Pages

Sunday, June 30, 2024

Hello July!

July apa kabarmu? Sepertinya akan baik-baik saja, hehe. Ternyata oh ternyata saudara-saudara, di luar prediksi BMKG, apapun memang bisa terjadi, termasuk perubahan rencana dan fokus dalam hidup. Padahal kayaknya baru kemarin aku cerita tentang pindah di company baru, eh udah mau Juli aja.


Awal tahun ini aku ambil keputusan yang lumayan besar soal urusan pekerjaan, dimana di tempat kerja kemarin aku memutuskan untuk tidak melanjutkan probation karena beberapa alasan personal. Jadi aku resign dengan tanpa back up plan apapun. Kalau dipikir-pikir lagi, kayaknya bukan aku banget kalau urusan pekerjaan tapi kok tanpa rencana sama sekali what’s next, ngapain nih nantinya, terus gimana-gimananya, dan seterusnya. Biasanya overthinking banget, tapi kali ini sepertinya perasaan-perasaan itu nggak dominan, perasaan malah cenderung slow dan biasa aja. Gimana-gimananya dipikir nanti, diusahain dan ngikut aja rencananya Allah buat mencapai tujuan-tujuan pribadi.


Dan ya sepertinya kalau cerita sama Allah udah pasti dapat solusi, selain lega bisa curhat sepuasnya, dapat bonusnya adalah solusi, hehe beda konsep kalau curhatnya sama sesama manusia yah. Jadilah sekarang eh tiba-tiba sudah mau Juli aja.


Siapa sangka, pertemuan di Jogja tahun lalu sama teman sekamar waktu dulu di Jakarta ternyata membawa cerita lanjutan lainnya. Tiba-tiba aja aku kepikiran mau nyobain kerja freelance di tahun ini juga. Kupikir it’s a win win solution for me yang mau break dulu sebentar dari rutinitas pekerjaan nge-lead team, report ke atasan, meeting-meeting, dan semacamnya. Gimana kalau tahun ini slow dulu dengan memberi ruang untuk diri sendiri lebih banyak koreksi diri, ngobrol sama diri sendiri lebih banyak, dan melihat hal-hal lain yang mungkin selama ini terabaikan. Mari mengaktifkan mode introvert! Haha

Kupikir lagi aku akan break agak lama sambil menunggu pekerjaan freelance ini mulai. Lumayan kalau baru mulai di bulan Maret artinya aku punya waktu 2 bulan untuk nggak ngapa-ngapain dulu.  Tapi ternyata di luar prediksi lagi, akhir Februari udah mulai. Jadinya awal Februari udah mulai nyicil kerjaan lah. Mari tetap disyukuri.

Kupikir lagi aku akan melakukan pekerjaan ini dengan slow aja karena kerjaan freelance tidak ada target tertentu dari company yang bener-bener mandatory ada angkanya seperti KPI. Tapi entah kenapa saat aku terapin ternyata aku tidak bisa bekerja dengan mindset demikian. Pekerjaan apapun meskipun sifatnya freelance, ternyata aku harus tetap mengatur target sejak awal. Jadilah aku pribadi sudah punya breakdown target bulanan, kuartal, hingga tahunan beserta detail timeline serta input dan output metricsnya. Lanjut lagi aku siapin end to end GTM hingga comms nya ala marketing. Tak kusangka, pekerjaan freelance ini tetap aku seriusin serasa kerja kayak dulu. Kayak sudah template aja refleknya, wkwkwk. Tapi tidak apa-apa karena itu adalah hal yang positif.

Untuk pertama kalinya aku bener-bener meresapi bentuk ikhtiar dan tawakal itu seperti apa. Rasanya beda ketika mengusahakan sesuatu dulu lalu hasilnya bener-bener dipasrahkan sama Allah. 100% beda banget rasanya! Mungkin hasilnya nggak lebih banyak dari yang biasanya kita dapat, tapi perasaan saat menerimanya beda. Jadi paham hakikat rejeki lebih dalem aja. Kalau dulu mungkin ngerasa udah bekerja maksimal, nanti tanggal sekian juga udah pasti gajian. Bukan berarti dengan pekerjaan full time sebelumnya tidak disyukuri yah. Yang aku maksud adalah karena always rushing dengan pekerjaan dan pressure, jadi dulu ketika gajian ya udah aja gitu alhamdulillah udah gajian. But this time, banyak faktor yang membuat rasa syukur ini jadi jauh lebih nikmat. Termasuk kelonggaran dan ketenangan dalam bekerja, itu faktor rejeki yang luar biasa dan nggak semua orang bisa dapet.

Itu baru satu faktor yang aku bisa lihat, pahami, dan resapi di masa-masa slow down di tahun ini. Yang lainnya kayaknya nggak bisa ditulis semua, hehe. Alhamdulillah, Allah kasih waktu lebih banyak untuk kontemplasi lebih panjang, nggak cuma pas akhir tahun doang. Dan puasa kemarin, satu bulan full bisa puasa di rumah nggak perlu ke luar kota apalagi kejar-kejaran waktu buka sama meeting-meeting itu alhamdulillah banget. Jadi bisa bantu masak-masak, nyoba resep baru, sampe bikin kue kering juga aku sempetin setelah sekian dekade tidak baking.


