Pages

Tuesday, July 31, 2012

Process Engineering

At this time, I wanna share about my regular activity at Process Engineering (PE) Department in Pertamina Plaju.

My friends and I usually gather at the library. Come early in the morning before 7 am then just sit in front of the notebook. Yeah, at the second week of internship, we all must be fight with the report. Sometimes it was needed to go to plant to take data. Just sometimes not always. Because of that, we spent the time longer at the library then plant. Here are some photos which were taken by me.

very neat
heavy and thick books
left it in the library
all about petroleum
bookcase must be with books
left to right: Wulan and Barkah (from UNS)
left to right: Niken and Pipin (fro UNS too)
Pertamina Pasti Pas *that's Pertamina's slogan
serious and gonna be stress because of the report
scattered items
full and really useful

*Both general and specific report are done. Ah, there is still one more specific report to do. It doesn't matter because it looks like easier and not too complex as previous (Hehehe).

Sunday, July 29, 2012

Senja Musi

Karena senja di sini demikian indah dinikmati
Sayang kalau sampai terlewat dari pandangan



Cintaku Jauh di Pulau

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri.

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.

Angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju.
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

Chairil Anwar


*jadi ingat saat SD dan SMP dulu saya suka baca puisi

View From The Window


View 1: Green yard in front of Mas Ery's house. I could see it everyday when I was there.
View 2: Green garden and Musi River in front of Mr Sigid's house. Now, I see the view above every day.
There is a sunrise early in the morning and sunset in the afternoon (I will share some photos next).
When the time is late, I can hear the sound of Pertamina's or Pupuk Sriwijaya's ship and boats crossing the river.

Both of them, what a wonderful view to look from the window!

Menu Buko Puaso

Alhamdulillah puaso hari ini biso tuntas. Menunyo alhamdulillah tuntas jugo. Nak nengok apo-apo yang saya makan?

1. Teh manis Taiwan
2. Pempek kulit, pempek telor
3. Model
4. Kue moci

Lemak nian makanan-makanan itu. Kagek awak harus coba kalau datang ke Palembang. Di sini semua makanan kebanyakan dibikin dari ikan. Rekomendasi utama, tetep pempek sih. Aiiiih, berasa dari surga itu pempek (hehehe). Cukonyo sedep nian. Sukolah saya! Jadi ada niatan jugo nak belajar bikin. Kemarin-kemarin sudah ditawarin tante Lin, sudah sempet nanya resep jugo, tinggal belajar praktek sajo. Cuman saya mikir, kalau bikin di Surabaya, dapet ikannyo dari mano? Sebab bahan utamanyo itu ikan gabus atau tengiri giling. Kalau pun ada tengiri, cak mano gilingnnyo biar idak ada tulang yang keikut? Kalau dipikir-pikir, susah nian.

Galak makan, idak mau susah-susah bikin. Jadi, beli sajo deh (hehehe).

#Edisi Bahaso Palembang. Maaf foto-foto makanan idak disertakan, menghormati bulan puaso:D

Wednesday, July 25, 2012

Lakukan Sendiri

“Jibung no koto wa jibung de suru,”
“Pekerjaan kamu harus kamu sendiri yang mengerjakan,”

atau dengan kata lain, kamu harus bertanggung-jawab untuk menyelesaikan tugasmu sendiri. Tidak mengherankan mengapa orang-orang Jepang terkenal sangat bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan, jarang mencari “kambing hitam”, penganut budaya malu dan self reliance. Sebab pada hakekatnya peribahasa itu adalah cerminan watak dan kearifan bangsa yang memilikinya.

Museum SMB II, Gado-Gado Palembang


Pernah mencermati gambar di lembar uang Rp 10 ribuan? Kalau pernah, harusnya Anda tahu siapakah sosok pada gambar di atas. Sosok itu adalah Sultan Mahmud Badaruddin II, pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821).

Di postingan kali ini saya tidak akan membahas sejarah Palembang maupun SMB II. Saya hanya berniat mengulas Museum SMB II, salah satu wisata yang berdiri di atas bangunan Benteng Koto Lama (Kuto Tengkurokato Kuto Batu) dimana Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo dan Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758) memerintah.

