Pages

Showing posts with label BukuBukuKu. Show all posts
Showing posts with label BukuBukuKu. Show all posts

Friday, July 5, 2013

9 Summers 10 Autumns


Cuaca pagi ini jadi teman yang baik saat menulis. Warm and bright. Tidak seperti tiga hari yang lalu, Surabaya tak henti diguyur hujan. Sedari pagi sudah suram dan ‘malas’ karena mendung, gerimis, dan tentu saja derasnya hujan. Tapi tetap saja, that weather was God’s will. Meski tak bisa dipungkiri juga, Tuhan berkehendak atas apa yang dilakukan manusia-manusia penyebab global warming *ups keceplosan. Yeah, during this time, the weather is upredictable. It may cause of global warming *ups (sengaja) keceplosan lagi.

Anyway daripada ngoceh tak beraturan tentang cuaca Surabaya, kenapa tidak menulis sesuatu seperti resensi buku? Hmmm… though I’m not sure I can make good execution on it, at least I try. Then what kind of book that I wanna talking about? Oiya, first of all I’m so sorry, there are lot of mix English and Bahasa here. That’s pure my error side..hehehe

Jadi ceritanya buku yang saya resensi ini adalah pemberian kawan kwaci saya, @sarinugraheni. Terima kasih deksar untuk buku inspiratif berjudul 9 Summers 10 Autumns-nya.

Karya Iwan Setyawan ini adalah novel fiksi yang terinspirasi dari kisah hidup Iwan sendiri. Ia berkisah bagaimana seorang anak supir angkot dari Kota Malang dengan segala keterbatasan ekonomi meraih mimpi menjadi seorang direktur di New York.

Di novel ini, Iwan menyajikan potret kesederhanaan kehidupan keluarga, tempaan masalah keuangan selama berstatus mahasiswa, hingga potret kerja kerasnya di lingkungan pekerjaan. Semua terangkum berurutan.

New York menjadi nyata bagi Iwan saat Mbak Ati, Nielsen International Research di New York mencarinya. Ia menawari Iwan menjadi data processing executive di New York. Mbak Ati sendiri adalah lulusan Statistika IPB, satu almamater dengan Iwan.

Tawaran bekerja di New York tidak lantas datang begitu saja. Kalau ada yang bilang Tuhan memiliki rencana, ini salah satu buktinya. Karir Iwan awalnya dibangun di Nielsen Office di Jakarta tapi tak berapa lama kemudian ia pindah ke Reksadana. Eh, tak dinyana Mbak Ati’s looking for him again. Tawaran New York yang sama sekali tidak pernah dibayangkan Iwan tiba-tiba mampir begitu saja. Tentu hal itu wajar jika menilik bagaimana kinerja Iwan selama di Nielsen dulu. Ia beradaptasi dengan cepat, melawan rasa minder anak kampung sekaligus anak supir angkot, melawan keterbatasan bahasa Inggris di sebuah kantor internasional, dan tentu saja ia bekerja dan belajar sangat keras di lingkungan profesionalnya itu. That’s why Mbak Atik offers him a good opportunity. He deserves it.

Iwan dalam novelnya ini juga memunculkan potretnya sebagai seorang anak, bagian dari keluarga kecil yang mengajarinya banyak hal tentang kehidupan. Sebagai satu-satunya anak laki-laki di antara empat saudara perempuannya serta hidup di lingkungan yang kurang mendukung secara ekonomi, Iwan tumbuh menjadi pribadi yang kerap cemas akan masa depannya. Akankah ia meneruskan profesi ayahnya sebagai sopir? Berteman dengan kepulan asap kendaraan tiap hari? Akankah ia tetap menjadi yang sekarang? Tidak akan pernah bisa memutus rantai kemiskinan keluarganya?

Impian harus menyala dengan apa pun yang kita miliki, meskipun yang kita miliki tidak sempurna, meskipun itu retak.

Iwan perlahan meretakkan cangkang ketidaksempurnaan mimpinya itu menjadi kesuksesan di masa depan. Tentu saja dengan keras dan rasa cinta pada keluarga terutama orang tua.

