Pages

Monday, December 31, 2012

Papuma Beach











Terima(lah) Kasih

Beliau mungkin tidak bisa mengucapkan terima kasih. Tapi saya bisa membaca betul dari gurat wajah dan dari dalam tatapan matanya. Sebuah buku yang saya berikan, dibolak-balik secara perlahan. Tangannya sudah tidak setangkas dulu lagi. Tapi tetap saja, halaman demi halaman dicermatinya satu persatu.

Sesekali saya memberikan narasi, sekedar menjelaskan sekilas tentang isi buku. Dan lagi, agar keheningan sore itu pecah. Karena sejak awal menerima kedatangan saya, tak sedikit pun beliau bisa berkata-kata. Ya, penyakit stroke menghalanginya melakukan hal itu.

Tiba-tiba tangisnya pecah, air matanya berhamburan. Ia menangis seperti anak kecil kala membuka halaman berisi foto Pak Munaf. Saya terdiam sejenak, hampir saja terhanyut ikut meneteskan air mata. Saya memegang pundak beliau, berusaha menenangkannya lalu menanyai, "Bapak teringat Pak Munaf?" Beliau hanya mengangguk. Sudah sampai pada halaman akhir, beliau kembali membuka buku dari halaman awal. Pecahlah lagi tangis beliau untuk kedua kalinya. Kembali saya pegang pundak beliau.

"Ini untuk Bapak. Harapan kami, semoga generasi di ITS tidak hanya mengenal Pak Munaf sebagai nama sebuah aula," tutup saya di penghujung pertemuan itu.

Sunday, December 30, 2012

End of 2012


Well, 2012 is full with a nice, painful, hectic, and totally awesome moments. I forgot what targets that I made and needed to achieve. I won’t write it all because it will be a long lists. But let’s just see several things I did. Here its is,

1.       Doing internship outside of Java Island --- Palembang, South Sumatera
2.       Joining English Free Speaking Class at CLC of ITS
3.       Learning Japanese language 2nd Level at CLC of ITS
4.       Publishing Titik Nol Kampus Perdjoeangan Book
5.       Updating this blog

6.       Plant Design
7.       TOEFL Test
8.       Applying many exchange programs
9.       Healthy lifestyle
10.   etc

There are still a lot of things that were success or failed  to be achieved. But still, I thank to God for everything during the day and night along this 2012.

2013 is coming soon. Actually I didn't prepare anything except a hope. I hope not to be good but to give my best. May Allah blesses us always.

Happy New Year All :D

Friday, December 28, 2012

Beli Pake Dolar, Jual Pake Rupiah


Beli pake dolar, jual pake rupiah untuk aset berharga di negeri ini nampaknya sudah jadi hal biasa. Melakukannya sudah seperti tanpa dosa. Padahal kalau mau menengok lebih jauh, hal itu sungguh sangat disayangkan. Untuk membuktikannya, mari ambil beberapa sampel produk saja. Tidak usah jauh-jauh, produk BBM yang kita pakai tiap hari itu contohnya.

Beli minyak mentahnya? Jangan dikira gratis, tinggal nyedot di sumur sendiri. Meskipun kenyataannya memang cuma tinggal sedot sih. Eits, tunggu dulu. Nyedotnya memang di negeri sendiri, 100% Indonesia punya, tapi perusahaan yang nyedot itu perusahaan asing men, perusahaan multinasional yang koloninya dimana-mana. Termasuk negara kita ini. Pengalaman saya saat kerja praktek di Refinery Unit III Pertamina Plaju, Palembang, itu crude oil alias minyak mentahnya selain didatangkan dari Pertamina unit pengeboran di kawasan sekitar Sumatera, rupa-rupanya juga masih harus beli ke Chevron. Belinya? Pake dolar men, apa lagi?! Tepok jidat deh.

Sementara jual produk olahannya? Jelas pake rupiah lah. Mana laku itu BBM dijual pake dolar. Bisa mati rakyat kita. Harga sudah rupiah, disubsidi habis-habisan pula. Tambah tepok jidat deh. Lanjut dah, saya nggak mau ngelantur ke omongan subsidi BBM. Bisa panjang urusannya.

