusus yang memiliki selang lentur.

Yang unik, shisha ini memiliki beraneka rasa, seperti strawberry, apel, cherry dll. Nah, jika belum dicampur dengan rasa apapun disebut Jahloul (warnanya kehitam-hitaman). Katanya sih, sama halnya dengan rokok, bagi yang belum terbiasa, menghisap shisha dapat mengakibatkan pusing dan kantong kering. Asap yang dihasilkan shisha juga lebih tebal dan kental dibanding asap rokok.

Hasil penelitian laboratorium nasional Prancis, Laboratoire National d’Essais (LNE), yang disampaikan oleh Agen Antitembakau Prancis (OFT) bahwa:

Kandungan karbon monoksida saat menghisap 1 shisha setara dengan 15 hingga 52 batang rokok (kalau pemikiran logis, masa iya asap shisha yang lebih tebal dan pekat dikatakan lebih aman dari rokok?). Kandungan tar 1 shisha setara dengan 27 hingga 102 batang rokok

Laporan tersebut juga menyatakan bahwa shisha merupakan sumber utama polusi udara di area tertutup dan sekitarnya.

1 hisapan shisha setara dengan sekitar 70 hisapan rokok (Presiden OFT Bertrand Dautzenberg, 2007)

Nah, yang mana yang benar? Memang, shisha memiliki 3 tipe. Tipe pertama memiliki karbon ringan berjumlah sedikit. Tipe kedua memiliki karbon ringan berjumlah banyak dan tipe ketiga, shisha dengan karbon alami bervolume sedikit. Penelitian tersebut menggunakan 3 parameter sebagai ukuran perbandingan dengan rokok, seperti jumlah tar, karbon monoksida, dan nikotin.

Katanya detik.com, untuk 70 Liter asap yang yang diproduksi shisha, tar yang terkandung pada tipe 1 adalah 319 miligram, atau 32 kali melewati batas yang ditetapkan Eropa untuk sebatang rokok. Sementara shisha 2 mengandung tar 266 miligram, atau 27 kali melebihi batas rokok. Sedangkan shisha tipe 3 mengandung tar 1.023 miligram, atau 102 kali melebihi batas rokok. Karbon monoksida yang terkandung pada shisha tipe 1 yakni 17 kali melebihi batas rokok, tipe 2 sebanyak 15 kali, dan tipe 3 sebanyak 52 kali. Kadar nikotin yang terkandung pada shisha tipe 1 dan 2 setara dengan sebatang rokok, sedangkan tipe 3 setara dengan 6 batang rokok.

*Gak lagi deh nyobain shisha.. hehe:D

4 comments:

  1. Replies
    1. keren sama harganya juga sa. 10% pajak makanan dan 5% pajak service. wew, bangkrut!

      Delete
  2. wooo..habis dr kemang pik? mampir ke aksara?
    iyatuh kemang...alamakjang emang mahal2 yak kafenya...tapi sumpah asik ya buat jalan2 :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. gak kemana-mana mbak. apa itu aksara? hehehe
      di kemang penuh cafe dan gemerlap dunia malam =.='

      Delete