Di sini, kita bisa mengetahui semua hal tentang Palembang. Mulai dari pakaian adat, sejarah, hingga kuliner. Jangan bayangkan pempek, pindang, model, ataupun tekwan disajikan rapi di sebuah meja makan ya. Kita cuma bisa ngiler melihat gambar makanan-makanan itu tadi dipigura dengan begitu rapi, bersanding dengan resep bumbu-bumbunya (Hehe).

museum tampak depan




Di museum ini juga terdapat banyak peninggalan sejarah. Ingat pelajaran sejarah saat kelas IV SD atau kelas 1 SMP? Seingat saya, pelajaran sejarah saat itu membahas mengenai kerajaan-kerajaan di Indonesia yang ujung-ujungnya harus ngafalin nama-nama prasasti juga. Saya hanya ingat satu jenis prasasti (hehe), yaitu prasasti kedukan bukit. Tololnya, saya baru tahu kalau prasasti itu ditemukan di Palembang setelah mendapatinya di museum ini (Hehe). Selain prasasti kedukan bukit, ada juga peninggalan sejarah berupa prasasti telaga batu, arca awalokiteswara, sampai naskah-naskah kuno.

prasasti talang tuo
songket euy songket! motifnya keren tapi sayang pasti mahal harganya

Kalau gambar di atas tepat ini adalah kain songket. Keren banget detail motifnya. Tapi ya karena kualitas sebanding dengan harga, jangan heran kalau untuk satu kain songket harganya bisa sampai jutaan rupiah. Suatu hari kalau saya sudah berpenghasilan sendiri, mungkin baru bisa beli (Hehe)

Sayangnya, saat saya berkunjung ke sana sekitar pukul 09.00 di Hari Minggu, museum ini masih sangat sepi. Padahal masih dalam masa-masa liburan sekolah. Saya malah jadi pengunjung pertama. Tiket masuknya juga cukup murah, hanya Rp 2000. Padahal kalau di Surabaya, Museum Tugu Pahlawan sudah sangat ramai. Apa mungkin karena museum ini kurang menarik minat warga Palembang sendiri ya? Entahlah.

Monday, July 23, 2012

Tak Tahu Kapan Waktunya


Pagi hari di bulan suci ini saya mendapat kabar dari kakak kalau nenek meninggal. Beliau memang tidak beriwayat penyakit kronis, tapi usianya sudah benar-benar renta, mungkin sekitar 90 tahun lebih.

Kita memang tidak pernah bisa mengira kapan perjumpaan terakhir dengan ramadhan. Tak pula bisa menebak kapan nafas ini masih bisa mengalir. Tak juga bisa menjamin kapan ruh ini masih melekat dalam raga.

Ya Allah, semoga Engkau memberinya tempat yang layak di sisi-Mu. Semoga ia kembali dengan amal ibadah yang cukup.
Amin

Tarawih yang Dirindukan

Tahun lalu, saya menjalankan puasa di Surabaya meski pada malam pertama ramadhan harus dilalui di dalam kereta api. Saat itu saya bersama mas huda berada dalam perjalanan pulang dari Jakarta untuk keperluan wawancara nara sumber buku. Tahun ini saya harus melewati ramadhan di kampung orang karena alasan kewajiban Kerja Praktek (KP) di Plaju, Palembang, Sumatera Selatan.

Malam pertama ramadhan di sini alhamdulillah bisa tarawih di masjid bersama keluarga Bapak Sigit, alumni K-24 Teknik Kimia ITS. Selama KP, saya memang tinggal di rumah beliau.

Tiba-tiba, saya jadi teringat suasana tarawih di Magetan. Biasanya, lepas berbuka dan sholat maghrib, kami sekeluarga sudah siap menuju masjid. Perjalanan ke masjid agung ditempuh sekitar 10 menit mengendarai mobil.

Saat masih SD dulu, saya ikut ke masjid hanya karena ingin bermain. Kenakalan paling sederhana kala itu adalah berlarian di dalam masjid hingga menabuh bedug saat orang-orang pada sholat. Kenakalan paling ekstrim yang saya lakukan adalah mengganggu kakak dan ibu di tengah-tengah sholat.

Saat rukuk, saya dengan bebasnya bergelanyut di belakang punggung mereka. Belum lagi kalau saya tidur-tiduran di depan orang sholat. Biasanya saya iseng menggoda kakak sampe tertawa. Mirip-mirip acara Tahan Tawa begitulah kalau dipikir-pikir. Bedanya, yang menjadi objeknya adalah kakak atau ibu saya yang lagi sholat. Meski ujung-ujungnya saya diomeli, nyatanya masih terulang juga kejadian serupa. Ternyata saya dulu bandel juga (hehe).

Seiring bertambahnya usia, kenakalan seperti itu tadi berangsur-angsur hilang. Saya mulai menggunakan mukenah saya sesuai fungsinya, yaitu sholat. Yang awalnya hanya bertahan di rakaat-rakaat awal berangsung-angsur meningkat hingga selesai sholat witir di rakaat ke-23.