Itu sampel pertama, sampel keduanya? Masih dari industri kimia, soalnya bidang saya nggak jauh-jauh dari itu, hehe. Tahukah Anda bahwa bahan baku pupuk juga dibeli pakai dolar? Fakta itu diungkapkan oleh pihak PT.Petrokimia, Gresik. Kita tahu lah bahwa pengguna pupuk utamanya adalah para petani. Secara, Indonesia adalah negara agraris (meskipun saya juga meragukan segi pertaniannya karena kedelai, buah, sampai beras pun nyatanya masih impor lantaran belum swasembada). Faktanya demikian. Kalau sudah dibeli dengan dolar sementara pangsa pasarnya mayoritas masyarakat kurang mampu. Ujung-ujungnya subsidi. Pupuk otomatis disubsidi juga akhirnya.

Sampel ketiga adalah mesin. Mesin apa? Mesin apa aja deh. Onderdil mesin sampai yang sudah jadi motor atau mobil, kebanyakan Indonesia masih ngimpor men. Apa karena kita gak mampu bikin? Menurut saya bukan sih. Sepakat dengan beberapa pembicara keren saat IKA ITS Business Summit di Jakarta kemaren, mereka, para pengusaha asli Indonesia perlu perlindungan lebih dibandingkan perusahaan asing, baik  dari segi regulasi, kemudahan, dan ketahanan. Masak produk anak negeri gak dilindungi di negeri sendiri? Masak produk anak negeri kalah bersaing dengan produk asing? Padahal kalau ditinjau dari segi kualitas, tidak kalah juga.

Kalau pemerintah sudah pro dengan anak negeri, saya yakin tidak mustahil Pertamina-nya Indonesia bisa menjadi seperti Petronas-nya Malaysia atau seperti Nissan-nya Korea. Well, I hope.

Habibie-Ainun


Habibie-Ainun adalah potret kisah cinta yang komplit. Ada potret kasih sayang, kekeluargaan, dan kesetiaan. Beberapa adegan yang merepresentasikan hal ini antara lain saat Ainun dengan setia bertahan tinggal di Jerman dengan kondisi Habibie yang belum mapan. Ia juga rela bertahan di sana dengan bekerja  sebagai  dokter sekaligus mengurus anak-anak sendiri saat Habibie tiba-tiba dipanggil ke Indonesia. Itulah secuil potret kesetiaan yang dimiliki keduanya. Tanpa batas.

Film ini juga berkisah tentang perjuangan seorang Habibie sejak menempuh studi doktor di Jerman, bekerja sebagai pakar pesawat terbang di Jerman, Menteri di era pemerintahan Soeharto, Wakil Presiden RI, hingga menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto di tahun 1998. Tentunya dengan didampingi Ainun. Meski sayangnya, semuanya dikisahkan secuil, berupa cuplikan-cuplikan adegan sehingga kurang mendalam. Bisa dimaklumi karena fokus film ini adalah kisah cintanya seorang Habibie, bukan kiprah mendalamnya dalam percaturan sejarah Indonesia.

Film ini juga berupaya menyampaikan semangat nasionalisme yang dimiliki Habibie. Habibie berusaha mewujudkan mimpinya untuk membangun Indonesia dengan teknologi pesawat terbang agar 17 ribu pulau di negeri ini terhubung satu sama lain. Awalan yang bagus saat IPTN dibangun, namun sayang harus kandas karena 'ketidakberpihakan' pemerintah dengan upaya anak negeri sendiri. Sebuah potret yang benar-benar menunjukkan 'Indonesia'.

Saat terakhir Ainun bersama Habibie dalam film ini adalah adegan yang paling mengharukan. Saat mengetahui Ainun menderita kanker ovarium stadium tiga, Habibie berupaya menyembuhkan Ainun sampai membawanya ke Jerman. Dan di Jerman ini pula pada akhirnya Ainun tutup usia. Meninggalkan Habibie-nya sendiri.

Sekali lagi, ini adalah film yang komplit. Sayang sekali untuk dilewatkan. Cinta, pengorbanan, kerja keras, hingga nasionalisme dirangkai menjadi satu. Habibie-Ainun sukses membuat siapa pun merasa iri dengan perjalanan cinta mereka. Siapa yang tidak ingin menuju cahaya bersama yang terkasih?

