Pages

Saturday, June 30, 2012

Day 2, Tepi Musi



Tuhan selalu mempunyai cara yang indah untuk membuka hari.

Tepi Musi mengawali hari kedua saya di Plaju, Sumatera Selatan. Tepatnya Sabtu pagi, saya dan rekan Kerja Praktek (KP), azizah, memutuskan jalan pagi di sekitaran kompleks perumahan Pertamina Sungai Gerong. Suasananya sepi, mirip kampus ITS di pagi hari. Tampak juga masyarakat kompleks tengah berolahraga pagi bersama keluarga.Sayangnya hanya sedikit. Fasilitas seperti lapangan tennis, basket, dan lapangan voli, sepertinya tidak digunakan setiap hari. Mungkin baru digunakan kalau ada even olahraga rutin saja.



Kompleks perumahan Sungai Gerong berada di tepian Musi. Dari sisi ini saya bisa melihat, saat pagi hari, Sungai Musi sudah dipadati aktivitas. Mulai dari aktivitas kapal-kapal tanker, perahu-perahu nelayan, hingga aktivitas mandi cuci masyarakat di bantaran Musi.

Sekitar lima orang menggunakan sebuah perahu tampak menjaring ikan di kejauhan. Empat orang memegang jaring di beberapa titik sementara satu lainnya mengemudi perahu untuk menyeret jaring secara perlahan. Sesekali mereka melempar teriakan, tanda ada koordinasi.

Sebanyak apa ikan yang akan mereka dapat? Saya tidak dapat melihat dengan jelas. Menjaring di kawasan kilang seperti ini, bisa dipastikan ikannya tak sesegar perairan bersih lainnya. Ya, Pertamina memang tidak membuang limbah mereka ke laut tapi melihat film tipis mengapung di atas air sudah cukup memberi alasan kenapa ikan kawasan ini jarang peminat.

Saya berharap, Musi tetaplah Musi, yang tepiannya bisa menjadi penghidupan bagi siapa pun di sekitarnya.

Tuesday, June 26, 2012

Saat Nobar Tak Lagi Biasa

Kali ini yang punya ide gila adalah Icha. Sehari selepas mengisi TEDx, ia masih menyempatkan diri mengurusi anak-anak kucingnya di ITS Online (Hehe).

Nobar alias nonton bareng bisa jadi bukan hal luar biasa. Tapi bagi kami, kalangan jurnalis kampus abal-abal, nobar bisa menjadi sangat berbeda. Dari segi tontonan, film berjudul Angry Men yang kami tonton juga tidak begitu 'wow'.

Jangan bayangkan film action, perang-perangan, atau orang marah membabi-buta dalam runtutan alur ceritanya. Dalam film ini, Anda hanya akan menemukan dialog penuh dari awal hingga akhir cerita. Isinya  pergolakan emosi, objektivitas, hingga subjektivitas setiap tokoh tentang sebuah kasus pembunuhan yang diduga dilakukan seorang bocah kepada ayahnya.

Teatrikalnya bagus. Saya hanya membayangkan bagaimana jika cerita ini diangkat menjadi sebuah stage perfomance. Gila, pasti keren abis. Toh, tidak terlalu membutuhkan banyak latar tempat. *lagi-lagi hanya bisa membayangkan.
 
Yak, mari kembali ke topik nobar awal. Di manakah letak nobar tak biasa bagi kami? Lokasi nobar yang terletak di Ruang BKPKP saat malam Sabtu adalah jawabannya. Bayangkan, kami menggunakan saah satu ruangan di Rektorat hanya untuk keperluan nobar. Gak penting banget nggak sih? (Hehe) But it doesn't matter selama akses ke sana memang ada dan niat kami tidak aneh-aneh, misalnya punya pikiran mau bakar Rektorat (hehe)



 

*Kapan ya nobar lagi?

Monday, June 25, 2012

Sudah 20 lebih 1


Hari saat ia menjadi 20 lebih 1 bisa jadi dilalui dengan sangat biasa bagi sebagian orang. Termasuk saya. Bangun pagi, bekerja, dan beraktivitas hingga hari itu tanpa terasa berlalu begitu saja. Tapi memaknainya sebagai momen ketika usia tak lagi terbilang belasan, hanya dirasakan sahabat saya yang satu ini.