Semoga dimanapun, kapanpun, dan apapun yang dikerjakan, semuanya senantiasa dalam tuntunan Allah SWT. Karena endingnya kan cuma satu yah, sebagai manusia pengen di akhir kehidupan ini tuh happy ending, bener-bener pengen dapat akhir yang terbaik dari Allah.

Thursday, November 9, 2023

Mendadak Sabbatical


Kalau bisa aku rangkum di tahun ini, mungkin pelajaran terbesar yang aku ambil adalah waktu Tuhan adalah yang terbaik. Manusia hanya bisa berencana tapi segalanya Allah yang tentukan pada akhirnya.

Di hampir penghujung tahun aku tidak mengira bahwa aku akan benar-benar pindah tempat kerja. Meskipun prosesnya tidak semanis seperti yang aku harapkan.


Inget banget pas awal-awal tahun sempet ditanyain apa planningnya di tahun ini di company yang sekarang, aku bilang mungkin akan pursue another career path di tempat lain, timingnya mungkin tidak buru-buru, maksimal sampai akhir tahun. Dan yaaah sebelum akhir tahun beneran kejadian.


Well kalau ditanya kenapa judulnya mendadak sabbatical, sejujurnya bukan sabbatical yang benar-benar aku rencanakan. I can say, it’s a gift instead. Meskipun gift nya bisa jadi hal yang kurang menguntungkan bagi sebagian orang. But for me, it’s truly a gift.


Aku udah keterima kerja di tempat baru dan akan join di akhir November tahun ini. Waktu joinnya tentu saja sudah aku sesuaikan dengan timeline pekerjaan dari yang sedang aku kerjakan. We have a small team, less people, then considerate my role and responsibility within the team is a must. So I asked them, a new company for a 2 month notice period. They agree.


Sudah ancang-ancang lah aku untuk ambil cuti selama 2 minggu di pertengahan Oktober untuk keperluan umroh. Eh belum sampai ambil cuti, kita dapat kabar kalau ada pengurangan karyawan. And yes, it impacted almost all employees. Sedih sekali harus melalui fase ini. But yeah, it is what it is.


That’s how I got my sabbatical leave, 2 months in total. Alhamdulillah bisa umroh dengan tenang selama 2 minggu tanpa overthinking ninggalin pekerjaan karena memang sudah dibereskan semua jauh-jauh sebelumnya. Lalu impromptu trip ke Malaysia dan Singapura, dadakan juga tanpa rencana. Di sisa 2 minggu lainnya ngapain? Di rumah saja karena sudah habis energi mau travelling. Sambil mempersiapkan diri belajar product knowledge next company.


Company barunya apa? Well, masih nggak jauh-jauh sama aplikasi. Di bulan Juni sempat ditawari teman yang sudah join duluan di company ini tapi aku tolak karena aku masih merasa project yang aku lead mengharuskan aku selesai dan tuntas terlebih dahulu. Eh, di Agustus ada tawaran lagi dari rekruternya via linkedin. Kalau jodoh memang nggak kemana yah sepertinya, udah ditolak eh nyamperin lagi, wkwkwk.  This time setelah ikutin prosesnya ternyata berjodoh. Salah satu pertimbangan aku mau join adalah karena mereka mau nungguin aku join 2 bulan dan Jatim based. 


It’s gonna be challenging, I know that. Awalnya di approach untuk posisi area Jatim aja, eh lha kok jadi Jatim, Jateng, & Rest of Indonesia. Alhamdulillah mari ambil positifnya, jadi makin luas ya kan. Paling mentok dulu handle Jatim, Jateng, Jabar, Bali. Ya Bismillah aja, mari dijalani dengan usaha maksimal dan doa. Kuartal akhir tahun ini bagi saya tidak akan slow sepertinya. Jadi mari nikmati sisa libur yang ada dengan leyeh-leyeh, rebahan, atau bobok siang sepuasnya, wkwkwk tetap oportunis.


Friday, February 21, 2020

Menjadi Perempuan Bali


Kadang aku tak mengerti kenapa menjadi seorang wanita Bali haruslah melahirkan seorang anak laki-laki
Kadang aku merasa iri kenapa anak-anak perempuan di luar sana sama disayanginya dengan anak laki-laki


Ya, bersentuhan dengan ibu-ibu setiap hari, sedikit banyak saya juga mendapat curhatan mereka, termasuk dalam hal-hal pribadi. Endingnya, saya hanya bisa menjadi pendengar yang baik. Apalah daku yang belum mengarungi bahtera rumah tangga, lalu mendapat curhatan emak-emak. Tentu saja tidak bisa memberi nasihat apapun selain mendengar.