"Setiap terowongan pasti memiliki ujungnya. Setiap ujungnya pasti ada cahaya. Saya janji akan membawamu ke cahaya itu." - Rudy Habibie

Monday, December 24, 2012

Berangkat Naik Bis, Pulang Naik Merpati


Perjalanan tim Djoeang menuju Jakarta dimulai dengan mendaftarkan diri sebagai peserta IKA ITS Business Summit 2012. Koor acara ini dari kampus ITS adalah departemen hub hub yeah alias Departemen Hubungan Luar (Hublu) BEM ITS.

Ceritanya eh ceritanya, ada satu anggota tim Djoeang yang kancrit karena ketinggalan informasi (ITS Online kok ketinggalan informasi, odong nggak seh?!) mengenai even besar nan mewah nan megah ini *mulai alay. Dialah Patimatuz Zahroh Odongselaludanselaluodong, Hehe. Tapi syukurlah, undangan khusus datang dari kakak Irnanda, Ketua IKA ITS untuk 5 kru tim Djoeang sehingga si Patimatus tetep bisa ikutan. Namun sayang, mas Huda, koordinator tim kami berhalangan ikut karena dia sedang sibuk melamar anak gadis orang (Maaf ya mas, kami semua tidak bisa hadir. Insyaallah nanti dateng pas resepsinya aja langsung. Kapan lho?)

Niat kami berangkat ke Jakarta adalah untuk me-launching buku Titik Nol Kampus Perdjoeangan. Selain niat mulia itu tentu saja ada modus profit yakni dengan menjual buku ke alumni. Sesuai pesan Pimred kami, Pak Bekti, kami harus menghubungi Pak Ade Irfan selaku koor acara selama IBS. Alhamdulillah, beliau memberikan kami ijin mengisi stan milik IKA dan menjanjikan launching di acara IBS.

Koordinasi stan tempat berjualan, acara launching, hingga kordinasi dengan percetakan untuk mengirimkan buku saat hari H pun sudah selesai. Semua persiapan untuk buku beres. Tinggal berangkat.

Yak, perjalanan sehari semalam lebih mengendarai bis dimulai. Bermodalkan KKN, kami satu tim Djoeang bisa duduk di satu bis yang sama. Pembagian kelompok yang seharusnya per FGD pun tak berlaku sudah. Karena merupakan undangan, jadi kami tidak terikat dengan FGD. Kecuali untuk schedule bis, kami tetap disiplin. (Ya iyalah, kalau ditinggal bis gimana coba?!)

Sekian puluh jam berada di bis yang bahkan AC nya tidak bisa dikecilin oleh sang sopir adalah penyiksaan. Saya pribadi jarang mabok di perjalanan, tapi karena efek AC jadinya badan ini sukses masuk angin. Tolak angin dan antimo menjadi obat mujarab kala itu (Terima kasih Tolak angin dan antimo *ngiklan).

Syukurlah bis rombongan IBS tiba dengan selamat di tujuan. Setelah merasakan capainya naik bis dan beraktivitas seharian penuh, saat perjalanan pulang menuju TMII, saya, eka, dan ima memiliki rencana untuk pulang naik kereta. Karena naik pesawat sudah tentu adalah hil yang mustahal. Duit dari mana?

Opsi pertama adalah menggunakan uang penjualan buku yang laku di IBS untuk pesan tiket kereta ekonomi bisnis. Opsi kedua adalah merepotkan kakak Irnanda lagi untuk uang tiket tersebut. Dengan estimasi, beliau tidak perlu membayar uang taksi yang dijanjikan di awal untuk keperluan  mengunjungi para narsum di Jakarta. Karena faktanya, kami keliling Jakarta diantar sopirnya Pak Marseno dengan ongkos gratis tis tis.

Tak dinyana, dibantu Cak Lontong, buku kami laku keras saat dilelang di panggung IBS. Pada akhirnya, kami memutuskan pulang naik pesawat. Hitung-hitung membayar kerja keras selama ini. Oiya, untuk pemesanan tiket pesawat ini, kami sangat merepoti Herbram Dunar. (Makasih ya  Herbram, semoga amal ibadahmu diterima Allah swt. Amiiin)



Penerbangan Merpati sekitar pukul 8 malam. Ternyata delay. Delay di Bandara Soekarno Hatta memang cuma 40 menit. Tapi kami ngemper di sana sedari sore. Tak apalah, setidaknya bayangan Surabaya sudah di depan mata.