Wanna know more? Just read it by yourself then guys. I recommend it :)


Sunday, December 2, 2012

Jangan Pernah Meminjamkan Buku



Judulnya kontroversial ya? Kesannya pelit dan tidak mau berbagi. Tapi kalau boleh jujur, hal yang saya ungkapkan ini bukan tanpa alasan. Minggu lalu saya mendapati buku saya dikembalikan dalam keadaan tidak layak. Padahal kondisi buku saat saya pinjamkan di awal masih gress. Siapa yang tidak kesal coba? Buku yang di-eman-eman malah rusak.

Saya pribadi kalau meminjam buku orang, sangat berhati-hati. Takut lecet, rusak, terlipat, atau bahkan terkena kotoran. Karena saya tahu bahwa buku adalah investasi pemiliknya. Si pemilik membeli buku kan tidak hanya berinvestasi pengetahuan tetapi juga berinvestasi berupa barang. Syukur-syukur nanti bisa membuka perpustakaan pribadi berisi buku yang sudah dikumpulkan sejak masih sekolah. Pengaksesnya? Bisa anak dan cucu kita kelak bukan?

Karena itulah kenapa saya sangat sedih jika buku saya kembali tidak sebaik kondisi awal. Saya berharap kita semua bisa bijaksana ya dalam meminjam buku orang. Kalau bisa mengembalikannya dalam kondisi lebih baik, misalnya saja membantu menyampulinya. Itung-itung balas budi sama  yang sudah berbaik hati memberi pinjaman. Dan paling penting dari itu semua, kalau meminjam buku, selama apapun itu tetap harus ingat untuk mengembalikan.

*tiba-tiba teringat dua buah buku yang masih saya pinjam hingga sekarang, hehe:)

Monday, February 6, 2012

Bekisar Merah


Bekisar merah dilukiskan Ahmad Tohari sebagai sosok Lasi, kembang desa di Karangsoja, sebuah kawasan yang hampir seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai petani nira. Lantas kenapa harus bekisar? Bekisar adalah unggas hasil perkawinan silang ayam kampung dan ayam hutan, biasa menjadi hiasan di rumah orang-orang kaya. Lasi adalah gadis blasteran Jawa-Jepang. Ayah Lasi adalah bekas serdadu Jepang.

Dalam novel ini, Ahmad Tohari menggambarkan tokoh Lasi sebagai korban atas 'penyelewengan' suaminya, Darsa yang juga petani nira. Konflik rumah tangga, tak ayal membuat Lasi bingung harus berbuat apa. Merasa menjadi bahan omongan negatif di desa, ia pun memutuskan pergi ke Jakarta.

Jakarta adalah jalan yang sebenarnya tidak menjadi tujuan bagi Lasi. Apalagi sampai hendak menetap di kota metropolitan itu, sama sekali tak ada pikiran ke arah sana. Kegalauan masalah rumah tangga lah yang membuatnya tak mampu berpikir lagi. Ia pun terbawa dalam kemewahan kota melalui pernikahannya dengan Pak Han, lelaki tua kaya raya. Dalam pernikahan itu, Lasi merasa hanya menjadi bekisar bagi direktur perusahaan pemerintah tersebut.

Tokoh Kanjat, pemuda desa yang tengah menempuh skripsi agaknya memperkaya penokohan novelis  asal Banyumas ini. Ia terlahir sebagai bagian dari para petani nira (ayah Kanjat adalah pengepul gula). Berbagai kesulitan hidup wong cilik, turut disisipkan malalui pergolakan hati dan pemikiran pemuda satu ini. Selain menghadirkan permasalahan sosial, novel setebal 309 halaman ini juga kaya akan deskripsi pedesaan. Rasa-rasanya, saya mulai mengenal gaya pendeskripsian ala Ahmad Tohari. Ya, selalu identik di semua tulisannya.