Perempuan Bali dituntut menjadi figur yang sempurna. Dalam hal apa? Pandai mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan tentu saja melahirkan anak laki-laki. Perempuan yang hanya memiliki anak perempuan tak jarang mereka merasa tertekan baik dari keluarga dan lingkungan sosial.

Di Bali, anak laki-laki memiliki kedudukan yang penting dalam keluarga. Kenapa? Karena anak laki-laki akan menjadi pewaris, pelanjut garis keturunan keluarga. Sementara anak perempuan, mereka akan keluar dari rumah, mengikuti jejak sang suami.

Ada salah satu tulisan menarik yang saya baca dari situs balenengong.id berjudul kekerasan patriarki pada perempuan bali. Di situ disebutkan:

Justru, peran perempuan Bali sangatlah besar dalam menjalankan roda keagamaan, memelihara adat istiadat Bali dari level keluarga hingga relasi sosial sangat besar. Hampir bisa dikatakan Agama Hindu adat Bali adalah agama yang bersifat sangat feminis. Praktik keagamaan dan ritual dikaryakan dengan melibatkan kerja-bakti kaum perempuan Bali. Tidak jarang segi finansial dari penyelenggaraan ritual adat juga berasal dari kantong pundi-pundi perempuan.

Pada tataran praksis, hak-hak perempuan tercerabuti oleh praktik ideologi patriaki yang mensubordinasi eksistensi perempuan justru dalam rumah-rumah tangga mereka. Ideologi ini bekerja dengan modus penipuan (dissimulation) di mana keberadaan perempuan seperti diingkari. Selain itu, eksistensi dan hak-hak perempuan dikaburkan atau disembunyikan melalui wacana praktik mengatasnamakan adat.


Sebagai orang yang tidak terlalu dalam memahami budaya Bali, tentu saya tidak bisa beropini apakah tulisan di atas benar-benar mewakili perempuan Bali.

Tapi sebagai sesama perempuan, saya paham bahwa tuntutan sosial seperti itu sangat berat. Apalagi jika tuntutannya di luar kendali kita. Bukankah dikaruniai anak perempuan atau laki-laki semuanya urusan Tuhan?

Tuesday, February 18, 2020

Galungan Kedua


Rasanya baru kemarin saya menginjakkan kaki di Pulau Bali. Eh sudah mau hari raya Galungan lagi ternyata. Di Februari ini kali kedua saya melewati Galungan di Bali. Penjual pernak-pernik hari raya khas umat Hindu sudah bertebaran di pinggir-pinggir jalan. Penjor pun mulai menghiasi kanan kiri jalan, termasuk rumah-rumah penduduk. Sedap dipandang.

Layaknya sebuah hari raya, tradisi pulang kampung menjadi hal yang wajib. Jelang hari raya, kota Denpasar mulai agak sepi, sekolah negeri libur dan banyak warga yang mudik ke kampung halamannya untuk merayakan Galungan bersama keluarga besar. Saya? Karena bukan pegawai negeri tentu saja saya masih kerja. Beraktivitas seperti biasa..hehe

Bali memang dikenal sangat kental dengan agama Hindu. Sepuluh bulan tinggal di sini membuat saya sedikit memahami kebudayaan Bali. Upacaranya banyak sekali. Setiap upacara atau ibadah yang dilakukan memiliki filosofi masing-masing. Kalau bisa disimpulkan secara umum, umat Hindu Bali sangat menjunjung prinsip keseimbangan. Ibarat Yin dan Yang. Semesta harus hidup secara berdampingan dalam sebuah harmoni.

Galungan sendiri diperingati setiap 210 hari menurut kalender Bali. Umat Hindu memaknai Galungan sebagai hari kemenangan kebaikan melawan kejahatan atau dharma melawan adharma. Kalau umat muslim mungkin mirip-mirip Idul Fitri, hari kemenangan.

Setelah Galungan, 10 hari berikutnya umat Hindu memperingati hari raya Kuningan. Yang bikin wow adalah liburnya nyambung. Dari Galungan sampai Kuningan, sekolah negeri bisa libur sampai 2 minggu lamanya.

Hari Raya Kuningan sendiri dimaknai sebagai upacara untuk memohon keselamatan dan perlindungan dari para dewa. Pernah saya tanya ke anak salah satu mitra Ketua Arisan, apa bedanya Galungan dengan Kuningan. Dengan polosnya bocah kelas 3 SD tersebut mengatakan, “Kalau Kuningan makan nasi kuning, kalau Galungan nggak.” Dan emaknya hanya tertawa mendengar penjelasan tersebut.

Masih banyak sekali hari-hari libur di Bali. Namun tidak semua mereka yang tinggal di sini, khususnya para pendatang memiliki ketertarikan untuk mengetahui filosofi dari setiap upacara-upacara di sekitar lingkungan mereka. Kalau saya sih karena pada dasarnya kepo dengan budaya lokal, jadi selalu ingin tahu. Ditambah lagi kerjanya ngurusin komunitas, wajib kenal dengan kearifan lokal.

Rahajeng Rahina Galungan lan Kuningan