Sunday, December 23, 2012

Titik Nol Kampus Perdjoeangan



Bagaimanakah asal muasal kampus ITS? Siapakah sosok pendiri utamanya yang konon adalah seorang dokter? Bagaimana serunya cerita pengaderan tempo dulu? Bagaimana pula cerita perkuliahan 'geje' hingga akhirnya mahasiswa lebih memilih belok ke TP? Temukan semua kisahnya dalam buku berjudul Titik Nol Kampus Perdjoeangan.

Buku ini bergenre sejarah. Isinya merupakan cerita pendirian ITS sejak masih berstatus yayasan hingga berstatus negeri. Uraiannya disampaikan secara humanis. Tak cuma garing menyajikan poin-poin berisi fakta, buku ini mengungkapkan sisi 'behind the scene' yang tak tersentuh. Antara lain sulitnya 'menodong' Bung Karno untuk meresmikan ITS hingga rempongnya para istri pengurus yayasan menyambut presiden pertama Indonesia tersebut di tengah keterbatasan kondisi kala itu.

Itu soal proses penegerian ITS. Soal perkuliahan lain lagi. Kebanyakan pengajar di ITS merupakan dosen luar biasa yang pekerjaan utamanya merupakan praktisi di industri. Imbasnya, jadwal perkuliahan tak menentu. Dosen lebih sering mangkir. Tak jarang mahasiswanya pun jadi ikutan mangkir. Ada yang 'cuti' sejenak untuk bekerja, menikah, sampai pindah universitas.

Buku ini menjadi kian humanis dengan selingan kisah pengaderan yang ada di Fakultas Teknik Mesin, Teknik Sipil. Teknik Kimia, Teknik Perkapalan, Teknik Elektro, Arsitektur, dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam. Ada yang ekstrim, ada juga yang konyol. Komplit!

Tak ketinggalan, turut disajikan profil orang-orang yang memang berjasa membangun ITS. Kiprah mereka tak bisa dianggap kecil. ITS seperti sekarang, tak lepas dari peran: dr Angka (pendiri ITS sekaligus rektor I), Kol. Marseno (rektor II), Kol, BG Munaf (dosen Teknik Perkapalan), Prof. Soemadijo (rektor III), Asnoen Arsat (anggota yayasan), Jahja Hasyim (anggota yayasan), dan Prof. Mahmud Zaki (rektor IV).

Buku ini hanya menuliskan sejarah ITS dari tahun 1957-1970. Edisi sejarah ITS part II akan berkisah tentang pergerakan mahasiswa. Bisa dipastikan buku ini akan lebih 'memahasiswa' karena berisi cerita heroik para aktivis menghadapi NKK BKK yang notabene dianggap mengebiri pergerakan mereka kala itu.

Well, bagi pembaca blog saya, kali aja ada yang berminat pesan buku ini bisa menghubungi nomor 081231074413 atau membeli langsung di Kantor Redaksi ITS Online, Perpustakaan Pusat ITS Lantai 6.
Harga:
- Rp. 100.000 untuk umum dan alumni
- Diskon 50% untuk mahasiswa dengan menunjukkan KTM/KTMS

*foto merupakan CSR mas Rovi Adiyanto W Desainer

Happy 22 Mbet

Monday, December 10, 2012

Sudah Desember


Postingan kali ini saya dedikasikan untuk keluarga besar K-49 di Teknik Kimia ITS tercinta.

Well, tahun 2012 bisa dikatakan tahun ter-nganggur bagi angkatan 2009. Maklum lah, angkatan atas, kesibukannya sudah bisa dimaklumi seperti apa. Nge-game di lab sampe elek, facebook dan twiter-an, karaoke gak jelas via internet sampai futsal angkatan yang makin intens (khusus yang terakhir bisa diapresiasi karena positif).

Eits, ada yang ketinggalan. Porsi makan dan tidur agaknya menjadi kurang terkontrol. Tahu kenapa sebabnya? Karena sudah tidak ada praktikum. Meskipun digantikan dengan tugas desain pabrik 4 sks nyatanya tidak ngefek.