Saturday, June 16, 2012

Non Stop Comedy

11.20 pm @ my room

Sebenarnya saya merasa tidak perlu menulis tentang aktivitas selama sehari ini. Tapi tak apalah, sekali-kali nyampah (tulisan nggak penting) di rumah (baca: blog) sendiri juga tidak masalah. Hehe

Sebelum ngampus untuk mengikuti UAS, saya sarapan bareng keponakan yang memang tinggal serumah, namanya Rara. Dia siswa TK kelas B,sebentar lagi mau masuk SD dan pecinta SM*SH. Belakangan saya baru tahu kalau sinetron Cinta Cenat-Cenut juga tayang sekitar jam 9 pagi. Jadilah, saya dan si Rara nonton bareng sembari sarapan. So(k) sweet men! Dan satu lagi kerja sambilan yang saya lakukan adalah melototin buku Chemical Reaction Engineering karya bapak Levenspiel. Sudah pasti, transfer informasinya lebih lancar dari SM*SH daripada babe Levenspiel.

Lepas nonton sampe kelar, saya ngampus. Niatnya belajar sebentar sebelum UAS pukul 13.30. Di luar dugaan di kantor malah bertemu dengan Aldrin, salah satu reporter yang jadi incaran saya dari kemarin. Niat mulia belajar diurungkan dan lebih memilih ngobrolin urusan kerjaan bareng ‘bandit’ satu itu. Satu hal beres, yang lain menunggu.

Waktu sudah hampir pukul 13.00. Saya ngenet sebentar dan langsung ngacir sholat. Tak sampai 15 menit, sudah meluncur ke lokasi ujian. Cukup dua jam berkutat dengan soal dan semuanya beres. Kerjaannya beres, hasilnya nanti dulu. Hehe

Perjalanan pun lanjut ke Ruang BKPKP Rektorat. Saya janjian ketemu sama Mbak Thina. Bahasannya nggak jauh-jauh dari urusan kerjaan tentunya. Di sela-sela percakapan, Mbak Thina memberi saya cokelat. Dia bilang, itu oleh-oleh salah satu dosen dari Belanda. Seperti apa rasanya? Keras men! Ya iyalah, baru aja diambil dari freezer kulkas. Hahaha

Agenda saya berikutnya adalah rapat bareng teman-teman ITS Media. Penggabungan antara Eureka TV dan ITS Online di bawah satu Pusat Informasi dan Komunikasi (Pusinfokom) yang dikepalai Pak Bekti mengharuskan kami melakukan koordinasi yang lebih intens. Rapat kali ini adalah awalannya. Semoga dapat lebih baik lagi nantinya. Amin

Rapat berlangsung dengan gila selama dua jam. Sepanjang itu pula saya dan teman-teman hampir tak bisa berhenti tertawa. Banyolan A sampai Z keluar semua. Tapi di luar banyolan itu, saya menangkap poin, banyak diskusi terkait hal-hal teknis peliputan hingga wacana rekruitmen bersama. Poin positif yang kedua adalah kemauan dua belah pihak untuk terbuka, saling memperkenalkan diri, dan keingintahuan cara kerja masing-masing. Saya saja yang sudah dua tahun lebih di ITS Online, sedikit pun tidak mengetahui bagaimana sistem kerja mereka. Padahal kantornya bersebelahan. Hehe

Nobar ala kadarnya

Lanjut ke kegiatan saya berikutnya dan tidak terjadwal adalah nonton. Awalnya Ali menonton kartun Culo Boyo sendiri di depan komputer kantor. Merasa tertarik, saya pun nimbrung. Lama-kelamaan beberapa teman join. Ada bang huda, eka, dan firman. Tiga orang ini bersama saya dan ali, setia nonton hingga akhir.

Video pertama yang diputar adalah Suro Boyo episode Lontong Balap, Gedung Tosan, sampai Culo Boyo Maen Bal-balan. Dengan betahnya, kami berlima nongkrongin youtube bertabur kata-kata mutiara. Sampe Ima nyeletuk, “Iki sing dadi dubber e doso ne akeh.” Seperti biasa, kami hanya bisa menimpalinya dengan tawa.

Video kedua (masih youtube) adalah Spongebob Jawa yang nggak mbois blas. So, skip deh ceritanya. Video ketiga menurut saya adalah master piece-nya video malam itu. Isinya tentang seorang guru Tegal berbahasa ngapak mengajarkan materi antonim alias lawan kata. Harus saya akui, ide video ini kreatif. Bayangkan, dengan durasi tak sampai 10 menit, sudah mampu membuat perut saya kram dan mata berkaca-kaca. Ngakak! Endingnya, kelas mereka berakhir ricuh. Hahahaha, rasanya masih belum puas ketawa.

