Pages

Saturday, April 28, 2012

Oshie at HOS

Oshie is an art from using paper and hand-woven silk cloth made at Nishijin in Kyoto. When we make Oshie, we use a little iron to glue the piece of cut out cardbord and silk material. A small piece of cotton is placed between the cardbord and silk material to give it a three dementional effect.

teahouse
morning glory and Japanese woman
under the sakura
thinking a poem
amusement in spring
dancing lady

by Soho Konishi 4th Headmaster of Oshie Miyabi School
http://oshie-miyabi.com/

Friday, April 27, 2012

Masjid Ampel, April 27th

Saya hanya membawa sebuah tas kecil berisikan mukenah, beberapa lembar uang, dan tentu saja kamera pocket ke Masjid Ampel sekitar pukul 17.15. Mengendarai motor, hanya butuh  waktu tak sampai 10 menit menuju lokasi yang memang tak jauh dari rumah.

Tak banyak yang saya potret karena memang tujuan ke sana bukan belajar jeprat-jepret. Berikut beberapa jepretan saya, sekali (lagi) masih amatiran. Well, semoga bisa meluangkan waktu lagi ke sana untuk benar-benar hunting.

ziarah di depan makam Mbah Soleh
Pola pilar hasil renovasi yang wew keren
Silent night

Thursday, April 26, 2012

Sometimes

So many words were arranged. But it still hard to understand. Hey, you there! Is it your style? Everything is meaningless or meaningful? Sometimes and always sometimes, I think about it. As you said: "Maybe!" Grey, black, or white, or maybe yellow or else, I just try to make it simple. Actually, it doesn't. Sometimes you......

Wednesday, April 18, 2012

Attitude


Seseorang bisa sangat dihargai karena ia menghargai orang lain. Itu harga mati! Tak bisa ditawar. Demikian halnya dengan attitude. Ia adalah cerminan diri, bagian dari cara kita bersikap terhadap diri sendiri dan orang lain.

Attitude tak terbentuk begitu saja. It’s not an instaneous reaction! But it needs a process. Bentukannya pun tergantung jalannya selama ini. Apakah ia sudah lurus sedari awal, sempat bengkok, atau sudah rapuh di awal dan tinggal menunggu patah?

Saya jadi ingat ilmu bahan konstruksi. Kalau dipikir-pikir, analoginya mirip ilmu material juga. Bedanya,  bahan itu selalu punya batas yang memang sudah tertentu kekuatannya, property-nya, dan fungsinya. Paten sudah, tak bisa ditawar lagi. Tapi attitude? Ia proses yang melekat pada makhluk dinamis, manusia. Tak punya patokan berarti meski bukan berarti tidak ada.

Ketika ada yang salah dengan attitude, apakah prosesnya ada yang salah? Bicara soal proses, di Teknik Kimia, tidak ada proses yang salah. Saat mereaksikan dua zat, hal yang memang harus terjadi ya terjadi. Ada reaksi. Apa ada yang salah dari reaksi ini? Tentu tidak, ia berjalan secara harfiah tanpa menyalahi hukum alam.

Ketika reaksi berjalan dan tidak menghasilkan produk sesuai keinginan, lantas apa yang salah? Mari merunutnya dari awal, memeriksa kondisi reaksi apakah tekanan, suhu, jenis reaktor, sintesa proses, atau mungkin katalisnya sudah memungkinkan untuk reaksi yang kita inginkan? Ketidakberesan seperti inilah yang harus kita lihat dari dalam diri yang sebenarnya luput dari pandangan.

Gratitude is a noble attitude. And the more grateful that God allowed to live in higher quality, is right. And it is true that perfection only belongs to God

Friday, April 6, 2012

(Mereka) yang Konyol

Kekonyolan itu bisa menimpa siapa pun tanpa pandang bulu. Termasuk (kawan-kawan) saya. Menyenangkan sekali rasanya bisa berbagi cerita konyol dengan mereka semua. Meski pada akhirnya, kita sama-sama menertawakan diri sendiri. Tapi saya percaya, tawa kecil itu tadi sungguh sangat berharga untuk menjalin kerekatan satu sama lain.

*case 1

Di sela-sela praktikum, partner saya tampak sibuk mencoret-coret kertas HVS kosong. Setelah saya dekati, ia bertanya satu hal pada saya. “Bagus mana pik, yang ini atau yang ini?” tanyanya sembari menunjukkan kedua tanda tangan yang berbeda. Saya hanya bisa menahan tawa. Sebentar lagi ia akan memimpin sebuah organisasi dan tentunya akan banyak permintaan tanda tangan. Tak ingin menertawakannya lebih jauh, saya pun menunjuk satu di antara dua pilihan. Dalam hati, saya masih tertawa geli.

*case 2

Sembari menunggu rapat PRC, saya, nadiar, hadian, argatha, dan derry duduk santai di Taman Tekkim. Ada cerita dari Argatha dan Derry yang membuat saya terpingkal-pingkal sampai perut hampir kram. Ceritanya, mereka berdua turut serta dalam sebuah kepanitian di tingkat institut sebagai OC. Sebelum pelaksanaan, panitia inti mengadakan rapat koordinasi OC. Ditetapkanlah waktu dan tempat pelaksanaan rapat.

Dua orang yang memang sehati itu tadi menuju M-WEB untuk mengikutin rapat. Melihat ada segumulan orang tampak sibuk dengan suatu bahasan, tanpa pikir panjang mereka bergabung di dalamnya. Di awal mereka mengaku sudah merasa aneh.