Tingkat stress pun berkurang. Jadilah hidup mendadak damai seketika. Waktu nganggur justru lebih produktif digunakan nge-game, karaoke, download dan nonton film. Tak ketinggalan ada agenda tambahan boci alias bobok ciang di lab maupun di kosan. (Apakah saya benar sodara-sodara? Angkat tangan bagi yang merasa tidak melakukan, hehehe mungkin yang angkat tangan adalah mereka yang berada di lab polimer *peace)

Anyway, tanpa terasa Desember sudah hampir memasuki pertengahan. Artinya 6 Januari, tanggal keramat pengumpulan deadline tugas desain pabrik tinggal menghitung hari, detik demi detik (langsung keinget lagunya Yuni Shara). Pun demikian dengan proposal skripsi. Seminggu setelah pengumpulan tugas pabrik, ia sudah melambai-lambai lhoooo.

Guys, time is running out! Ayoooook yang belum selesai pabriknya (kayaknya belum ada yang selesai ya? hehe) segera dikebut. As we know together, kesaktian ilmu kepepet sangat dipertanyakan untuk tugas tidak instan ini. Ayoooook yang belum progress (yang ini saya juga belum) segera di-progress-kan ke dosen pembimbing masing-masing. Biar (rada) jelas gimana nasib pabrik yang sudah susah payah kita rencanakan bahan baku, lokasi, neraca massa, neraca energi, peralatan, utilitas, dan analisa ekonominya (kuliah DPK).

Well, postingan ini hanya sekedar intermezo. Penyegar. Nek jare Nadiar (di salah satu statusnya), "Pabrike ndang mari, ndang sidang, ndang skripsi. ndang lulus, ndang kerjo, ndang rabi." Setuju kabeh yo? (kesepakatan sepihak)

Dan lagi, untuk kakak-kakak K49 yang sudah Tingkat UAkhir (TUA) ini, yooook tetep semangat menuntaskan tugas pabrik rekkkk! Kalau bisa, kayak enyong Tegal Hardi, yang sudah menjadikan tugas pabrik sebagai hobi. Ceileeee pasti banter iki progress e. Yakin deh pasti bisa. K49 gitu lho.

Salam
K49 Mantab Jaya!

Sunday, December 9, 2012

Who Am I?



Judul ini menurut saya agak alay sih. Dalam imajinasi saya, ketika menggunakan judul ini, ingatan langsung tertuju pada adegan di film Bourne Identity. Yaitu saat si Bourne kehilangan identitas dan jati dirinya. Keren! Padahal tidak ada kaitannya antara film Bourne Identity dengan tulisan saya kali ini.

Lantas, kenapa harus menggunakan judul ini pada akhirnya? Jadi ceritanya, saya merasa perlu membuat konpres terkait saya pribadi. *ceile. Ini tentang siapakah Upik? Dia dilahirkan di mana? Berasal dari mana? Kalau dipikir-pikir sebenarnya memang tidak penting tapi di setiap perkenalan, hal ini sangat penting men!

#Kejadian 1
Tadi malam saya membeli jus belimbing. Si penjual kaget saat saya menggunakan Bahasa Madura.

Penjual: “Lho, orang Madura? Kirain orang Arab.”
Gue: @#@$#%$%$^%&^*

#Kejadian 2
Saat Kerja Praktek (KP) di Palembang, di setiap Crude Distiller (CD) Unit sudah menjadi kebiasaan ditanya mengenai asal daerah.

Mas-mas CD: “Dari mana asalnya?”
Gue : “Surabaya.”
Mas-mas CD: “Asli?”
Gue : “Saya lahir di Surabaya tapi kedua orang tua saya Madura.”
Mas-mas CD: “Kiraen dari Padang”
Gue: @#@$#%$%$^%&^*

#Kejadian 3
Masih di Pertamina Plaju tapi kali ini berkenalan dengan teman dari UI yang juga KP bareng.
Anak UI: “Asalnya dari Aceh ya? Kelihatan dari matanya.”
Gue: @#@$#%$%$^%&^*

#Kejadian 4, 5, 6, sampai tak terhitung jumlahnya (sejak SD sampai sekarang), saya selalu mengalami hal yang demikian. Entah mengapa sebelum menanyai saya, mereka sudah berestimasi duluan bahwa saya adalah keturunan Arab, India, kalau tidak begitu mengira saya berasal dari Aceh dan Padang.