Kalau saya estimasi, sekitar tiga jam saya tertawa sepanjang malam ini. Ada tambahan ketawa lagi setelah menyaksikan OVJ feat Fitri Tropica dan acara The Hits, lagi-lagi masih di Youtube. Mumpung internet ITS lagi lancar jaya, kami sebagai mahasiswa hanya berusaha memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Hehe

Tak terasa, tiba-tiba sudah pukul 22.15. Nonton pun usai. Tapi ketawa belum usai. Saat di lift masih saja ada guyonan (kurang mutu) yang membuat kamu tertawa (lagi). Hahahaha, emang bakat kalau disuruh ketawa.

Friday, June 8, 2012

Kemanakah Lagu Anak-anak?


Zaman kecil dulu, saya sangat menggemari acara Tralala-Trilili dan Ci Luk Bha. Sore hari rasanya adalah waktu sakral untuk menikmati tangga lagu anak di depan televisi. Tikus Makan Sabun, Abang Tukang Bakso, sampai lagu Banyak Nyamuk di Rumahku mewarnai hari-hari saya.

Kala itu, era pertama diisi oleh Cindy Senora, Chikita Meidi, Enno Lerian, Maissy, Agnes Monica, sampai Trio Kwek-Kwek. Era berikutnya, muncul artis-artis cilik baru seperti Tasha, Kiky, Joshua sampai Tina Toon. Saya aktif sekali mengikuti perkembangan musik anak meski eranya sudah berganti (ceileee kayak apa aja).

Saat saya masuk SMP, agaknya lagu anak sudah mulai jarang didendangkan, kecuali di Taman Kanak-Kanak tentunya. Lagu-lagu pop dari Peterpan, Ungu, Merah, Jingga, dan apalagi namanya mulai menjadi tren. Jeleknya, tren ini juga muncul di kalangan anak-anak. Saya masih ingat betul kapan saya mengenal musik pop. Yaitu saat kelas 4 SD, saya mengenal lagu Aku Bukan Pujangga milik Basejam. Itupun saya tidak hafal liriknya.

Sekarang? Keponakan saya yang bahkan belum sekolah sudah pandai menyanyikan lagu Cinta Satu Malam sampai Iwak Peyek. Gilaaaaaak! Fenomena apa ini?

Sadar atau tidak, itulah kenyataan yang harus diterima. Termasuk kenyataan bahwa idola anak-anak bukan lagi artis cilik yang unyu-unyu melainkan model-model penyanyi seperti Andika Kangen Band (mungkin.. hehe).

Itu tadi soal lagu, sekarang mari kita lebih jauh, kali ini tentang film anak. Kalau kita amati, haluan televisi agaknya sudah sangat bergeser dari misi pendidikan ke komersial tingkat tinggi. Alhasil, isinya hanya sinetron, infotainment, reality show, sampai acara musik yang kurang (atau tidak?) bermutu.  Bahkan di Hari Minggu saja, mereka hanya menyediakan waktu tak kurang dari sekitar 3 jam untuk kartun. Maksimal jam 9 pagi tayangan anak sudah habis. Di atas jam itu? Balik lagi ke infotainment, acara masak-masak, sampe acara musik orang dewasa.

Miris memang. Tapi beruntunglah ketika masih banyak pihak yang peduli akan pentingnya hiburan yang sesuai dengan usia anak. Malam ini saya menonton Kick Andy. Tema yang diangkat seputar film berjudul Ambilkan Bulan yang di dalamnya dibawakan lagu-lagu anak karya AT Mahmud. Helmi Yahya, produser film mengatakan, film tersebut memang berangkat dari gerakan moral peduli lagu anak.

Film yang berkisah tentang petualangan seorang gadis cilik bernama Amelia ini juga didukung band-band dan penyanyi dewasa seperti Sheila on 7, SID, astrid, dan beberapa musisi lainnya. Uniknya, mereka semua menyanyikan lagu anak.

Sebenarnya, hilangnya lagu anak tidak perlu terjadi jika ada kesadaran orang tua serta lingkungan terdekat. Keadaan yang memang berada di luar kontrol memang bisa menjadi bumerang tapi tak lantas pula menjadikan kita lengah sebagai pendidik.

Segencar apapun kita mengecam media dengan tayangan tak mendidiknya, pasti sia-sia. Saya pribadi tidak bisa melakukan hal muluk-muluk. Saya hanya bisa mengajari keponakan menyanyikan lagu Naik Kereta Api. Mungkin belum cukup, tapi setidaknya itu yang saya lakukan. Saya sungguh tidak rela membiarkan imajinasi dunia mereka tergganggu oleh lagu galau masa kini.