Entah kenapa kini saya merasa rindu sholat tarawih bersama keluarga. Mungkin karena hal itu berlangsung sejak saya kecil dan terus berulang hingga masa SMA. Sekarang dan seterusnya, sudah pasti akan tetap saya rindukan.

Wednesday, July 18, 2012

Monday, July 9, 2012

KP Hari Pertama, Sesuatu Euy!


coretan hasil penjelasan dari mas yang maaf saya lupa namanya.. hehe

Alhamdulillah, saya menutup hari pertama KP dengan satu kata: capek! Kata yang menurut saya, cukup mewakili segi positif dalam mengenal lapangan sebenarnya. Memang sih, saya baru dalam tahap orientasi alias pengenalan unit-unit PT.Pertamina RU III Plaju tempat saya magang. Tapi seharian berada di Unit Crude Distiller & Gas Plant (CD & GP), sudah  memberikan saya sedikit gambaran seperti apa industri teknik kimia pemerintah di bidang perminyakan ini.

Pagi hari, saya sudah siap memasuki kilang dengan mengenakan helm kuning, baju coverall, dan sepatu boot. Khusus benda yang disebutkan terakhir, nampaknya kurang bersahabat bagi kaki saya. Apalagi kalau bukan karena berat! Ya iyalah, gimana nggak berat, boot standar safety memang dilengkapi besi di bagian ujung atasnya. Tapi tak apalah, keselamatan  sudah tentu berbanding terbalik dengan kenyamanan. Itu aturan mainnya, jadi sudah maklum.

Pertama, saya dan azizah menemui Pak Purnomo, Section Head CD & GP untuk mendapatkan arahan dari beliau. Lepas itu, eksekusi untuk menggiring kami ke plant dilaksanakan supervisor.

CD & GP memiliki empat unit CD dan 1 unit GP. Bagi yang belum tahu, unit CD adalah unit pengolahan minyak. Ibarat restoran, CD adalah dapurnya. Ibarat ITS Online, CD adalah dapurnya (Hehe). Unit CD mengolah minyak mentah yang berasal dari Prabumulih dan Jambi menggunakan kolom distilasi. Jenis distilasi yang digunakan sudah tentu distilasi fraksinasi, yakni metode pemisahan minyak berdasarkan fraksi-fraksinya.

CD V adalah unit pertama yang kami tuju. Bersama Pak Zuhdi, kami langsung menuju control room. Total ada lima orang yang memberikan penjelasan. Dua orang sudah cukup senior, duo orang pekerja, dan satu OJT. Kira-kira selama dua jam lebih menggunakan metode wawancara (Hehe), kami lumayan mendapat pencerahan baik itu tentang proses sampai urusan controlling. Unit ini memang sedikit berbeda dari tiga unit lainnya karena mengontrol unitnya sendiri meski masih memiliki kekurangan, sistem controllingnya semi manual. Sementara unit II, III, dan IV sistem kontrolnya terpusat di Centum. Dua jam berlalu dengan obrolan serius sampai ngakak geje bersama. "Kalau kerjaan berat dibawa berat jadinya tambah berat," ujar Pak Sahili.

Sudah kenyang dengan unit V, kami kembali ke kantor CD & GP. Di sela-sela istirahat sejenak, kami bertemu dengan Pak Adam, senior supervisor CD & GP. Di laur dugaan, beliau mengajak kami mengunjungi unit CD IV yang sedang Turn Around (TA) alias dibongkar total. Woooooow! Kesempatan langka bisa jalan-jalan di plan yang sedang TA.

TA idealnya dilakukan selama empat tahun sekali. Biasanya meliputi penggantian, modifikasi, pembersihan, dan perbaikan. TA di unit IV ini menelan biaya 135 M. Lumrahnya tidak sampai sebanyak itu. Namun karena tube pada furnace harus diganti total maka wajar biayanya jadi membengkak. Tujuan penggantian ini tak lain agar aliran konveksi selama pemanasan minyak menjadi lebih smooth. Berbeda dengan plug header yang rentan bocor. Hingga sekarang berarti hanya tinggal unit V yang masih menggunakan plug header di kilang ini.

Selain perbaikan furnace, kami juga bisa mengetahui bagaimana bentuk bubble cap tray yang akan dipasang. Jarang-jarang kan, kolom setinggi 30 meter dengan 30an tray dibuka kalau bukan karena ada TA. Kami juga dikenalkan pada Heat Exchanger (HE) 4-4, box cooler, cooler accumulator, dan banyak peralatan industri lainnya. Berasa jadi maganger yang paling beruntung deh kami berdua. Tapi tetep, kesannya satu: panas banget di kilang.