Susah ya punya wajah Indo (baca: Indonesia). Belum lagi kalau sebelum menyebutkan asal, mereka menanyai dimana saya tinggal. Saat saya mengatakan tinggal di sekitar Ampel. Mak jleb jleb jleb 100% mereka langsung yakin bahwa saya keturunan Arab. *OMG , kalau sudah begini saya pun jadi lebih susah meyakinkan mereka kalau saya bener-bener pribumi, asli 100% orang Indonesia, bukan keturunan.

Well, faktanya Upik lahir di Surabaya. Kemudian pindah dan tumbuh di Magetan sedari umur 4 tahun sampai SMA. Pindah lagi ke Surabaya setelah diterima di Jurusan Teknik Kimia ITS. Kalau kalian berjumpa dengannya, jangan tertipu dengan logatnya yang 0% aksen Madura tapi lancar berbahasa Suroboyoan. Eits, tapi jangan mengajaknya berbincang-bincang menggunakan bahasa Arab, India, Aceh, apalagi Minang karena saya nggak bisa bahasa-bahasa itu!

Friday, December 7, 2012

5 Menit Lagi

Saya: "Kereta Gumarang sudah tiba Pak? Berapa lama lagi berangkat?"
Petugas stasiun: "Sudah siap. 10 menit lagi berangkat," ujarnya sambil tersenyum ramah.

Tik tok tik tok. Dan yak, waktu keberangkatan kereta tiba-tiba sudah tinggal 5 menit lagi. Saya dan keponakan perempuan saya yang sudah sekitar 20 menit menunggu di dekat peron masih santai saja.

Dari kejauhan saya melihat sebuah taksi biru melaju dengan sangat cepat. Wusssssh, taksi melakukan manuver, berbelok, lalu berhenti dengan (tidak) anggun di lokasi penurunan penumpang.

Empat orang keluar dengan terburu-buru, termasuk si sopir. Penumpangnya yang hanya tiga orang turun dari taksi lalu tampak (sok) sigap mengeluarkan barang-barang bawaannya. Tak ketinggalan, sebuah koper berat dari bagasi belakang juga diturunkan dengan susah payah. Menyaksikan pemandangan itu, saya hanya bergumam, "Kasihan sopir taksinya!"

Ketiganya langsung ngacir menuju peron pemeriksaan tiket. Satu orang perempuan ngacir duluan setelah mengambil kamera di tangan saya. Ia bahkan tidak menoleh sama sekali kepada petugas pemeriksa tiket. Benar-benar ngacir tanpa menoleh lagi ke belakang. Sekali lagi, menyaksikan adegan itu, saya hanya bergumam, "Kasihan petugasnya!"

Dua orang lainnya tertahan sejenak di loket pemeriksaan. Satu orang rempong dengan bawaan koper, satu lagi sibuk mengubek-ubek tas mencari tiket untuk ditunjukkan.

Lolos dari pemeriksaan tiket, salah seorang menoleh kepada saya. "Kameranya sudah?"
Saya hanya nyengir, tertawa geli, sembari berujar, "Sudah."

Itulah kejadian yang membuat saya geli, gemas, sekaligus jengkel. Mereka bertiga akan berangkat ke Jakarta, naik kereta yang di tiketnya sudah tertulis jam keberangkatannya adalah 17.10. Sudah tahu jarak ITS-Stasiun Pasar Turi jauh, kenapa masih bisa berangkat mepet-mepet? Ilmu kepepet kadang memang sakti, tapi kalau urusannya dengan jadwal keberangkatan kereta, bis, ataupun pesawat, ilmu itu tidak akan ada gunanya. Apalagi waktu keberangkatannya adalah sore hari, jam macet orang pulang ngantor pula. Lengkaplah sudah.

Beberapa menit sebelum itu, sms pertanda frustasi mampir ke hp saya.
Saya: "Gue udah di depan pintu masuk. Pada dimana ente-ente semua?"
Hoe: "Kapasan. Muter ini qaqa coz pusat kota pasti macet. Tunggu qaqa. Tanya ke petugas dong, kereta gumarang udah dateng belum? Berangkat berapa menit lagi?"
Saya: "Sudah siap. 10 menit lagi berangkat."
Hoe: "Mateng! Kamu bisa menghentikan kereta gak? Kita di Tugu Pahlawan."