Sunday, January 29, 2012

Selimut Debu


Afghanistan, negara yang tiada henti diamuk bom tiap hari, agaknya memang bukan negara tujuan para wisatawan asing. Kemelut negara ini akan perang adalah salah satu alasannya. Wisatawan mana yang mau berkunjung ke negara yang jaminan kemananannya sangat minim? Kabul, ibukota Afghanistan saja hingga kini masih sering jadi sasaran bom milik Taliban. Belum lagi, ranjau yang masih aktif bertebaran di sana- sini. Aksi penculikan warga asing oleh Taliban pun juga menjadi menu sehari-hari di Afghanistan.


Namun di balik itu semua, tanah berdebu Afghanistan menawarkan pesona peradaban. Daerah-daerah seperti Kabul, Wakhan, Herat, Bamiyan, Balk, Kandahar, Ishkashim, Badakhshan, punya cerita masing-masing. Badakhsan, daerah ini merupakan penghasil opium. Perbukitan Ishkashim merupakan padang stepa tempat para bacha (bocah laki-laki) menggembalakan domba, kambing, dan sapi. Kabul, tempat modernitas berpadu dengan tradisi perempuan-perempuan berbalut burqa. Serta masih banyak lagi detail perjalanan yang dituliskan Agustinus Wibowo dalam buku setebal 400an halaman ini.

Buku ini juga sukses memaparkan perpaduan peradaban dan spiritual, yang tak bisa dipungkiri masih sangat kental di Afghanistan. Diantaranya adalah tempat ziarah para penganut Syiah di Band-e-Amir sampai kota suci Mazar-e-Syarif, yang diyakini sebagai tempat dimakamkannya Ali bin Abi Thalib.



Agustinus Wibowo juga mengulas berbagai permasalahan sosial yang terjadi di negeri khaak (debu) ini. Mulai dari aliran bantuan dana dari pihak asing yang entah berujung kemana sampai arus pengungsi Afghan di kawasan Iran di daerah Islam Qala. Banyak hal yang sanggup menggugah perasaan. Bagaimana Afghanistan masih menyimpan cerita miris seputar kelaparan, keterbatasan, hingga harga diri yang dipandang rendah saat mengais rezeki di tanah orang (Iran).

Namun demikian, bagi orang-orang Afghan, negeri ber-khaak mereka adalah tetaplah sebaik-baik tempat kembali.

Khaak, kebanggaan itu bukan sekedar bulir debu biasa yang beterbangan diterpa angin
-Selimut Debu-

Sunday, December 18, 2011

Garis Batas


“Putih membungkus segala penjuru. Awan gelap menggelanyut. Jurang menganga di bawah tampak begitu menyeramkan. Perjalanan menembus gunung-gunung Tajikistan membuat saya merasakan secuil angan-angan tentang nirwana.” (Garis Batas)

Agustinus Wibowo sukses membawa saya melintasi negara-negara pecahan Uni Soviet lewat bukunya, Garis Batas. Negara berakhiran ‘stan’ ternyata memiliki ribuan cerita. Mengejutkan. Itulah sedikit kata yang mampu menggambarkan Tajikistan, Uzbekistan, Kirgiztan, Kazakhtan, Turkmenistan, negara-negara pecahan yang kini tengah membangun peradabannya kembali. Sempat terkubur karena timbunan paham komunisme karya Lenin dan Stalin, membuat mereka perlu sedikit kerja keras menggali identitasnya kembali.

Dalam bukunya, Agustinus Wibowo menyajikan catatan perjalanannya dengan sangat detail. Deskripsi, flashback dengan menengok sejarah, dan tentunya opini alias pemikirannya tentang ‘Garis Batas’ itu mewarnai ulasannya setebal 500-an halaman.

Garis Batas berarti pemisah.  Agustinus Wibowo menggambarkan salah satu kekuatan garis pemisah itu antara dua negara: Afghanistan dan Tajikistan. Hanya dipisahkan oleh Sungai Amu Darya dan sim salabim, 180 derajat, kultur berubah demikian drastis. Dalam benak masing-masing orang Tajik dan Afghanistan, yang ada hanyalah fantasi. Masyarakat  Ishkasim Afghanistan berangan-angan, betapa bebasnya hidup di Tajikistan sana. Sementara orang-orang  Ishkasim Tajikistan mengagumi Afghanistan yang semakin kaya. Kedua negara, walau hanya terpisah sekian meter secara fisik, jurang pemisah itu nyatanya menganga lebih lebar.