Seharian kami berkeliling di kilang, tak satu pun menemukan cewek yang bekerja di operasi. "Di operasi memang tidak ada yang cewek. Kalau ada, wah rame nanti.. hahahaha," ujar Pak Adam. Saya hanya bisa menimpalinya dengan tawa pula. Logis saja jika tidak menempatkan wanita untuk urusan operasi seperti ini meski bukan berarti wanita tidak bisa. Tapi saya akui memang berat kerjaannya, butuh konsentrasi dan logika berpikir cepat tepat. Belum lagi risiko bahaya besar di kilang. Meski sekali lagi itu bukan sepenuhnya menjadi alasan. (Hehe) Karena jujur saja, saya masih bermimpi bisa bekerja di kilang.

Ngomong-ngomong soal keberadaan wanita di kilang, saya sampe lupa sudah berapa kali ya terdengar panggilan geje dari pekerja-pekerja di sini? Setiap ketemu mereka menyapa kami, ada yang salam-salam segala sama Pak Adam. Hadeeeeeh, macem-macem ya isi dunia.. Hahahahaha

*sekali lagi, saya menimpalinya dengan tawa

Sunday, July 8, 2012

Benteng Kuto Besak





Masih di edisi KP, kali ini saya mengunjungi Benteng Kuto Besak. Benteng yang berlokasi dekat Jembatan Ampera dan tepat menghadap ke Sungai Musi ini, kini ditempati oleh Komando Daerah Militer (Kodam) Sriwijaya. Jadi wajar saat berkunjung ke sini, nuansa militernya lebih kental dibandingkan nuansa sejarah masa lalu.

Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang. Pendirian benteng ini diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 sementara pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya, Sultan Mahmud Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803.

Benteng yang disebut Belanda sebagai nieuwe keraton alias keraton baru ini didirikan pada tahun 1780 dan memakan waktu selama kurang lebih 17 tahun dalam pembangunannya. Keraton ini ditempati secara resmi pada hari Senin pada tanggal 21 Februari 1797. Konon, semen perekat batanya berasal dari batu kapur daerah pedalaman Sungai Ogan ditambah dengan putih telur. Jadi mengingatkan saya pada pembangunan Candi Borobudur yang juga menggunakan putih telur sebagai perekat antar batu.

*source: wikipedia

Wednesday, July 4, 2012

Children

from left to right: rara, ais, as'ad

Children are:
Easy to laugh and cry.
No fear.
No pain.
Honest.
Loved.
Never ever give up.


How hard to find it all at children when they are growing and growing. Somebody whispers: "Look at your self, can you find it?"


Then I realize, I cann't laugh and cry as often as children.
I find my self caught in fear and pain.
I cann't be honest even with my self.
I understand, how hard to be loved by everybody around me.
Sometimes I find my self easily broken.

Yeah, because I am not a child anymore

Musi and Irony


Ah, it such a long time I don't use English anymore in writing. Today, I am trying to do it again.

While waiting to do an internship at Pertamina Plaju (it will be begin next week), Azizah and I decided to go Palembang. From the information in internet, I can conclude, this city doesn't have too many destination except mall and some places like Ampera (the icon), Musi, and Museum. CMIIW because I just found it in Palembang, not in wide province South Sumatera I mean.

Mbak Novi asked us to go to Plaju market, we need to buy some chicken meat, fish, and vegetables. She couldn't go by herself because she has to work. Yeah, Mbak Novi is a government worker at BPS Palembang. That was not a big problem for us, at previous day we already went there, so it would be easy of course.

Done with shoping, we went to Palembang. It didn't take too long time, about 20 minutes without any traffic jam on the way (if we're lucky yaaa).

We parked the motorcycle (the motorcycle was lent from Mas Hilmi K38) in front of Benteng Kuto Besak, crossed the way and voillaaaa could face Musi River clearly. The river is full with activities. So many traditional boat waded it. From this side too, Ampera Bridge extended from west to east. As usual, it was crowded. I guess, Ampera is the heart of economic wheel in Palembang.



We as a 'visitor' only want to enjoy the beautiful view wherever we go. But this picture above says something different. Irony again in this country. Nor Palembang, Jakarta, Surabaya, or any where, we can't avoid from this phenomena. There are always the opposite from one word in this world. Black and white, up and bottom, hot and cool, day and night. God give that rules.

This morning I couldn't find any reason not to thank to God. Alhamdulillah Ya Allah for this life, family, friends, so many people around me, and many many things.


Two is One

Ampera and Musi, the two but actually is one. It can't be separated one to each other.