(Dalam hati: emang saya punya kekuatan bisa menghentikan kereta? Imajinasi saya terbang seketika, saya akan memohon kepada pak masinis untuk menunda keberangkatan kereta demi tiga teman saya yang odong tadi. Kalaupun pak masinisnya tidak mau, saya akan beradegan bunuh diri di rel kereta api gumarang sehingga keretanya tidak jadi berangkat)

Saya: "Di Tugu Pahlawan gimana? Ini saya sudah di peron. Siapa suruh gak on time!"
Hoe: "Udah di PGS. Imaaaaaa njaluk dipangan pancen!!!!!!"

NB: Semoga bukunya laku keras di Muswil IKA Jakarta Raya ya :)

Thursday, December 6, 2012

Syukuran Buku Djoeang

ima lagi memotong tumpeng

Alhamdulillah buku Titik Nol Kampus Perdjoeangan akhirnya kelar juga. Sudah resmi dilaunching di Jakarta pula saat event IKA ITS Business Summit. Yang mengagetkan, 10 buku kami dilelang di sana dengan total nominal hingga belasan juta rupiah (saya tidak menghitung pasti berapa jumlahnya). Minggu ini, sudah ada pesanan 20 buku dari bu Diana (bendahara IKA Jakarta Raya) untuk souvenir perusahaan yang bekerja sama dengan IKA. Kami juga sangat bersyukur, respon positif turut diberikan rekan-rekan mahasiswa. Sudah lumayan jumlah orang yang memesan buku ini.

Sebagai bentuk kelegaan atas selesainya buku ini, saya bersama rekan-rekan setim mengadakan syukuran. Syukuran yang kami gelar lepas rapat redaksi berlangsung sederhana dengan dua buah tumpeng. Saat itu juga kami juga mengadakan pembagian tugas panitia terkait bedah buku yang rencananya akan dilangsungkan dua minggu lagi di Plasa dr Angka.

Postingan berikutnya akan berisi resensi buku ini. Ditunggu ya rekan-rekan.

Tuesday, December 4, 2012

I Believe in Dreams


Really early in this morning, I close my eyes,
Whisper and talk to my self, "I believe in dreams,"
I ask to Allah,
I believe He surely heard,
I believe He just waits and sees how hard my will, my effort, my pray, and my patience

Sunday, December 2, 2012

Jangan Pernah Meminjamkan Buku



Judulnya kontroversial ya? Kesannya pelit dan tidak mau berbagi. Tapi kalau boleh jujur, hal yang saya ungkapkan ini bukan tanpa alasan. Minggu lalu saya mendapati buku saya dikembalikan dalam keadaan tidak layak. Padahal kondisi buku saat saya pinjamkan di awal masih gress. Siapa yang tidak kesal coba? Buku yang di-eman-eman malah rusak.

Saya pribadi kalau meminjam buku orang, sangat berhati-hati. Takut lecet, rusak, terlipat, atau bahkan terkena kotoran. Karena saya tahu bahwa buku adalah investasi pemiliknya. Si pemilik membeli buku kan tidak hanya berinvestasi pengetahuan tetapi juga berinvestasi berupa barang. Syukur-syukur nanti bisa membuka perpustakaan pribadi berisi buku yang sudah dikumpulkan sejak masih sekolah. Pengaksesnya? Bisa anak dan cucu kita kelak bukan?

Karena itulah kenapa saya sangat sedih jika buku saya kembali tidak sebaik kondisi awal. Saya berharap kita semua bisa bijaksana ya dalam meminjam buku orang. Kalau bisa mengembalikannya dalam kondisi lebih baik, misalnya saja membantu menyampulinya. Itung-itung balas budi sama  yang sudah berbaik hati memberi pinjaman. Dan paling penting dari itu semua, kalau meminjam buku, selama apapun itu tetap harus ingat untuk mengembalikan.

*tiba-tiba teringat dua buah buku yang masih saya pinjam hingga sekarang, hehe:)