Lain lagi dengan Turkmenistan. Negara ini enggan terbuka dengan dunia luar. Seluruh akses informasi benar-benar ditutup. Tak terkecuali dengan internet. Di negara ini, hanya ada satu warnet. Itu pun disertai pengawasan ketat oleh negara. Laman-laman yang bisa dikunjungi pun hanya boleh yang tertentu saja.

Pastinya, negara ini dalam bayangan orang asing adalah buah dari kediktatoran terselubung orang nomor satu.  Bayangkan, buku bernama Ruhnama, karya sang Turkmenbashi (Presiden Turkmenistan sebelum Gurbanguly) merupakan bacaan wajib. Ia bukanlah sebuah buku, bukan pula seperti Al-Quran. Tapi ia wajib diimani setiap warga negara. Ruhnama diajarkan di sekolah-sekolah, bahkan ia juga menjadi bahan ujian saat tes pegawai negeri dan saat ujian sarjana.

Uzbekistan, Kazakhtan, Kirgiztan juga punya banyak cerita. Minuman vodka, ironi kemiskinan, sampai birokrasi korup tingkat dewa, dapat dipastikan membuat para pembaca tercengang.  So, silahkan dibaca ya. Very recommended! Setidaknya, saya menyadari satu hal: Destinasi bukan hanya sekedar sampai dan pernah berkunjung. Tapi destinasi sejati adalah saat kita bisa mengenal budaya, berbaur, dan mengerti lebih dalam akan mereka.

Thursday, November 10, 2011

Prajurit yang Bodoh


Sobron Aidit menyindir betul-betul kelakuan menyimpang birokrasi negeri ini dalam bukunya yang berjudul Prajurit yang Bodoh. Saya bisa katakan, setiap pemaparannya 'Indonesia banget'. Maksudnya, benar-benar mencerminkan kebobrokan sistem dan moral pelaku politik negeri ini.

Buku yang tak lain berisi kumpulan cerpen tersebut dikemas dalam bahasa yang ringan. Bahasan inti di dalamnya tak jauh-jauh, masih seputar KKN. Uniknya, Sobron tak hanya mengulas segi 'politik' nya saja melainkan lebih ke arah humanis. Kolusi ditampilkannya pada cerpen berjudul 'Anak Penguasa dan Pengusaha'. Digambarkannya sosok Joni, anak seorang jenderal. Bapaknya selain berpangkat jenderal juga seorang pedagang yang punya perusahaan ekspor impor. Sementara sang ibu, punya kap salon.

Layaknya anak para pengusaha dan orang berpangkat kebanyakan, Joni jadi tak terurus. Di sekolahnya sendiri, Joni bahkan dikenal nakal, suka berkelahi, dan bodohnya minta ampun. Ketika ujian akhir SD, SMP, bahkan hingga SMA, Joni sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan yang mudah dan sepele sekalipun. Meski begitu, ia sukses saja bisa lulus dan bahkan bisa melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.

Saat pelajaran ekonomi, sang guru menerangkan mengenai hantu Malthus. Malthus dikenal sebagai ahli ekonomi yang reaksioner. Dia menyatakan bahwa peperangan, wabah penyakit, banjir, dan gempa bumi memiliki sisi baik bagi manusia. Sebab kalau tidak, pertambahan penduduk akan berkali-kali lipat naiknya dibanding kenaikan produksi bahan makanan. Karena itu, menurutnya kalau banyak manusia mati karena kelaparan itu lebih baik daripada terlalu banyak penduduk yang memadatai bumi ini. Untuk mengatasi hantu Malthus dapat dilakukan dengan tiga si: transmigrasi, irigasi, dan edukasi.