Pertama, ada angkatan atas dari jurusan mereka dalam rapat itu.
Kedua, bahasan rapat sejak awal sudah terkait IC dan mahasiswa baru

Satu jam, dua jam, rapat berlalu dan hampir berakhir. Keduanya merasa belum mendapat pencerahan apapun tentang tugas OC perkap. Hingga tiba di penghujung rapat, absensi dari panitia menjelaskan segalanya.

“Siapa yang belum dipanggil?”

Keduanya mengacungkan tangan

“Dari Suku mana?”

Celingukan bingung

“OC Perkap Mas,”

“Rapat OC di Teater C, ini rapat IC,”

Antara bingung dan bercampur rasa malu. Argatha segera ngacir meninggalkan Derry. Sementara Derry terjebak mencari sandal di antara kerumunan para IC. Setelah sekian lama mencari akhirnya ketemu juga. Ternyata diduduki seorang mas-mas yang tengah sibuk bermain HP.

Derry: “xy%^&**((@##!$%^&!*!!”

*case 3

Masih lanjutan tentang kisah dua sejoli di atas. Namun kali ini sudah tiba di hari H pelaksanaan kegiatan. Seperti yang saya ceritakan di atas, keduanya terpilih sebagai OC perkap. Tugas mulia yang harus mereka tunaikan hari itu adalah mengangkat galon aqua (berisi penuh) dari UPMB menuju ke M-WEB (atau mana ya? Saya agak lupa). Ketentuannya: satu orang mengangkat satu galon.

Koor Sie Konsumsi: ”Ini makanannya diangkut sama mobil saja. Aquanya biar dibawa anak perkap.”

Kesan Argatha setelah berhasil mengangkut galon dengan selamat:

Argatha: “Whaaaaatttt??? Gak kebalik? Yang ringan diangkut sama mobil sementara yang berat harus kita yang ngangkut? Benar-benar kepanitiaan terkonyol yang pernah saya ikuti. Kapok ikut kepanitiaan kayak gini lagi.”

Semua tertawa. Menertawakan kekonyolan diri sendiri.

Tuesday, April 3, 2012

Special Gift (4)


Cerita ini bermula saat saya mem-posting sebuah tulisan tentang Buku Celebrating The Moment di sini. Postingan itu sudah agak lama sebenarnya. Entah bagaimana ceritanya, sekitar akhir Maret kemarin, Om Henry mengirimi saya email yang isinya, meminta alamat rumah karena berniat mengirimi buku tersebut. Mungkin karena ini:


Saya senang sekali tentunya. Tanpa ba bi bu, saya kirimlah alamat lengkap di Surabaya. Selasa (3/4) malam, ada kiriman paket ke rumah. Isinya sebuah buku bertanda tangan penulisnya. Yeeeey, superb! Buku yang dijanjikan Om Henry akhirnya ada di tangan.

Terima kasih kepada Om Henry atas Buku Celebrating The Moment-nya.  Semoga sukses terus dengan berbagai karya fotografinya yang ciamik :)

Kredit



Meraih mimpi bagi saya adalah kredit, termasuk mimpi untuk ke luar negeri gratis selama masih berstatus mahasiswa. Entah kenapa, saya begitu terobsesi mengikuti exchange. Dalam pikiran saya, mengikuti program pertukaran pelajar jauh lebih bernilai dibanding kita jalan-jalan sendiri ke luar negeri (kecuali untuk kasus para traveler jempolan seperti Trinity dan Agustinus Wibowo misalnya). Melalui program exchange ada tujuan dan arahan jelas yang akan dicapai.

Tanpa bermaksud meng-under estimate-kan teman-teman yang hobi jalan ke luar negeri (karena memang mampu), effort saat proses menuju ke luar negeri saja sudah sangat lain. Kalau orang seperti saya ini, sudah barang tentu harus bersaing mati-matian.

Terhitung sejak saya kuliah, sudah dua kali saya mendaftar untuk program exchange. Pertama, IELSP yang lolos sampai tahap interview. Kedua, yang baru saja Sabtu (31/3) kemarin saya ikuti, PPAN, lolos sampai tahap interview juga. Persaingan dari kedua program tersebut sangat ketat. IELSP, dari 800 pendaftar se-Indonesia hanya diambil sekitar 40-an peserta. PPAN khusus Jawa Timur (Jatim) pun tak kalah ketat, dari 640-an peserta, diambil 200 pa dan 200 pi untuk tahap tes tulis, kemudian 24 pa dan 24 pi untuk tahap interview, terakhir 10 pa dan 10 pi untuk karantina. Total yang berhak lolos mewakili Jatim di nasional hanya 5 kandidat. Butuh effort lebih? Sudah pasti! Di situlah letak tantangan terbesarnya.

Kenapa mimpi harus dikredit? Kalau kata Kak Luthfi, alumni PPAN, “Allah tidak akan menyia-nyiakan sedikit pun usaha kita, sekalipun berupa sebuah langkah kecil. Langkah kecil itulah yang akan mendekatkan kita pada mimpi.”

Bahasa sederhanya, kita meraih suatu mimpi merupakan hasil dari langkah-langkah kecil sebelumnya. Ya, saya meyakini itu. Mimpi bukan barang instan yang bisa dibeli dengan tunai. Kita harus mengredit dulu lewat langkah-langkah kecil tadi, tak peduli sekecil apapun.

Tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau mengusahakannya dengan keras lebih dulu. Tentang hasil serahkan pada Allah, Dia Maha Adil dan sebaik-baik Pemberi Keputusan.  Ayoooo, semangat ikut exchange! Semoga bisa di tahun 2013 nanti. Amiiin