Ini bukan pertama kalinya saya mengenal aktivitas sosial. Tapi di Pamflet melalui Youth Iniatitive and Civic Engagement (YICE) Program adalah untuk pertama kalinya saya mengenal berbagai macam kegiatan sosial. Antara lain teman-teman yang berkecimpung di bidang pendidikan anak kurang mampu, anak berkebutuhan khusus, HIV/AIDS, HAM, korupsi, feminisme, hingga Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT) . Rata-rata mereka sudah memiliki wadah berupa komunitas baik itu yang diinisiasi oleh orang dewasa lalu melibatkan anak muda hingga komunitas yang memang 100% diinisiasi anak muda.
Sekitar lima hari berinteraksi dan menjalin kedekatan dengan mereka, membuat saya belajar bahwa masih banyak sekali pekerjaan rumah yang seharusnya diselesaikan pemerintah. Anak-anak muda yang mungkin lelah menyandarkan harapan perubahan pada pemerintah mulai menginisiasi perubahan sendiri. Kecil, perlahan, tapi pasti.
Pada pelatihan ini, berbagai bahasan disampaikan dengan ringan setelah di awal terlebih dahulu dilakukan games sebagai stimulus. Lepas permainan, digelar diskusi. Di diskusi itu pula, kami mulai mengurai dan menganalisa sedikit demi sedikit fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Lantas merefleksikannya dalam lingkup yang lebih kecil, salah satunya melalui organisasi kita masing-masing.
Mengapa perubahan sosial menjadi sangat perlu? Sebagai anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations), Indonesia adalah salah satu dari 192 negara yang bersepakat untuk bersama-sama berusaha mencapai delapan goal pada tahun 2015 yang dikenal sebagai Millenium Development Goals (MDGs). Seperti diketahui bersama, delapan obyektif yang dimaksud masing‐masing adalah: (i) menghapuskan kemiskinan yang ekstrim dan kelaparan; (ii) memenuhi kebutuhan pendidikan dasar; (iii) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (iv) mengurangi angka kematian anak; (v) meningkatan kualitas kesehatan ibu; (vi) memberantas HIV/AIDS, malaria, dan beragam penyakit lainnya; (vii) menjamin keberlanjutan lingkungan hidup; dan (viii) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Pada tahun 2015, idealnya Indonesia sudah menyelesaikan delapan masalah tersebut. Namun seperti kita ketahui bersama, agaknya memang sulit. Karena itulah inisiasi anak muda untuk membuat perubahan di lingkungan sekitarnya menjadi sangat penting.
Tak melulu menganalisa, kami juga mempelajari bagaimana harusnya membuat action plan yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Timebound). Kelima kunci itulah yang akan kita gunakan sebagai dasar pembuatan proposal apapun, termasuk proposal action plan. Tapi action plan yang bagus saja tidak cukup, juga diperlukan networking dan resource mobilization. Berjejaring menjadi sangat penting untuk memperkuat komunitas/organisasi secara eksternal. Untuk internal bisa dengan memberdayakan resource, dalam hal ini tidak melulu berarti fund raising, karena bisa juga berupa non financial resource seperti volunteer.
Pada pelatihan ini semua peserta merupakan anak muda. Tentu tak lengkap jika selama pelatihan tidak disinggung sama sekali mengenai sejarah anak muda. Hal ini penting untuk mengetahui betapa besarnya peran pemuda sebagai agen perubahan sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga pasca reformasi. Di sesi ini juga dibahas relevansi definisi pemuda yang sudah ada di Indonesia.
Sebagai agen perubahan, anak muda juga dikenalkan mengenai aktivisme, termasuk di dalamnya ada kajian terkait isu HAM, gender dan diskriminasi. Anak muda juga dikenalkan pada advokasi kebijakan. Presentasi dari Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) menyebutkan terdapat berbagai cara untuk melakukan advokasi. Salah satunya bisa melalui media sosial seperti penulisan petisi atau penggalangan dukungan massa melalui jejaring sosial.
Selain penyajian materi langsung dari pembicara, kami juga diajak mengunjungi Sanggar Anak Akar yang sudah berdiri selama 18 tahun. Pada hari ke-empat, kami turut melakukan audiensi dengan pemangku kebijakan publik untuk mengkaji undang-undang tentang pemuda. Di hari itu pula kami melakukan group discussion mengenai perubahan apa yang paling perlu dicapai Indonesia dengan menganalisa penyebabnya lalu memberikan rekomendasi solusi atas permasalahan tersebut. Hasil dari diskusi nantinya akan dijadikan bahan rekomendasi pada pertemuan pemuda di Bali di post 2015 yang akan digelar Maret 2013 mendatang.