Saat ujian berlangsung, Joni mendapati pertanyaan: bagaimana cara menghindari hantu Malthus di Indonesia? Karena tak bisa menjawab apa-apa, Joni menulis: Untuk menghindari hantu Malthus di Indonesia, setiap malam Jumat kita harus bakar menyan agar hantunya tidak berkeliaran di Indonesia. Melihat jawaban Joni tersebut penjaga ujian hanya menggeleng-gelengkan kepala lalu dengan keras mencoretnya dengan tanda silang besar saking marahnya.

Dua bulan kemudian, si Joni, anak penguasa dan pengusaha itu tiba-tiba sudah duduk di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Alamaaaaak!!!

Menarik bukan? Itu baru satu cerita, belum beberapa judul cerpennya dalam buku ini. Membaca pemaparan fakta-fakta kecil dalam buku ini akan membuat kita geli sendiri:)

Tuesday, August 9, 2011

Discover Hongkong


Buku ini berjudul Discover Hongkong, diterbitkan tahun 2006 lalu. Isinya merupakan tour guide bagi kita jika hendak melancong ke Hongkong. Di setiap kawasan wisata, juga disediakan peta lengkap dengan kendaraan umm apa yang bisa kita naiki. Kalau di Indonesia, biasa kita sebut dengan trayek bus ata trayek angkot lah.. hehehe


Buku ini tiba-tiba saja ada di rumah (what?) maksud saya, saya tidak tahu dari mana ayah saya medapatkannya. Tiba-tiba saja ia membawanya ke rumah. Meskipun ini merupakan buku lama, saya tidak bisa menahan diri untuk ngiler menyusuri Hongkong. God, semoga suatu hari nanti. Amiiiin

Hongkong ternyata sangat kaya destinasi pariwisata. Hongkong mengundang kita menikmati indahnya perpaduan timur-barat, gaya hidup, damn kemewahan di Central, dimana penikmat dim sum (camilan Canton,, biasanya dihidangkan dalam keranjang bambu yang diambil dari kereta didorong mengelilingi restoran), kios-kios pinggir jalan dan butik-butik desainer menjadi daya tarik utamanya.


Ini dia, egg tart ala Tai Cheong Bakery dan teh pantyhose ala Lan Fong Yuen. Mantan gubernur Crhris Patten konon begitu ketagihan dengan egg tart ini lho! Kalau berniat membeli tart mungil ini, lebih baik datanglah lebih pagi sebelum antrian semakin panjang dan tentunya kehabisan.. hohoho

Teh pantyhose ala Lan Fong Yuen juga bisa menjadi pilihan. Minuman bernama aneh ini sebenarnya merupakan teh susu favorit penduduk setempat yang menggunakan penyaring sebuah pantyhose. Minuman wangi ini sudah dijajakan sejak tahun 1953. (wooooa, tua banget!)

Mari berlanjut ke wisata pulau. Cheung Chau Island!!Yak, Pulau Cheung Chau merupakan tempat persinggahan bajak laut zaman dulu, Cheong Po Tsai.


Omigot tengok Bun Festival! Sepertinya sangat cantik. Festival ini merupakan acara tahunan yang diselenggarakan di dekat dermaga.


Tai Yuan Street Toy Shops adalah surga bagi kolektor mainan. Mainan masa kecil Anda bisa jadi masih dapat ditemukan di sepanjang Tai Yuan Street.. hihihi. Di sini mainan kuno dan terbaru semuanya ada.


Yum Cha. Jenis makanan apa ya ini? Yum Cha ternyata merupakan makanan unik ala budaya Hongkong. Meski secara harfiah berarti 'minum teh' seringkali diikuti deretan panjang dim sum. Hidangan ini biasa disajikan pagi-pagi sekali dan berlanjut hingga sore hari.

Oiya, ada budaya unik lho di restoran Hongkong. Kebanyakan restoran memberikan semangkuk teh panas untuk keperluan membilas semua peralatan makan seperti sumpit dan cangkir teh. Wah wah wah, ada-ada saja.


Di akhir buku ini juga dilengkapi atikel singkat Panduan Praktis Turis Muslim. Diantaranya adalah informasi mengenai outlet-outlet yang menjual makanan halal sampai lokasi masjid-masjid. Wah, jadi semakin ingin menjelajahi Hongkong.